Mohon tunggu...
Mencari Nur
Mencari Nur Mohon Tunggu... Freelancer - Eks Jurnalis

Suka hal-hal yang fiksi

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mencatat 2024: Siasat Mengingat

25 Januari 2025   20:46 Diperbarui: 25 Januari 2025   20:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

tirai; selubung; tabir; azali; nazar; sumpah; cinta; sakit; rindu; keinginan; puas; tenang; laksana; inap; tinggal; jalan; lewat; waktu; puncak; rampas; paksa; rebut; kendi; laut; izin; curi; halal; haram; jiwa; rahmat; manfaat; berlipat; jauh;

aib; faedah; musim; lain; jumpa; tanah; telanjang; banteng; senjata; kayu; rapi; makan; kuda; arab; kala; putus; asa; doa; perkasa; lemah; daya; gurun; fakir; khawarizmi; pedagang; kirbas; titah; bunuh; beban; pajak; tular; renung; agama; tuhan; rentang; patuh; jari; cincin.

tegur; mengutus; urus; segan; sedih; dosa; sibuk; deras; dera; menanam; gandum; jelai; mustahil; berat; zarah; pundi-pundi; kadar; sangkal; api; tanah; usir; kutuk; nazar; kafarat; mazhab; keledai; bangkai; menengadah; abdi; ibadah; semi; hakikat; hadiah; membangun; anugerah; rumah; gua; seekor; unta; gunung; tongkat; ular; dua belas; sumber; mata air; batu; keras; ayah; ibu; rahim; mengandung; mawar.

bunga; sampul; ujung; tali; roh; ramah; dunia; tua; negeri; kanak-kanak; kalam; huruf; suara; membara; petuah; perempuan; asing; lain; puja; luhur; bakar; leleh; tuang; surga; menyeru; limpah; benih; tabur; tuai; karung; nikmat; jatuh; sobek; rahasia; simbol; khamar; wadah; kotor; racun; tutup; erat; mangkuk; cangkir; periuk; santun; angguk; kumandang; kota.

nyanyian yang berembus di kedai cokelat lantai dua pasar gede sisihkan gerah. yang kumaksud 'holding on' dari the war on drugs, yang lantas kupersilakan masuk berkali-kali ke parit kuping dan menaksir bahwa melodi pada 5.10 dan seterusnya, serasi dengan komentar andrew shankland, adalah satu dari sekian musik terbaik yang pernah kutahu—bagai kenangan malam di wisma seni pada sepotong oktober yang serasa abadi.

nomor empat dalam 2024 jua pengamat bisu saat aku berkutat pada dialog film cekak yang tak kunjung jadi. kala tafakur kendur, aku menyusup ke aula pentas musik dengan atmosfer industrial dan lumayan riang karena celotehan pemuka grup rock nakal pas-pasan, “semoga jatuh cinta dengan kami [...] tak boleh merokok, riilkah?”. tanpa kepul asap merah, kwartet pandir itu cukup sukses menutup penampilan dengan distorsi satire atas kekolotan para kawak.

kalau ada bulan yang minor stori itu mei. aku rindu dengan hal-ihwal yang tak lagi kurindukan, mempersoalkan kesepian alun-alun kota baru hasil mengudari belantara, berupaya tegar karena belum ada karya yang bisa dikembarakan. aku butuh bersyukur untuk menyusutkan kekosongan ini.

kemuakan atas kepala negara tetap memucuk pada juni. gelagat mengejar titel ‘bapak infrastruktur’ mudah dieja. tapi seharusnya ia tak layak diganjar julukan apapun selain penjual negara. setidaknya perilisan sinema sumir tentang gejolak eksistensial membuatku merasa normal. tak menyandang status pekerja itu kadang berbahaya lantaran kerap didekati putus asa. ambisi-ambisi ringan terbengkalai, semisal menamatkan pembacaan teater afrizal malna, mempelajari ilmu dasar impor dan ekspor, merampungkan cerita pendek dengan irisan babad kitab suci.

di bulan yang tabah ini, aku merasa luang untuk melanjutkan tur mistik bersama kelompok yasin, di antaranya ke kompleks makam sragen, seberang jembatan abdul jalal. aku menanti saat yang tepat untuk menyapa secara hormat dan membanjiri pensponsor satu utas dengan ungkapan terima kasih. bhineka urusan lain adalah mengurai prosedur bisyarah petugas jumat, membentang daftar penerima daging kurban, serta mendata calon pencoblos pilkada.

malaikat di lereng tidar merasuki syair yang terasa serampangan: “senja tiarap di balik rumah-rumah yang dipisah jalan untuk sepasang roda mobil angkut barangkali. dan jalan itu sepi. seseorang yakin berdiri di muka pintu untuk menyahuti pertanyaan basi.” terkesan sesembarang: “menanti panggilan untuk bermaterai tak selalu tanpa mentari di musim ini barangkali. keringat ini tak pedih, namun juga tak abaikan usap. hidup ini sebentang titik antara buru-buru dan menunggu.” hanya saja ini tak sesukar menghapal alur kerja pegawai gudang benang.

juli diwarnai lawatan ke pusara penebar islam di tanah simo, ki ageng singoprono menjelang pagi. selain itu cuma mengulang pergi dan pulang dalam rangka mengais rezeki, sesekali mengetik (mungkin) puisi pada sesi istirahat: 1 menit menjelang bunyi bel. mungkin di kursi reyot, di balik meja sak semen dengan hiasan kipas, steples, dan terminal cas, kau memilih ke gudang klip—mendengar ekspektasi dari pemusik alam lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun