Setan Darah Pertama kertakkan geraham. "Cindur Rampe, agaknya kau sengaja mencari-cari perselisihan terbuka! Mungkin masih belum puas dengan pertengkaran dalam pertemuan tempo hari?!"
"Ah... rupanya kau masih belum lupakan hal itu!" kata Cindur Rampe. Dia melirik sebentar pada Pranajaya yang megap-megap hampir kehabisan nafas.
"Selama matahari masih terbit di timur, selama air sungai masih mengalir ke laut. Tiga Setan Darah tak pernah melupakan hal itu!"
"Bagus sekali jika demikian!" menyahuti Cindur Rampe.
"Kuharap di lain kesempatan kita bisa menyelesaikannya!"
Setan Darah Pertama mengekeh. "Menentang kami sama dengan menentang angin topan! Menentang Tiga Setan Darah sama dengan menentang gunung karang! Jangan terlalu pongah dan buta resi muka kambing!"
"Nama kalian memang sudah kesohor, apalagi kebejatan dan kekejaman kalian! Tapi kalau cuma cecunguk-cecungkuk macammu, sepuluh orangpun aku akan layani!"
Naiklah darah Tiga Setan Darah.
"Rupanya kau mau mampus sekarang juga, resi keparat!" bentak Setan Darah Kedua. Dia melompat ke muka dan kirimkan satu serangan tangan kosong!
Cindur Rampe melompati ke samping sambil tertawa.
"Jangan terlalu kesusu monyet muka merah! Ini hari aku masih ada urusan. Di lain ketika aku tak akan sungkan-sungkan lagi untuk menerabas batang lehermu dan dua kambratmu itu! Ini kukembalikan seranganmu!"