Mohon tunggu...
Meibivis Xaverius
Meibivis Xaverius Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Filsafat Sekolah Tinggi Seminari, Pineleng.

"Non Scholae Sed Vitae Discimus". Seneca (Seorang Filsuf dan Pujangga Romawi)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pergeseran Makna "Rica" dari Aspek Politik dan Religius Menuju Aspek Budaya pada Makanan Suku Minahasa

8 September 2019   09:40 Diperbarui: 8 September 2019   09:53 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cabai atau rica (bahasa Manado), Chili (bahasa Inggris) termasuk dalam genus Capsicum adalah buah (tergolong bumbu dapur) yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa pedas.

[1] Menurut dr. Sungadi Santoso, seorang dokter akupunturis dan narasumber SB30 Health "rasa pedas pada cabai disebabkan oleh Capsaecin".

[2] Rica bagi etnis Minahasa sebagai suku terbesar di Provinsi Sulawesi Utara merupakan penyedap pada makanan yang mesti ada dalam setiap masakan. "Rica itu sama pentingnya dengan garam" kata Jenny Karouw, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Utara.

[3] Padahal Rica bukanlah tanaman asli Sulawesi Utara bahkan Indonesia. Rica merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko sejak tahun 7800 SM.[4] Inilah yang menjadi persoalannya yang sekaligus menjadi titik tolak penulisan artikel ini. 

Pertanyaan mendasarnya ialah apa yang menyebabkan rica sampai ke Indonesia khususnya Minahasa etnis? Kemudian mengapa rica menjadi bumbu dapur khas pada makanan suku Minahasa? 

Sejarah Penyebaran Rica sampai ke Indonesia khususnya Suku Minahasa

 Rica sebagai bumbu dapur yang bukan berasal dari Indonesia khususnya etnis Minahasa sebenarnya berasal dari Meksiko seperti yang dilaporkan oleh Tempo (Hamid: 2015, 133.) Penyebaran rica rupanya telah terjadi berabad-abad lalu sebelum masehi. 

Rica mulai ditanam oleh orang Meksiko yang sebelumnya merupakan tanaman liar. Rupanya rica telah menyebar di benua Amerika. Penyebaran ini dibuat oleh suku Indian, orang asli di Amerika.

[5] Hal itu terbukti karena, Christoper Colombus yang menemukan benua Amerika atas ekspedisi yang dibuat oleh bangsa Spanyol ternyata membawa rica dari Amerika ke Spanyol dan di tanam di sana pada tahun 1493.

[6] Ini merupakan bentangan  peradaban yang sangat jauh, antara bangsa di benua Amerika yang telah mengenal rica sejak tahun 7800 SM dengan bangsa di benua Eropa yang baru mengenal rica sejak abad ke-15 M.

 Rica sejak dibawa oleh Colombus ke Spanyol dibudidayakan di biara-biara di Spanyol, demikian juga di negara Portugis (they first were grown in the monastery gardens of Spain and Portugal).

[7] Cabai dengan rasa pedasnya dipakai oleh bangsa Eropa untuk menggantikan kepedasan dari lada hitam. Hal itu karena, lada hitam sangat mahal dan menjadi alat tukar di sejumlah negara pada waktu itu (sistem barter). 

Besar harapan para biarawan agar kelak tanaman cabai bisa mendapatkan tanah yang subur dan berkembang sebagai pengganti lada hitam. 

Bangsa Eropa sendiri bergantung pada penguasa di Maluku Utara dalam mendapatkan lada hitam. Rica yang hanya dibudidayakan di gereja di benua Eropa kelak akan menyebar ke daerah-daerah lain sampai ke tanah ToarLumimuut, suku Minahasa.

Aspek Politik Religius Penyebaran Rica

Penyebaran rica terus berlanjut dari tangan benua Eropa menuju ke benua Asia. Hal itu terjadi atas dasar dua alasan pada tahun 1563. Alasan pertama karena perdagangan rempah-rempah termasuk bumbu dapur oleh bangsa Portugis menyebar sampai ke Maluku tepatnya Ternate. 

Namun sebenarnya yang diincar oleh bangsa Portugis sampai ke Sulawesi Utara ialah kekuasaan. Alasan kedua karena Ternate hendak mengislamkan Sulawesi Utara sehingga bangsa Portugis dengan kecanggihan kapalnya lebih dulu menguasai Sulawesi Utara.[1]

 Bangsa Portugis mendengar bahwa Sultan Khairun dari Ternate bermaksud menguasai Sulawesi Utara dan mengIslamkan penduduknya, dengan mengirim anaknya Babullah sehingga pada tahun 1563 bangsa Portugis segera mendahului rencana Sultan itu. 

Kecanggihan kapal mereka membuat mereka segera tiba di Sulawesi Utara lebih cepat. Kapal yang mereka gunakan ialah dua kapal Kora-kora, seperti yang ditulis oleh Dr. Th. Van den End dalam buku Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia.

[2] Menurut sejarawan dan budayawan Minahasa Fendy E.W. Parengkuan, dalam kapal Portugis itu diikutsertakan juga Pater Magel Haes, yang kemudian membaptis raja Manado dan rakyatnya (Hamid: 2015, 126.). 

Namun bukan kedatangan Portugis sebenarnya yang membawa rica ke Indonesia khususnya etnis Minahasa di Sulawesi Utara, melainkan bangsa Spanyol. Bangsa Portugis hanya membawa tomat pada saat itu.

[3] Bangsa Spanyol dan Portugis terikat oleh perjanjian Zaragosa, dengan isi perjanjian, yakni Maluku menjadi hak Portugis dan Filipina menjadi hak Spanyol. Oleh karena perjanjian itu, sehingga bangsa Spanyol yang menguasai Filipina masuk ke Sulawesi Utara pada tahun 1570. Bangsa Spanyol membaptis orang-orang di wilayah yang berbeda dengan Portugis yang telah lebih dulu datang di Sulawesi Utara. 

Namun yang berhasil masuk sampai ke pedalaman etnis Minahasa ialah bangsa Spanyol, karena mereka lebih intensif, kata Fendy (Hamid: 2015, 126.). Saat itulah mereka memperkenalkan rica pada orang Minahasa. 

Rupanya di balik penyebaran rica yang nampak dalam segi historis terdapat dua aspek, yakni aspek politik dan aspek religius. Kedua aspek ini turut mewarnai penyebaran rica sampai di Asia khususnya di negara Indonesia, provinsi Sulawesi, etnis Minahasa. 

Hal ini dipertegas oleh Sadika Hamid dan tim Tempo dalam artikel Politik Cabai bahwa "kehadiran makanan pedas (cabai/rica) ini berkaitan dengan perebutan kekuasaan dan penyebaran agama di sana (Minahasa) beberapa abad silam".

[4] Meski demikian, cabai rupanya mendapat perhatian dan mendapat tempat di lidah orang Minahasa. Hal itu bisa dibuktikan dari makanan khas etnis Minahasa yang senantiasa memakai rica sebagai bumbu dapur pokok dalam setiap makanan. 

Kepala Bidang Perdagangan dalam Negeri, Johanis Wajong, berpendapat bahwa "kalau tak makan rica tak kenyang" (Hamid: 2015, 126.). Hal ini menunjukan bahwa rica dari aspek politik religus menuju ke aspek budaya.  

Aspek Budaya Penggunaan Rica pada Makanan Suku Minahasa

Belanda masuk ke Indonesia 22 Juni 1596.[1] Belanda kemudian bergabung dengan Ternate menguasai Maluku dan Sulawesi Utara pada 1644. VOC[2] (Vereenigde Oostindische Compagnie) Belanda berhasil mengusir bangsa Spanyol kembali ke Filipina, sehingga orang Katolik menjadi orang Kristen Protestan agama yang dibawa oleh Belanda. 

Rupanya sejarah terus berlanjut, bangsa Spanyol meninggalkan Sulawesi Utara, namun satu yang tetap tinggal di Sulawesi Utara, pada etnis Minahasa, yakni rica.[3] Hal ini sebenarnya menunjukan nilai budaya dari rica. Hal itu karena, rica kemudian menjadi bumbu dapur yang khas pada setiap makanan suku Minahasa.

 Pertanyaan mengapa rica menjadi bumbu dapur khas pada makanan suku Minahasa? Mulai menemukan jawabannya pada bagian ini, dengan melihat bahwa ternyata meski Spanyol telah meninggalkan daerah Minahasa, namun rica tetap tinggal di daerah itu. 

Setelah peradaban yang panjang dengan masa penjajahan Belanda kemudian Jepang, sampai akhirnya merdeka, rica tetap ada dan digunakan oleh orang Minahasa. Tetapi sesungguhnya suku Minahasa menyukai rica bukan karena sudah berabad-abad lamanya rica menemani lidah orang Minahasa dalam makanan. 

Sebenarnya karena pada waktu-waktu itu, daerah Minahasa sangat dingin apa lagi bagi masyarakat yang tinggal di gunung. Sehingga rica yang pedas membuat panas itu disukai oleh masayarakat.[4] Apa lagi ketika digabungkan dengan rempah-rempah lain seperti cengkeh, pala, dan jahe, serta bawang merah, serai, balakama (kemangi), daun kunyit, dan daun lemon (daun jeruk) (Hamid: 2015, 127.). 

Leily Rusdian, sekretaris di Telkom Institute of Thecnology, mengonfirmasi hal itu, yakni "cabai memberikan kehangatan, panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur)".[5] 

Kemudian hari bumbu dapur yang bernama rica sebagai makanan orang gunung menyebar ke pesisir pantai seperti Manado, Amurang, dan Belang karena hubungan perdagangan. Begitu juga dengan ikan laut menjadi makan orang gunung. 

Pertukaran dan perpaduan bumbu dan ikan ini terjadi sekitar abad ke-19, sedangkan indikasinya terjadi pada sekitar abad ke-20. Inilah juga asal usul ikan bakar garo rica.[6] Baik ikan laut maupun ikan ekstrim seperti Kawok (tikus hutan ekor putih), ular piton, paniki (kelelawar) anjing (RW= Rente Wuuk), Babi hutan dll, semuanya berbau amis, terlebih ikan laut. 

Sehingga orang Minahasa di pedalaman lebih suka makan dengan bumbu yang pedas dari cabai. Hal itu karena, bau amis itu dapat dinetralisir oleh rasa pedas pada cabai. Hal ini ditegaskan oleh Bernadeth Ratulangi, pakar kuliner Minahasa dalam Tempo Politik Cabai bahwa "semua hewan harus dimasak dengan cabai yang banyak untuk menghilangkan aroma tanah dan hutan (bau amis)".[7]

 Pergeseran makna rica dari aspek politik religi menuju aspek budaya menjadi point penting dalam tulisan ini. Makna rica sebagai buah atau lebih tepatnya sebagai bumbu dapur yang dipaduhkan dengan berbagai rempah-rempah mengandung makna budaya bagi suku Minahasa. Ternyata hal itu disebabkan oleh berbagai macam alasan. 

Mulai dari alasan historis peradaban rica di tanah ToarLumimuut yang telah berabad-abad, dan mendapat tempat di hati orang Minahasa. Sampai dengan alasan iklim, karena daerah Minahasa waktu itu sangant sejuk bagi orang di pedalaman/pegunungan, sehingga pedas dari rica memicu panas, yang disukai. 

Kemudian alasan barter (tukar menukar hasil tani dan hasil laut) antara rica dan ikan laut, antara orang gunung Minahasa dan orang pesisir pantai Minahasa. Kemudian alasan selara (cita rasa) lidah orang Minahasa demi menghilangkan bau amis pada masakan ikan dan daging. Sampai akhirnya menjadi kekhasan dari bumbu masakan makanan Minahasa. 

Orang Minahasa akan merasa kurang kalau makanannya tidak dicampur atau pakai rica. "Ciri khas makanan Manado/Minahasa yang sudah dikenal baik secara nasional maupun internasional adalah pedasnya".[8]

Rica sebagai Bumbu Dapur Pokok pada Makanan Suku Minahasa

Orang Minahasa mesti berterima kasih kepada suku Indian di Amerika yang telah membudidayakan rica berabad-abad yang silam. Sehingga rica menjadi bumbu dapur pokok pada makanan suku Minahasa. 

Ini merupakan kekhasan yang tetap dipertahankan sampai sekarang oleh orang Minahasa. "Pedasnya makanan Manado/Minahasa sudah bukan rahasia lagi...." Ujar Jelly A. Walangsendow dalam buku 101 Kuliner Manado.[1] Keunikan makanan Minahasa karena rica ini membuat penduduk Sulawesi Utara setiap bulan menghabiskan 200-800 ton rica.

[2] Suatu jumlah yang sangat besar bagi penduduk Minahasa yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Minahasa tahun 2017 penduduk Minahasa berjumlah 335.321 jiwa.

[3] Jika dihitung per satu orang per hari, maka satu orang diperkirakan menghabiskan 15 gram rica. Dari laporan Tempo jumlah rica sebanyak itu dipasok oleh 30.000 petani rica. 

Tentu saja petani-petani itu datang dari berbagai daerah termasuk Gorontalo dan Jawa. Hal itu karena keterbatasan lahan, sehingga rica harus didatangkan dari luar Minahasa. 

Pada Peringatan Hari Pangan Sedunia 2008 Panitian HPS KWI melaporkan bahwa penduduk Indonesia tahun 2008 sebesar 220 juta Jiwa dan terus berkembang. Sementara proyeksi laju pemenuhan kebutuhan pangan berkaitan dengan berkurangnya lahan pertanian dan naiknya jumlah penduduk.[4]

Data-data di atas membuktikan bahwa rica menjadi satu bumbu dapur pokok yang banyak dikonsumsi oleh orang Minahasa, sampai-sampai perlu diimpor dari daerah di luar Minahasa. Ternyata di daerah-daerah lain di Indonesia selain Minahasa juga bertani rica. 

Ini merupakan aspek ekonomis. Tapi lepas dari itu semua rica tetap menjadi bumbu yang tidak boleh tidak harus ada pada setia makanan orang Minahasa. Dari makanan orang mengenal asal seseorang. 

Biasanya makanan yang manis identic dengan orang Jawa, mungkin karena kecap bangonya yang terkenal. Begitu juga makanan yang pedas identik dengan makanan Minahasa/Manado.[5] Hal itu karena penggunaan rica yang sering banyak pada setiap makanan Minahasa.  

Makanan Minahasa Identik dengan Rica

Makanan bagi orang Minahasa merupakan satu hal yang penting, karena menyangkut kehidupan. Rupanya makanan Minahasa yang identic dengan bumbu dapur rica tidak menggunakan semua jenis rica, hanyalah rica yang bernama cabai rawit, dalam bahasa Inggris Thai Pepper dan cabai merah (Katur).

[1] Kedua cabai ini yang sering kali digunakan dan diperjual belikan di pasaran. Hal itu karena kedua jenis ini selain tahan lama, pedasnya terkenal mencapai 50.000 sampai 100.000 pada skala Scoville (pengukur rasa pedas pada cabai).

[2] Itulah sebabnya mengapa makanan Minahasa terkenal pedasnya. Ada juga rica jenis lain seperti cabai keriting dan paprika, yang keduanya tidak begitu pedas jika dibandingkan pada dua jenis rica sebelumnya. Kedua jenis rica ini kurang diminati oleh lidah orang Minahasa.

 Cita rasa makanan Minahasa yang pedas karena bumbu dapur pokoknya rica ternyata mempunyai sisi filosofisnya. Bagi orang Minahasa rasa pedas pada makanan mengandung arti atau makna filosofis sebagai bentuk menerima hal-hal menyakitkan dalam hidup.

[3] Hal itu karena, dengan memakan makanan yang pedas pada rica akan membuat orang yang makan kesakitan di sekitar mulut, lidah, dan bahkan juga perut. Rasa pedas itu disebabkan karena kandungan zat Capsaecin. Suatu kandungan zat yang membuat mulut, lidah dan tenggorokan rasanya terbakar saat memakannya.[4]

 Bumbu makanan Minahasa/Manado yang terkenal sebagai bumbu pedas ialah rica-rica Manado.[5] Bumbu rica-rica ini rupanya terbentuk dari campuran berbagai rempah-rempah seperti kemangi, jahe, lada, bawang putih, bawang merah, batang bawang kunyit dll. Semuanya bercampur tapi rica tetap menjadi yang pokok pada racikan bumbu ini. 

Nanti kemudian bumbu rica-rica ini akan dipadukan dengan daging atau ikan, sehingga menjadi ayam rica-rica, ikan bakar garo rica, babi rica dan rica roa dll. Semuanya itu menjadikan rica sebagai atribut atau pelengkap pada setiap jenis nama makanan khas Minahasa/Manado. 

Tapi rupanya ada juga yang tidak menggunakan atribut rica tapi menu makanan yang menggunakan rica seperti, dabu-dabu lemon, dabu-dabu terasi, ikan RW (daging anjing), ikan Paniki, ikan babi, dll.[6] 

Semua pembahasan tentang rica dari penyebaran rica sampai pada daerah Minahasa, yang mempunyai peralihan makna dari sekedar politik (kekuasaan) dan juga religi (keagamaan) menjadi budaya (makanan Minahasa yang terkenal pedasnya). 

Rica sebagai salah satu pangan mempunyai sejarah dan budaya yang mengaitkan antara aspek politik, religi, kultur khusunya budaya Minahasa.  

Daftar Pustaka

AliPutra, Bangsa Belanda Datang di Indonesia, April 2018

Badan Pusat Statistik Kabupaten Minahasa, Jumlah Penduduk Kabupaten Minahasa Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2012-2017, Tondano Timur, 2019

Blogspot, Alasan Mengapa Makanan Manado Pedas, Pergikuliner. Com, 2017

Hamid Sadika, Politic Cabai, dalam Tempo Antropologi Kuliner Nusantara, Jakarta: KPG, 2015.

Kebun dan Usahaku, Beragam Jenis Cabai di Dunia, (Blogspot, 2016),

Panitia HPS KWI, Peringatan Hari Pangan Sedunia 2008, Semarang: HPS KWI, 2008.

Ranutinoyo Setiadi, Cabai: Aspek Sejarah dan Budaya, Kompasiana, 2015

Rusdian Leyli, Makalah Tanaman Cabai, (Blogspot.Com: Pamekasan, 2015),

The Nibble, Chile Pepper History and Chile Pepper Glossary, April 2018

Walansendow Jelly A. dan Turambi Joseph J.A., 101 Kuliner Manado, Yogyakarta: Alinea Baru, 2016.

Yudah, 10 Fakta Kenapa Makanan Pedas membuat Hidung Ingusan dan Mata Juga Berair, IDN Time, 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun