Pegunungan Muller-Schwaner merupakan salah satu formasi geografis paling penting di Pulau Kalimantan. Terbentang dari wilayah utara hingga ke selatan pulau ini, pegunungan tersebut menjadi pembatas alami antara berbagai wilayah Kalimantan.
Walaupun secara umum kita mengenalnya dengan nama Pegunungan Muller-Schwaner, masyarakat lokal, khususnya Suku Dayak Dohoi Uut Danum, menyebutnya sebagai "Tomiting."
Nama ini bukan hanya sekadar sebutan geografis, tetapi juga memiliki kaitan erat dengan budaya dan cerita rakyat setempat yang memperkaya pemahaman kita tentang sejarah dan keunikan kawasan tersebut.
Letak Geografis Pegunungan Muller-Schwaner
Pegunungan Muller-Schwaner terletak di jantung Kalimantan, membentang dari Kalimantan Utara hingga Kalimantan Selatan. Pegunungan ini tidak hanya penting secara geografis sebagai bentang alam yang membatasi wilayah-wilayah Kalimantan, tetapi juga menjadi rumah bagi banyak flora dan fauna endemik.
Dengan saklah satu bukit yang amat terkenal adalah Bukit Raya, yang menurut cerita Dohoi Uut Danum dulunya merupakan gunung tertinggi di dunia, karena bukit raya sampai ke langit saking tingginya. Dalam bahasa Dohoi Uut Danum, Bukit Raya di sebut sebagai Mokorajak.
Burung Garuda ini demikian besarnya, sehingga kalau dia terbang, maka tanah di sebelah aliran sungai Kapuas akan gelap tertutup bayangan sayapnya, yang menutup sinar matahari sehingga orang tidak melihat apa-apa.
Suatu saat di terjang Atang Kahkam (burung Garuda), karena dua orang mahluk jahat dari langit menggunakan gunung itu untuk turun naik dan memangsa manusia di bumi (nama mahluk jahat itu nanti saya masukan, karena sudah lupa. Maklumlah cerita ini diceritakan nenek saya ketika saya masih anak SD tahun 70-an, sementara sekarang saya sudah berumur 62 tahun).
Puruk Mokorajak (Bukit Raya) itu menjadi patah menjadi puluhan bukit kecil-kecil, sehingga kalau ditotal maka tingginya puluhan ribu meter, yang jelas lebih tinggi dari Mount Everest hanya delapan ribuan meter lebih.
Cerita ini diketahui oleh salah satu orang Dohoi Uut Danum yang masuk Islam karena menjadi istri dari salah satu pangeran di kerajaan Sintang, Kalimantan Barat. Kebetulan Pangeran Hamid II dari kesultanan Pontianak, berhubungan erat dengan raja dari kerajaan Melayu Sintang dan pangeran Hamid II pun akhirnya tahu akan cerita ini.
Sehingga ada kemungkinan dari itulah Pengeran Hamid II mengusulkan lambang negera Indonesia menjadi Burung Garuda. Karena kita tidak tahu ada cerita burung besar Di Indonesia yang demikian besar, selain cerita Atang Kahkam ini yang besar besar sayapnya ratusan kilometer.