Memang sih gantinya tidak pasti kapan, tetapi mengingat Badek dulu selalu menolong Bakoh dan istrinya sebelum mereka kaya, mustahil pinjam lima puluh ribupun tidak bisa.
Tetapi kenyataan berkata lain, uang itu tidak bersaudara ...
Badek pamit dari rumah adiknya dengan hati yang berat. Di jalan dia nelpon sana-sini, nyari pinjaman buat beli bensin. Akhirnya, dia dapet juga lima puluh ribu dari temannya yang kasihan sama dia.
Dengan uang itu, dia beli bensin dan pulang ke kotanya. Di perjalanan pulang, pikiran Badek melayang-layang. Dia inget kata-kata Bill Gates lagi. Kalau mati miskin, itu salah sendiri.
Saat itu juga, Badek bertekad buat mengubah hidupnya. Gak peduli gimana caranya, dia harus bangkit dari keterpurukan.
Malamnya, setelah nyampe rumah, Badek duduk di teras rumahnya yang sederhana. Langit malam bertabur bintang, tapi buat Badek, semuanya tetap kelam. Dia merenung, mengingat kembali perjalanan hidupnya.
Dulu, dia selalu ada buat Bakoh. Setiap Bakoh butuh bantuan, dia selalu siap. Tapi sekarang, saat dia yang butuh bantuan, Bakoh malah ninggalin dia.
"Anjir, hidup emang gak adil," gumamnya sambil menatap langit.
Tapi malam itu, di bawah sinar bulan yang pucat, Badek memutuskan untuk gak menyerah. Dia bakal kerja keras, apapun caranya. Dia gak mau mati miskin. Gak mau hidupnya berakhir sia-sia.
Keesokan harinya, Badek mulai mencari cara untuk bangkit. Dia jualan kecil-kecilan, mulai dari jualan gorengan sampai jualan pulsa. Apapun dia lakukan, asal bisa dapet uang. Setiap hari dia berjuang, menahan malu, menahan lelah.
Depan rumahnya dilewati anak sekolah, sehingga dia menjual nasi kucing 5000 saja, masih ada untung seribu rupiah. Tetapi akhirnya jadi boom, sehingga bisa laku ratusan bungkus sehari, sehingga lumayanlah hasilnya.