Akan tetapi, Nadira adalah gadis yang rajin dan pekerja keras. Sering kali pemilik salon memujinya karena ia sangat rajin, membersihkan salon dengan sempurna dan memastikan karyawan merasa nyaman.
Pada suatu hari yang tenang, pemilik salon, Bu Mira, mendekatinya.
"Nadira, kamu kan sering kerja keras. Kalau kamu mau coba perawatan sekali-kali, coba saja. Kamu juga bisa mempercantik diri, siapa tahu ada rezeki lebih buatmu."
Kata-kata Bu Mira awalnya mengejutkan Nadira. Ia tak pernah berpikir ia bisa diberi kesempatan seperti itu. Namun dorongan halus itu membuatnya mempertimbangkan.
Ia mulai mencoba perawatan-perawatan kecil, membersihkan wajah, merapikan rambutnya yang hitam dan panjang. Perlahan, kecantikannya mulai tampak, bukan karena kemewahan, tapi karena kerapian dan kesederhanaannya.
Wajahnya yang dulu lusuh mulai tampak cerah, kulitnya mulai bercahaya, meskipun tetap tanpa riasan berlebihan. Para pelanggan di salon pun mulai memperhatikannya, mengomentari kecantikan alami yang terpancar darinya.
Namun, tidak seperti karyawan lain, Nadira selalu menjaga jarak, terutama dari para pria.
Banyak pejabat, anggota dewan, dan pengusaha mencoba mendekatinya, namun Nadira menolak dengan halus. Ia bukan orang yang mencari perhatian dari pria-pria yang memiliki uang banyak.
Meskipun ia tidak kaya, Nadira memiliki harga diri dan prinsip yang tidak mudah goyah. Baginya, cinta dan perhatian tak bisa dibeli dengan kekayaan.
Suatu hari, seorang pelanggan baru datang ke salon. Namanya Jaka, seorang pengusaha sawit muda yang tampan dan berwibawa. Tidak seperti pelanggan pria lainnya, Jaka datang dengan sikap tenang, dan tidak suka macam-macam.
Ia hanya ingin memotong rambut, tanpa mengeluarkan lelucon norak atau melirik sembarangan pada para karyawan. Nadira memperhatikan dari kejauhan dengan hati-hati.