Konten porno bisa saja diperkenalkan oleh teman.Â
Ini pengalaman saya, saat itu saya masih duduk dibangku kelas 5 SD, tahun 2007. Selesai sekolah, ada jeda waktu sekitar 30 menit sampai kegiatan ekstrakurikuler dimulai. Anak-anak perempuan berkumpul untuk bermain bersama, kadang hanya untuk ngobrol.Â
Tapi suatu hari, seorang teman perempuan saya membuka pembicaraan tentang konten "biru" ini. Yah, saat itu saya tidak begitu paham, jadi saya juga tidak begitu ingat apa persisnya. Yang jelas, setelah pulang saya menceritakan hal itu pada mama saya.Â
Lalu, mama saya menasehati saya dengan tegas, "Jangan ingin tahu dan mencoba. Itu adalah hal yang tidak pantas untuk anak-anak." Mama saya menjelaskan alasan kenapa anak-anak dilarang untuk mengkonsumsi konten biru.
Meminimalisir pergaulan di luar, kita dapat meminimalisir paparan yang tidak dapat kita kendalikan.
Ketiga, pengawasan dan pengaturan aktivitas dalam rumah. Di rumah, kita bisa memasang parenting control pada gawai yang digunakan anak kita—laptop dan hp.Â
Cukup berikan gim dan video luring pada anak dan batasi akses daring. Kalau punya uang lebih, bisa membeli gawai-gawai yang didesain khusus untuk anak-anak.
Anak memiliki kemungkinan terpapar konten porno lebih tinggi di waktu luangnya, sehingga akan lebih baik bila waktu luang bisa digunakan untuk kegiatan yang positif, misalnya menggali hobi musik atau mengikuti les bahasa.
Keempat, yang paling penting, memberikan pengertian dan edukasi pada anak sesuai umurnya, agar anak tidak memiliki mental "biru".Â