Berbeda dengan China yang memiliki sistem otoriter di mana pemerintah bisa langsung mengendalikan jalannya proses hukum, di Indonesia, sistem demokrasi justru kadang memberi ruang bagi negosiasi dan kompromi.
Alhasil, keadilan menjadi barang langka.
2. Relativisme Moral di Kalangan Elite
Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, Kristen, Hindu, dan agama lainnya, sangat menekankan pentingnya ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Agama mengajarkan tentang dosa, pahala, dan hukuman Tuhan di akhirat bagi mereka yang berbuat jahat, termasuk berbuat korupsi.
Namun, dalam kenyataannya, banyak pelaku korupsi di Indonesia berasal dari kalangan elite yang justru menggunakan agama sebagai tameng untuk melindungi diri dari kritik sosial.
Dalam berbagai kasus korupsi, tak jarang kita melihat para pelaku mengenakan atribut agama atau mengucapkan kalimat religius saat persidangan.
Sayangnya, ini lebih sering dilihat sebagai upaya manipulasi publik daripada tanda pertobatan sejati.
Fenomena ini mencerminkan adanya relativisme moral di kalangan elite, di mana nilai-nilai agama dijadikan alat politik, bukan sebagai pedoman etika yang sebenarnya.
3. Budaya Patronase dan Feodalisme
Budaya patronase dan feodalisme yang masih kental di Indonesia juga menjadi salah satu akar masalah korupsi. Di banyak wilayah, terutama di daerah-daerah, hubungan patron-klien antara pejabat dan masyarakat sangat kuat.