Menarik tangan ke atas melepaskan dari blokade si pria berkaos hitam, serta menghantamkan siku ke mukanya, Sehingga pegangannya terlepas. Sebelum si lelaki brewok ikut campur yang sedari tadi meringis menahan sakit pada alat vitalnya akibat dari tendangan sebelumnya. Kuhajar pria berkaos hitam dengan beberapa pukulan. Tak mampu berkelit, karena tinjuku secepat kilat mengarah ke pipi bawah matanya.
   Bruk!
   Suara tubuh yang ambruk, seiring dengan gerakan tendangan penutup yang ku hadiahkan tepat mengenai selangkangannya. Biar nyahok sekalian, geram kali hatiku.
   Membersihkan kedua pundak dengan  sapuan telapak tangan. Serta  bertepuk tangan sebentar. Meniup ke arah telapak tangan yang baru siap bertepuk tadi. Seraya ku berkata,
   "Mau lagi? maju kalian!" ancamku dengan suara lantang sambil memperbaiki jilbab panjangku yang berantakan.
   Memajukan langkah ke arah mereka, yang pria brewok tergolek berusaha bangkit. Serta menarik tangan temannya yang masih terkapar memegang bagian bawahnya yang sakit.
   "Cabut!" titahnya kepada temannya.
Lalu berjalan memutarbalikkan badan dan  membelakangiku dengan jalan sempoyongan.
   "Lika, nggak papa, Nak." Ucapku sambil menghampirinya dan memeluknya.
   "Makanya Lika mama suruh masuk perguruan silat nak. Jika menghadapi situasi seperti ini, enak kita. Lihat Mama tadi. Mantapkan. Percuma mama sabuk coklat jika ngadapin dua orang tadi tak sanggup" Ungkapku pada putriku. Alika memang lemah dan cenggeng yang membuatku agak kesal. Berbeda denganku yang tomboy, ia terlahir lebih kemayu dan lamban.
   Sudah beberapa kali membujuknya untuk masuk perguruan silat "Walet Putih". Ia selalu menolak dengan alasan masih kecil dan tak kuat katanya.