PERTEMPURAN manusia tiga lawan satu itu, kecamukan enam senjata lawan satu pedang berlangsung penuh kehebatan dan mendebarkan. Sedikit saja seseorang membuat gerakan yang salah pastilah salah satu bagian tubuh mereka akan dimakan senjata.
Sinar merah jubah dan senjata-senjata Tiga Setan Darah bergulung-gulung membungkus tubuh dan senjata Pranajaya. Berkali-kali pemuda ini nyaris kena tebasan golok atau tusukan tombak atau hantaman gada ketiga lawannya. Jika saja Pranajaya tidak memiliki ilmu mengentengi tubuh yang sempurna serta kegesitan yang luar biasa, sudah sejak tadi-tadi mungkin dia akan mienjadi pecundang.
Prana berkelebat laksana bayang-bayang. Pedang putihnya membabat kian kemari dalam rangkaian jurus-jurus lihai yang dipelajarinya secara sempurna dari Empu Blorok. Sepuluh jurus telah berlalu. Kemudian lima jurus lagi dan Tiga Setan Darah masih belum sanggup membuktikan kehebatan nama baser mereka selama ini. Malah pada jurus keduapuluh satu, Setan Darah Ketiga berseru tertahan dan menyurut mundur! Ternyata jubah merahnya robek besar disambar ujung pedang lawan! Masih untung kulit dadanya tidak kena diserempet !
"Bedebah!" rutuk iaki-laki itu. "Jangan harap kau bisa bernafas sampai tiga kali kejapan mata!" Dengan amarah yang meluap Setan Darah Ketiga memutar sepasang goloknya dalam jurus yang aneh dan menyerbu Pranajaya.
"lngat Setan Darah Ketiga!" teriak Setan Darah Pertama.
"Pemuda ini aku mau tangkap hidup-hidup!"
"Lebih bagus kalau dicincang lumat saja!" sahut Setan Darah Ketiga.
"Aku yang jadi pemimpin kalian!" teriak Setan Darah Pertama marah. "Kau harus ikut apa yang ku katakan!"
Setan Darah Ketiga menindas kemarahannya sedapat-dapatnya. Menekan luapan amarah karena dia menyadari bahwa dia musti tunduk pada Setan Darah Pertama.
Pertempuran seru berkecamuk lagi. Agaknya kini Tiga Setan Darah telah mengeluarkan pula jurus-jurus ilmu silat mereka yang lihai dan banyak tipu-tipu liciknya. Lima jurus berlalu maka Pranajaya mulai pula terdesak. Trang!
Pranajaya tak bisa mengelakkan peraduan senjatanya dengan senjata Setan Darah Pertama. Sebelum bunga api yang bergemerlap lenyap, sebelum murid Empu Blorok itu sempat menarik senjatanya maka sepasang gada dan golok Setan Darah lain-lainnya sudah datang menjepit pedang Ekasakti di tangan Pranajaya.