Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dan olahraga. Menghargai perbedaan dan tertarik akan keanekaragaman dunia

Penulis buku, The Purple Ribbon. Buku tentang kelainan neurologis akibat cacat kongenital tengkorak, diterbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia, 2024.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

My Little "Bucket List" di Tahun 2024

31 Desember 2024   06:05 Diperbarui: 31 Desember 2024   10:09 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di kafe Pusat Rehabilitasi Saraf Hohenurach (dokumentasi pribadi)

Film adalah salah satu bagian dari adaptasi literatur, menggambarkan kehidupan sosial-masyarakat yang bisa menyampaikan berbagai pesan. 

Ada banyak film tentang kehidupan yang diangkat dari kisah nyata dan ada pula yang merupakan hasil imajinasi. 

Sering kita melihat film yang seru dan berakhir manis. Happy End! Film yang membuat kita ingin masuk ke dalamnya. 

Sebut saja adegan pengeran tampan nan baik hati yang membuka pintu kereta bagi sang putri atau adegan seorang lelaki berlari ke landasan pacu pesawat untuk menyetop pesawat yang akan tinggal-landas karena dia ingin memenangkan cinta dari gadis pujaan hatinya, kemudian si gadis yang tadinya ragu akan cinta lelaki itu, akan keluar perlahan-lahan dari pintu pesawat, kemudian adegan akan ditutup dengan ciuman mesra dimana si gadis akan mengangkat satu kakinya.

Ya...itu di adegan yang sering tampil di film-film romantis. Apakah dalam kehidupan kita sering berlaku juga cerita seperti di film-film?

"Ceritaku 2024 seperti di Film-Film" menjadi Topik Pilihan redaksi Kompasiana untuk menutup akhir tahun 2024.

Menurutku, ini sangat menarik sebagai hiburan dan ajakan untuk merenung atas apa yang telah terjadi sepanjang tahun ini. 

Aku kemudian memutar kaleidoskop ceritaku sepanjang tahun 2024. Jika ibarat di film-film, film apa yang "gue banget nih..." atau "hampir seperti cerita gue nih...".

Ceritaku ini bukan cerita romantis seperti yang aku contohkan di atas, tapi tentang waktu dan keinginan yang ingin dilakukan jika sembuh. 

"The Bucket List" adalah salah satu judul film Hollywood yang dibintangi oleh Jack Nicholson dan Morgan Freeman yang pernah kutonton. 

Film
Film "The Bucket List" (Sumber: Tvinsider.com) 

Film ini mengisahkan tentang dua orang asing, seorang miliarder kulit putih Edward Cole dan seorang montir kulit hitam, Carter Chambers yang pernah ingin menjadi dosen sejarah, tapi akhirnya tidak bisa melanjutkan kuliahnya karena faktor ekonomi dan keluarga.

Kedua pria yang jauh berbeda dalam strata sosial itu karena nasib, sakit yang tidak bisa dielakkan berada di ruangan yang sama di rumah sakit. 

Keduanya harus menjalani pengobatan kanker (operasi dan kemoterapi). Meskipun berbeda latar-belakang akhirnya karena takdir mempertemukan mereka dan pada akhirnya membawa mereka ke tingkat persahabatan abadi. Film ini bikin mewek. 

Adegan di rumah sakit Film
Adegan di rumah sakit Film "The Bucket List" (Sumber: Warnerbros.com) 

Dokter memvonis bahwa mereka hanya mempunyai waktu enam sampai dua belas bulan untuk hidup. 

Setelah mengetahui hal itu, Carter si montir mulai membuat daftar hal-hal yang ingin dia lakukan dalam sisa hidupnya, yang disebut "The Bucket List", istilah filsafat yang dipelajari saat dia kuliah dulu, yang mengacu pada daftar keinginan semasa hidup sebelum "Kick the Bucket" atau mati.

Edward si miliarder yang seruangan dengan dia mendapati daftar tersebut kemudian mengolok-oloknya, tapi akhirnya dia menyukai gagasan itu kemudian mereka berdua menyusun daftar bersama yang ingin mereka lakukan bersama-sama di sisa hidup mereka, misalnya melompat dengan parasut, mengendarai Shelby Mustang, melihat piramida dan Taj Mahal, mengalami sesuatu yang 'Megah' (ke Mount Everest), melakukan sesuatu yang baik untuk orang asing (orang yang tidak mereka kenal), tertawa sampai menangis, dan keinginan-keinginan lainnya.

Di dalam melakukan daftar keinginan tersebut, mereka berdua menjadi saling mengenal dan persahabatan itu membawa mereka untuk lebih mengenal diri mereka sendiri, terlebih mereka bisa menemukan hal yang paling penting dalam hidup: cinta!

Film ini disamping istimewa karena menyebut tentang "Kopi Luwak" dari Indonesia yang menjadi minuman favorit si miliarder, Edward, juga sangat-sangat menyentuh karena tentang mendapati makna hidup hanya dalam beberapa bulan, sisa waktu yang masih Tuhan berikan kepada mereka. 

Kopi luwak dalam film
Kopi luwak dalam film "The Bucket List" (dokumen pribadi: difoto dari tayangan Amazon prime) 

Aku mempunyai pengalaman yang hampir sama dengan Edward dan Carter. Pengalaman saat sakit yang membawaku untuk lebih menyadari akan berharganya waktu atau kesempatan untuk hidup dan beraktivitas secara normal. 

Dokter tidak memvonis hidupku dalam jangka waktu tertentu, tapi atas anugerah Yang Maha Kuasa lewat tangan-tangan para medis yang melakukan operasi padaku, membuatku terlepas dari proses kelumpuhan akibat kelainan neurologis akibat cacat kongenital tengkorak. 

Kata 'sehat' akan lebih dihargai di kala sakit. 

Di tahun 2024 ini, aku berhasil melakukan beberapa hal yang ada dalam Bucket-List-ku. Hal-hal yang aku janjikan pada diriku sendiri untuk kulakukan saat aku sudah cukup sehat kembali, misalnya meluangkan waktu lebih untuk menulis, berusaha bisa kembali melakukan aktivitas di alam, dan beberapa hal lagi.

Seperti Edward dan Carter yang bisa pergi mengunjungi piramida dan Taj Mahal, aku berhasil memenuhi janji pada diriku sendiri untuk menyusun buku tentang kelainan neurologis yang aku derita. 

Rasa bahagia tercipta karena dari derita sakit yang aku alami, aku bisa berbagi lewat buku tentang informasi dan referensi juga memberi motivasi bagi penderita penyakit saraf. Seperti dalam pepatah Inggris "Every cloud has a silver lining" yang berarti "Ada makna dibalik setiap mendung". 

Hal berikut yang bisa kulakukan adalah melakukan aktivitas di alam. Aku sangat mencintai alam. Aku berjanji pada diriku untuk berlatih keras supaya bisa beraktivitas dan melakukan hobiku kembali. 

Pada bulan Juni di pegunungan Alpen, tepatnya di Oberstdorf, aku berhasil mendaki dari stasiun terakhir ke puncaknya. 

Di puncak Oberstdorf (dokumen pribadi) 
Di puncak Oberstdorf (dokumen pribadi) 

Disamping mencintai alam, aku juga yang sangat mencintai olahraga. Salah satu mimpiku adalah menonton olimpiade. Kebetulan olimpiade tahun ini diselenggarakan di Perancis yang bertetangga dengan Jerman, maka di bulan Agustus kemarin, di tengah cuaca yang sangat panas di Paris, meski agak memaksakan diri, tapi aku bisa berada di sana.

Masih ada beberapa kegiatan dalam "Daftar Keinginan" yang ingin aku lakukan, seperti snorkeling di Raja Ampat, bisa bermain basket kembali, menyelenggarakan seminar tentang penyakit saraf otak, dan beberapa hal lainnya yang tidak perlu disebutkan satu-persatu. Semoga hal-hal ini bisa diwujudkan dalam beberapa waktu ke depan. 

Sederhananya, aku sangat-sangat bersyukur atas kesembuhan dan ingin lebih memaknai waktu yang kuperoleh. 

"The Bucket List" hanyalah salah satu bentuk ekspresi dari keinginan yang masih ada, tapi ada hal yang sangat aku rasakan dan renungkan bahwa waktu yang kita miliki berarti "kehidupan". Kehidupan yang mutlak dan murni.

Apa artinya?

Memahami keterbatasan hidup. Setiap dari kita memiliki waktu tertentu di bumi ini. Kita sering mendengar frasa "waktu adalah uang" yang memberi arti bahwa waktu sangat berharga. 

Meskipun ada kata 'uang', tapi waktu tidak bisa dimanipulasi, misalnya dengan menyimpan atau membekukannya di bank. 

Kita hanya bisa menjalani waktu, mengalaminya, yang lambat laun akan tinggal sebagai kenangan, sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan. 

Orang bijak mengatakan "bukan berapa banyak hari dalam kehidupan, tapi berapa berartinya kehidupan dalam hari-hari". 

Seperti yang dialami oleh Edward dan Carter, mereka bisa melihat dan mempelajari lebih banyak hal dalam persahabatan mereka meski hanya dalam beberapa bulan di akhir sisa hidup mereka. 

Begitu juga makna cinta! 

Ya, Carter mendapatkan kembali cintanya yang dalam pernikahan, yang tadinya hambar. Edward yang selalu bisa membeli segalanya dengan uang, tapi tidak dengan cinta, tapi akhirnya bisa merasakan arti cinta dari seorang "malaikat" putri cilik, cucunya.

Waktu adalah misteri kehidupan yang tidak akan kembali lagi. Kehidupan manusia bagaikan hembusan napas saja. 

Jika masih ada waktu yang Tuhan anugerahkan kepada kita maka carilah hikmat dengan menyusun "The Bucket List" dan melakukannya, hal-hal yang membawa rasa damai dan bahagia bagi diri kita sendiri dan bermanfaat bagi orang lain.

Selamat memasuki tahun 2025. Sehat dan sejahtera bagi kita semua.

Salam hangat,

Meike Juliana Matthes

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun