Sungguh-sungguh ikhlaskah aku kemarin menikahi Rofa? Atau aku hanya ingin berupaya bertanggung jawab atas perbuatanku yang telah lampau? Mengapa aku tetap tidak bisa mencintainya sebagaimana aku mencintai istriku, Zennida? Mengapa aku jadi merasa sangat kehilangan Zennida? Pertanyaan bertubi-tubi yang membuatku kian meratap. Aku kehilangan Zennida, dan –mungkin- juga sebentar lagi...ah, Rofa!
Aku menatap Rofa. Matanya terpejam. Bibirnya masih mengulum senyumnya yang tulus. Tangannya menggegam erat tanganku seolah tidak ingin berpisah dariku. Pelan-pelan genggamannya melemah dan tangannya terkulai begitu saja. Matanya masih terpejam. Senyumnya masih tersungging. Namun nadinya telah berhenti diiringi air mata yang menyembul di permukaan mataku.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H