Mohon tunggu...
Lilin
Lilin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan

Perempuan penyuka sepi ini mulai senang membaca dan menulis semenjak pertama kali mengenal A,I,u,e,o

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ke Dalam Memorimu

20 April 2022   11:17 Diperbarui: 20 April 2022   11:25 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tunggu di sini," 

Aku berdiri dan mengambil sapu ijuk panjang yang tergeletak di sampingnya. Kutinggalkan bocah 2 tahun itu terduduk di trotoar, lalu bergegas menyapu. Jalanan yang mulai sepi siang ini membuatku ingin segera menyelesaikan pekerjaan. Angan-angan untuk sampai ke rumah dan membeli beras dengan uang yang ada di saku celana begitu membuat rasa tidak sabaran.

Ya. Uang pemberian seseorang sebagai wujud terima kasih, karena telah meminta sebagian air minum yang kubawa untuk mengisi air radiator mobilnya yang kering. Uang itu kusimpan baik-baik. 

Cuaca yang terik dan hari libur membuat jalanan terlihat lengang. Mobil yang lewat juga tampak satu-satu. Mungkin hanya kami yang masih bersahabat dengan jalanan di musim kemarau, aku dan Sari anakku. Tidak ada satu pun ibu yang ingin membawa anaknya bekerja di jalananan, bahkan tidak di kantor yang ber-Ac. Hanya keterpaksaan melakukannya. Sementara Danang sudah cukup kerepotan menjaga Rara di rumah setelah pulang sekolah. Sehari setelah Bapaknya pergi bersama perempuan lain.

Meskipun tidak memiliki pekerjaan tetap, namun lelaki itu cukup jago menggaet perempuan-perempuan muda yang bisa memberikan kenyamanan, khusus untuk dirinya sendiri.

Bagi sebagian anak setelah pulang sekolah biasanya waktu dihabiskan untuk bermain-main dengan teman. Namun tidak bagi putraku, dia harus bergegas pulang karena aku harus segera berangkat kerja dengan membawa Sari. Untunglah Kepala Pimpinan di tempatku bekerja berbesar hati memberikan pekerjaan hanya dengan satu shift saja. Sehingga waktu tidak menjadi masalah bagi kami. 

Rasa sakit di perut membuatku menghentikan pekerjaan. Rasa lapar tidak hanya dirasakan oleh Sari, tetapi juga olehku. Sarapan tadi pagi, Nasi Goreng Terasi sisa nasi kemarin tidak sampai mampir ke perutku. Untuk tiga anak saja sudah lebih dari cukup, setidaknya hilang rasa khawatir Danang dan Rara akan kelaparan saat kutinggalkan seharian. 

Aku menarik napas panjang, lalu mengelap keringat di dahi dengan ujung jilbab hitam yang kukenakan.

"Ayo, Sri. Jangan manja," gumamku. 

Kuarahkan pandangan ke wajah Sari. Bocah itu sedang asyik mencoret-coret buku gambar dengan crayon yang dibawanya dari rumah. 

Suara lirih ternyata membuatnya melihat ke arahku. Senyum tersungging di bibir mungilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun