Mohon tunggu...
Melina
Melina Mohon Tunggu... Lainnya - Teknisi Pangan

Menulis untuk sharing, karena sharing is caring.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lindungi Anak dari Konten "Biru", Kebebasan yang Tabu

13 April 2022   16:05 Diperbarui: 14 April 2022   05:16 2006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover novel dengan rating 19+ disensor dan tidak dapat diakses bila pemilik belum cukup umur (dilingkari warna merah). Sumber: wheretokim.com.

Bentuk-bentuk konten "biru" pun beragam, bisa berupa video/animasi, foto, gambar 2D/kartun, gim, dan karya tulis novel. 

Di Indonesia, konten pornografi daring masih mudah ditemukan, sehingga tak dapat dipungkiri adanya kemungkinan anak-anak dan saudara/i kita yang masih belum cukup umur tidak sengaja mengakses konten "biru" tersebut.

Sebenarnya perihal konten "biru" ini tidak hadir lewat permainan daring saja. Tidak menutup kemungkinan bahwa konten ini dibagikan secara luring oleh teman sepermainan.

Hal buruk tentang sensor. Sumber: via architecturecompetitions.com
Hal buruk tentang sensor. Sumber: via architecturecompetitions.com

Jadi, bagaimana cara kita melindungi anak-anak dari konten "biru" ini? 

Dalam hal ini, mulai dari orang tua hingga pemerintah punya peranan.

Perlindungan anak mulai dari lingkungan terdekat

Anak adalah selembar kertas putih yang digambar oleh orang tuanya.

Pertama, rasa ingin tahu anak pada hal-hal dewasa dan seksualitas bisa saja berasal dari orang tuanya. 

Pada dasarnya, memiliki orang tua yang mesra dan keluarga yang harmonis adalah bentuk keluarga yang ideal. Akan tetapi, kemesraan orang tua ini akan ditiru oleh anak. Contohnya: tingkah anak SD bermain sebagai ibu dan ayah.

Bila orang tua terlalu mesra, seperti sering pergi hanya berdua dan melakukan public display of affection terlalu sering di depan anak. Anak secara tidak sadar akan merasa iri atau diasingkan, mendorong anak untuk menjadi lebih cepat dewasa dan ingin melakukan hal yang sama dengan orang tuanya, alias mencari pacar untuk memperoleh kasih sayang tambahan.

Jangan sampai alih-alih menjaga keharmonisan, anak malah salah meniru. Hal-hal yang seperti ini rasanya sepele, tapi "rasa ingin tahu dan mencoba" adalah suatu pisau bermata dua. 

Kedua, mengawasi aktivitas dan pergaulan anak di luar rumah dan mendekatkan anak pada keluarga. 

Sebisa mungkin ciptakan kondisi keluarga yang nyaman, sehingga membuat anak lebih betah di rumah. Ajak dan biasakan anak untuk menceritakan aktivitasnya di luar rumah. Dengan begitu, kita dapat memantau pergaulan si anak (remaja juga). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun