Mohon tunggu...
Melvin Firman
Melvin Firman Mohon Tunggu... wiraswasta -

" hanya orang biasa yang suka iseng nulis-nulis apa yang teringat, terlihat dan terasakan tanpa basa basi dan apa adanya."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beragama Bukan "Lifestyle"

20 Februari 2018   11:18 Diperbarui: 20 Februari 2018   11:27 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika saya pernah bertemu seseorang di sebuah taman di kota Bandung. Biasanya di sore hari taman tersebut ramai di kunjungi oleh masyarakat kota Bandung untuk beraktifitas fisik di sana. Ada yang berolah raga, olah jiwa, olah mata, olah kuping sampai olah an masak pun ada di sana. Tetapi bukan itu yang menjadi pokok pembicaraan dalam tulisan ini.

Di antara sekian banyak orang waktu itu, terselip seorang anak muda yang tidak biasa yang duduk sendiri di salah satu pojok taman. Saya pun menemuinya dan kami pun asyik ngobrol ngaleur ngidul  (baca: diskusi tanpa tema).

Dari sekian banyak hal yang kita bicarakan berdua ada sebuah topic yang menggelitik hati saat itu. Hingga saat tulisan ini di buat, saya masih penasaran tentang hal itu. Yaitu mengenai Agama, Beragama, dan Gaya Hidup. Saat itu saya bertanya pada pemuda itu,

" Kamu Beragama ? " Tentu ! dan saya Budha, jawabnya. " Kalau abang ?",  saya Muslim, jawabku. "

" Menurut kamu agama itu kebutuhan manusiakah atau hanya sebagai gaya hidup saja ?, tanyaku balik kepada pemuda itu.

Agak sedikit kaget dan mungkin aneh baginya di sodorkan pertanyaan seperti itu. Dia pun berkata,

" Agama dan gaya hidup itu merupakan kebutuhan dan tidak bisa di pisahkan satu sama lain. Karena sejatinya kita di dunia ini di tuntut oleh sang Pencipta untuk mengenalnya dan mematuhinya dengan tidak melupakan atau menafikan keberadan zaman pada masa kita hidup, dan itulah ajaran dasar agama yang saya pahami, kata pemuda itu sambil menyeruput teh yang sedari tadi berada di tangannya.  " Bukankah abang juga sependapat dengan saya ? ", balik Tanya pemuda tersebut.

" Hmmm, jadi menurut kamu agama dan gaya hidup adalah kebutuhan dan harus berjalan seiring dengan kondisi zaman, kira-kira begitu kan maksud kamu", balas tanyaku. "Begitulah kira-kirai ! ", jawabnya.

 " Tetapi menurut kamu agama yang membentuk gaya hidup atau gaya hidup yang membentuk agama sehingga menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia sampai akhir  zaman. ", tanyak balik aku kepadanya.

" Menurut aku agamalah yang membentuk gaya hidup manusia dan bukan sebaliknya ", jawabnya.

" Kalau begitu apa agama manusia pertama yang diciptakan Sang Pencipta, dan bagaimana bentuk gaya hidup manusia pertama itu di zamannya ?", tanyaku.

" Ha...ha..ha.. pertanyaan abang ini aneh, tetapi masuk akal. Apa yach agamanya manusia pertama itu ?, Aku tidak tau Bro, taluk (baca: menyerah) gue. Kira-kira agamanya apa yach menurut abang ? ", Tanya balik pemuda itu penasaran.

" Nggak Ada !", jawab ku spontan. Boro-boro mikirin agama, wong dianya saja baru belajar jadi manusia yang di buang ke bumi ini koq. ", jawabku sambil tersenyum puas.

" Ha..ha..ha.. lagi-lagi jawaban yang aneh tetapi masuk akal. Tetapi saya masih belum mengerti jalan pikiran abang, kenapa abang tiba-tiba menyakan hal seperti itu pada saya ? jadi menurut abang agama, gaya hidup dan kebutuhan itu bagaimana posisinya", balik Tanya pemuda itu.

" Menurut saya pribadi agama itu kebutuhan, dan gaya hidup bukan kebutuhan. Agama itu bukan gaya hidup, tetapi gaya hidup itulah cermin agama. Jadi antara agama dan gaya hidup memiliki hubungan paradox kompleks yang tidak harus saling melemahkan atau menguatkan satu sama lainnya seperti halnya cermin dan bayangannya..... "

Tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk dari HP pemuda itu. Dia pun meminta ijin untuk mengangkatnya dan ternyata panggilan dari istrinya. Berselang beberapa lama, pemuda itu pun berkata

" Aduh maaf bang, saya harus cepat-cepat pulang karena karena kata istri saya, jantung ibu mertua saya kumat, saya ingin sekali membahas ini lebih jauh dengan abang tetapi ada hal yang lebih penting yang harus utamakan. Saya minta nomor abang saja biar nanti suatu saat kita bisa melanjutkan pembicaraan ini, maaf yach bang.. saya pamit dulu ", jawab pemuda itu tergesa-gesa.

 " It,s ok, Bro..! semoga tidak terjadi apa-apa sama ibu mertua kamu..hati-hati di jalan bro !", jawabku sambil memberikan sepucuk kertas bertuliskan nomor hp saya kepadanya.

Tinggallah saya sendiri duduk di pojok taman itu. Tiba-tiba dalam hati kecil ku berkata,  " Tadi tuch, lho ngomong apa sich Mel, ?" Au ah lap jawabku sambil tersenyum sendiri sembari berlalu pulang.

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

Tetapi setelah lama tak pikir-pikir kembali, sepertinya kegelisahan hati saya itu perlu ada jawaban yang pasti. Karena menurut saya jika seseorang yang di bilang manusia, tidak bisa menjelaskan dan mengaplikasikan tentang posisi agama, gaya hidup dan kebutuhan dalam kehidupannya, akan lebih baik jika makhluk itu berhenti jadi manusia. Mungkin terdengar sedikit sarkas, tetapi menurut saya ada benarnya.  Kenapa demikian ?

Lihat saja di sekeliling anda, sudah beragama kah manusia-manusia di sekitarmu ?, Dan yang pasti mereka itu semua memiliki gaya hidup yang berbeda-beda layaknya agama mereka masing-masing. Tetapi dimana kah posisi kedua hal tersebut bagi mereka. Sama pentingkah kedua hal itu dengan sandang dan pangan yang jelas-jelas merupakan kebutuhan pokok setiap manusia.?

Banyak manusia-manusia sok beragama yang ternyata mereka sadar atau tidak sadar telah meletakkan gaya hidup di atas atau dibawah agamanya, atau bahkan menggambungkan kedua hal tersebut menjadi satu kesatuan yang di sebut kebutuhan hidup.

Faktanya banyak, mantan-mantan pecandu, bandar narkoba, penjahat, artis yang terkenal glamour, tiba-tiba menjadi berubah setelah memilih suatu agama tertentu dan merubah gaya hidup mereka sekaligus memenuhi kebutuhan hidup mereka dari menceritakan pengalaman hidup mereka sebelumnya di atas mimbar.

Bahkan menjual gaya hidup mereka yang dulunya glamour menjadi gaya hidup yang baru yang telah berbau suatu agama lewat fashion yang mereka pakai sehingga menjadi trend. Padahal tetap saja glamour..!..(hiks..najis dech !!! ).

Pertanyaannya apakah Agama mengajarkan bergaya hidup seperti itu ?

Selain itu juga ada manusia-manusia beragama yang telah memaksakan gaya hidup etnis lain kedalam agama yang mereka anut dan dengan lantang mengatakan bahwa " inilah gaya hidup agama kami yang benar dan memang begitu adanya" sambil menyelipkan sekotak susu bayi dalam bajunya yang terlihat longgar itu. Sialnya biar nggak ketahuan wajahnya, mereka menutupinya dengan sejenis masker. (ck..ck..ck.. sempurna sudah agamanya dan gaya hidupnya!.)

Yang lebih parah lagi ada manusia-manusia galau yang katanya Beragama juga, padahal masih galau karena terbukti manusia tersebut suka bertukar-tukar keyakinan. Dan lucunya mereka-mereka itu menjadi terkenal di mana-mana karena perpindahan keyakinan mereka. Bahkan ada yang lebih ekstrim, mereka menjadi terkenal karena mencela keyakinan mereka yang di anut sebelumnya kepada komunitasnya yang baru mereka pilih..#J%$#%$#

Pertanyaannya: Dimana posisi agama bagi mereka, sebagai kebutuhan kah yang kemudian merubah gaya hidup mereka atau agama sebagai gaya hidup sehingga merubah kebutuhan mereka atau juga kebutuhan akan gaya hidupkah yang membuat mereka memilih untuk beragama tertentu ?

Tulisan ini memang terlihat tidak penting, tetapi pernah kah saudara memikirkan bahwa dimana anda meletakkan posisi agama anda dalam hidup anda. Dan bagaimana pula juga dengan gaya hidup anda sudah sesuaikah tempatnya atau kedua hal tersebut hanya dijadikan sarana atau kendaraan untuk memenuhi kebutuhan hidup anda yang hakiki..! atau memang menurut anda keduanya tidak saling berhubungan alias berjalan di masing-masing relnya.

Menurut saya pribadi, "Jangan jadikan Agama sebagai Gaya Hidup". Karena gaya hidup setiap manusia itu berbeda-beda, sedangkan agama setiap manusia itu harusnya sama karena Sang Pencipta agama itu sendiri adalah SAMA.Aturan yang di ajarkan dalam setiap agama tentu juga harus sama karena bersumber dari sesuatu yang sama juga yaitu Sang Pembuat Aturan itu. Tapi faktanya kenapa semuanya menjadi tidak beraturan dan bahkan terkesan berbenturan satu sama lain.

Apakah agama yang salahkah atau yang merasa beragama itu ternyata belum mengerti beragama. Karena salah memahami dan mengaplikasikan agama dalam hidupnya sehingga timbul usaha untuk pemaksaan penyeragaman gaya hidup. Hal itulah yang membuat kekacauan terjadi di muka bumi. Akibatnya  muncul pilihan yang paling ekstrim yaitu menjadi Atheis dan menjalankan gaya hidup sesuka hati.

Gaya hidup itu muaranya untuk di ketahui banyak orang, sedangkan agama hanya untuk di yakini secara privat. Gaya hidup itu adalah pilihan hidup, tetapi beragama bukan pilihan karena harusnya tidak ada pilihan. Gaya hidup itu bukan kebutuhan, tetapi beragama adalah kebutuhan.

Jika gaya hiduplah yang dijadikan kebutuhan, maka akan muncul nafsu, ambisi, iri dan dengki sehingga berujung kepada kecemburuan, permusuhan bahkan perpecahan. Begitupun halnya jika agama disandingkan atau sejalan dengan gaya hidup yang muncul akhirnya adalah perpecahan.

Seharusnya dengan beragama, maka akan tertata gaya hidup yang berbeda-beda itu menjadi suatu harmoni yang indah. Bukan sebaliknya, agama berada pada posisi untuk memaksakan suatu bentuk gaya hidup kepada pemeluknya.

Karena pada hakekatnya, kebutuhan setiap manusia itu berbeda-beda layaknya seperti "life style itu sendiri, tetapi tidak semua bentuk kebutuhan dan pola "life style" yang ada di muka bumi dan sesuai dengan zamannya itu, di butuhkan dalam menjalankan hidup di dunia yang sekejap ini.. Kesannya maksa sich, tetapi semua itu terpulang kepada diri anda masing-masing.

Akhirnya saya sangat mengharapkan pencerahan dari para pembaca, semoga bisa menjawab kegalauan hati saya pribadi dan teman saya tadi dalam illustrasi di atas.

Thank's 4 all !!!

Allah Bless U R

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun