Agnes Kuebler (Penasihat tentang topik rasisme dan antisemitisme Gereja Evangelis negara bagian Baden-Wuerttemberg) berbicara tentang banyak hal mengenai perpolitikan di Jerman, tentang sikap politik di Jerman, misalnya ekstremis sayap kanan telah meningkat tajam dan bergerak lebih jauh ke pusat, sebagian dari pusat menjauhkan diri dari demokrasi, sebagian menjadi radikal, sikap misantropik meningkat, manajemen krisis berjalan seiring dengan sikap yang membahayakan demokrasi.
Bagi saya sendiri hal ini sangat-sangat menarik karena bisa belajar tentang politik di Jerman lewat penjelasan langsung dari pakarnya.
Setelah pemaparan materi disusul dengan makan siang yang disiapkan oleh PERKI Stuttgart (Komunitas Kristen Oikumene Indonesia di Stuttgart). Â
Di atas meja terhidang sup jagung, rendang, sate ayam bumbu kacang, bihun goreng, sayur cap-cae, dan tentu saja nasi. Hidangan prasmanan ini disambut dengan sangat gembira oleh seluruh peserta dari berbagai negara, apalagi banyak dari mereka yang sudah pernah di berkunjung atau tinggal di Indonesia. Lauk-pauk ini menjawab doa dan kerinduan mereka atas negeri kita.
Setelah acara makan siang selesai, acara dilanjutkan dengan diskusi mengenai tanggapan atau reaksi yang tepat bagi populisme sayap kanan saat ini, pesan populisme sayap kanan apa yang dapat direfleksikan oleh gereja (refleksi kritis bagi diri sendiri), dan apa yang harus dilakukan dalam misi kepelayanan, termasuk pertanyaan-pertanyaan lain yang sedang berlangsung di antara gereja-gereja mengenai sayap kanan.
Tema sayap kanan ini adalah sangat sentitiv yang tidak mudah untuk dijawab secara gamblang.
Dalam diskusi itu, saya berpendapat bahwa sayap kanan itu muncul akibat ada rasa ketidakadilan yang terkoyak.Â
Rev. Wolfgang Marquadt yang satu kelompok dengan saya, menjelaskan disinilah peran gereja dibutuhkan, gereja tidak bisa tinggal diam dan menjadi penonton, tapi tetapi aktiv dalam melakukan komunikasi dengan berbagai pihak meskipun hal tersebut sangat sulit karena tidak mudah mempertemukan dua atau beberapa pihak yang berseberangan pandangan untuk duduk bersama dalam satu meja, sambil mencontohkan pengalamannya dalam sebagai pendeta di komunitas gereja Gaisburg dalam menginisiasi diskusi dengan kelompok-kelompok yang berbeda pandangan tersebut.