Leily Rusdian, sekretaris di Telkom Institute of Thecnology, mengonfirmasi hal itu, yakni "cabai memberikan kehangatan, panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur)".[5]Â
Kemudian hari bumbu dapur yang bernama rica sebagai makanan orang gunung menyebar ke pesisir pantai seperti Manado, Amurang, dan Belang karena hubungan perdagangan. Begitu juga dengan ikan laut menjadi makan orang gunung.Â
Pertukaran dan perpaduan bumbu dan ikan ini terjadi sekitar abad ke-19, sedangkan indikasinya terjadi pada sekitar abad ke-20. Inilah juga asal usul ikan bakar garo rica.[6] Baik ikan laut maupun ikan ekstrim seperti Kawok (tikus hutan ekor putih), ular piton, paniki (kelelawar) anjing (RW= Rente Wuuk), Babi hutan dll, semuanya berbau amis, terlebih ikan laut.Â
Sehingga orang Minahasa di pedalaman lebih suka makan dengan bumbu yang pedas dari cabai. Hal itu karena, bau amis itu dapat dinetralisir oleh rasa pedas pada cabai. Hal ini ditegaskan oleh Bernadeth Ratulangi, pakar kuliner Minahasa dalam Tempo Politik Cabai bahwa "semua hewan harus dimasak dengan cabai yang banyak untuk menghilangkan aroma tanah dan hutan (bau amis)".[7]
 Pergeseran makna rica dari aspek politik religi menuju aspek budaya menjadi point penting dalam tulisan ini. Makna rica sebagai buah atau lebih tepatnya sebagai bumbu dapur yang dipaduhkan dengan berbagai rempah-rempah mengandung makna budaya bagi suku Minahasa. Ternyata hal itu disebabkan oleh berbagai macam alasan.Â
Mulai dari alasan historis peradaban rica di tanah ToarLumimuut yang telah berabad-abad, dan mendapat tempat di hati orang Minahasa. Sampai dengan alasan iklim, karena daerah Minahasa waktu itu sangant sejuk bagi orang di pedalaman/pegunungan, sehingga pedas dari rica memicu panas, yang disukai.Â
Kemudian alasan barter (tukar menukar hasil tani dan hasil laut) antara rica dan ikan laut, antara orang gunung Minahasa dan orang pesisir pantai Minahasa. Kemudian alasan selara (cita rasa) lidah orang Minahasa demi menghilangkan bau amis pada masakan ikan dan daging. Sampai akhirnya menjadi kekhasan dari bumbu masakan makanan Minahasa.Â
Orang Minahasa akan merasa kurang kalau makanannya tidak dicampur atau pakai rica. "Ciri khas makanan Manado/Minahasa yang sudah dikenal baik secara nasional maupun internasional adalah pedasnya".[8]
Rica sebagai Bumbu Dapur Pokok pada Makanan Suku Minahasa
Orang Minahasa mesti berterima kasih kepada suku Indian di Amerika yang telah membudidayakan rica berabad-abad yang silam. Sehingga rica menjadi bumbu dapur pokok pada makanan suku Minahasa.Â
Ini merupakan kekhasan yang tetap dipertahankan sampai sekarang oleh orang Minahasa. "Pedasnya makanan Manado/Minahasa sudah bukan rahasia lagi...." Ujar Jelly A. Walangsendow dalam buku 101 Kuliner Manado.[1] Keunikan makanan Minahasa karena rica ini membuat penduduk Sulawesi Utara setiap bulan menghabiskan 200-800 ton rica.