"Aduh! Sial! Mobil gue ketahan di sini!" Ucok berteriak kesal, sementara keringat mengucur di dahinya.
Budi, yang juga panik, mencoba menenangkan diri. "Tenang, tenang, kita bisa bicara baik-baik sama polisi. Mobil gue masih baru, nggak mungkin mereka tilang."
Tapi kenyataannya, polisi tetap tegas. Mereka tidak peduli apakah mobilnya baru atau lama, LGCC atau tidak. Yang mereka lihat adalah pelanggaran aturan.
Beberapa sopir berhasil lolos, tapi sebagian lagi, termasuk Ucok dan Budi, tertangkap dan harus merelakan mobil mereka disita sementara waktu.
Saat duduk di pos polisi, wajah-wajah yang biasanya penuh kebanggaan itu kini merunduk lesu. Tidak ada lagi cerita tentang betapa hebatnya mobil mereka, tidak ada lagi bualan tentang "raja jalanan."
Yang ada hanya wajah-wajah penuh penyesalan dan kekhawatiran tentang bagaimana mereka bisa menebus mobil mereka kembali.
Di tengah suasana yang suram itu, Doni tiba-tiba muncul. Rupanya, dia tidak terkena razia karena sudah lebih dulu memilih untuk berhenti beroperasi hari itu. Dengan langkah tenang, dia mendekati Ucok dan Budi yang tertunduk lesu.
"Kalian baik-baik aja?" tanya Doni, tulus.
Ucok mendongak, matanya sedikit berair. "Mobil gue, Don... Mereka bawa pergi mobil gue..."
Doni tersenyum tipis. "Ya namanya juga risiko, kan? Tenang aja, mungkin ini saatnya kita introspeksi. Mobil itu cuma alat, bos. Jangan sampai bikin kita lupa diri."
Ucok, yang biasanya paling angkuh, kali ini hanya bisa mengangguk pelan. Kesombongannya telah runtuh bersama dengan kepergian mobilnya. Mereka semua akhirnya menyadari bahwa dalam kehidupan ini, tidak ada yang abadi, terutama kesombongan.