Meskipun Jaka tulus, Nadira tak bisa mengabaikan masa lalunya yang penuh kesulitan. Ia takut orang lain akan merendahkannya karena hanya seorang pembantu yang bekerja di salon.
Namun Jaka meyakinkannya bahwa status tidaklah penting. Baginya, Nadira adalah seseorang yang spesial, lebih dari apapun yang bisa diukur dengan harta.
Mereka pun akhirnya mulai menjalani hubungan yang penuh kasih. Jaka kerap datang untuk menemuinya, dan setiap kali bersama, mereka saling bertukar cerita tentang hidup, impian, dan masa depan.
Nadira merasa bahwa dirinya mulai memiliki arti, bukan hanya sebagai pekerja salon, tapi sebagai seseorang yang berharga di mata orang lain.
Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu malam, Nadira mendapat kabar bahwa Jaka mengalami kecelakaan mobil saat perjalanan bisnis. Ia langsung berlari menuju rumah sakit, hanya untuk mendapati bahwa Jaka terluka parah dan koma.
Hari-hari berikutnya dipenuhi ketakutan dan kecemasan bagi Nadira, yang setia menunggui Jaka di rumah sakit, berharap dan berdoa agar ia segera pulih.
Tiga bulan berlalu dalam penantian yang melelahkan, namun Jaka tetap tak sadarkan diri. Dokter sudah memperingatkan Nadira bahwa harapan untuk Jaka pulih sangat tipis.
Tapi Nadira tidak menyerah. Setiap hari ia datang, menggenggam tangan Jaka, membisikkan doa dan harapan, berusaha menyampaikan rasa sayangnya dalam keheningan ruang rumah sakit.
Baginya, Jaka adalah segalanya, satu-satunya yang memberinya makna dalam hidup yang berat ini.
Namun suatu hari, takdir berkata lain. Jaka akhirnya mengembuskan napas terakhirnya. Dunia Nadira hancur seketika. Kesedihan mendalam menyelimuti dirinya.
Semua kenangan mereka bersama kembali berputar di benaknya, menciptakan luka yang tak mampu ia sembuhkan.