"Tak malu! Sadar dirilah!" ejeknya dengan lengkungan senyum mengejek pada bibirnya dan mencebik.
      "Gue hanya minta lu jangan membuat Sofi menderita!" pintaku dengan sedikit menggeram. Tangan kiriku mengepal erat, terasa jariku menusuk telapak tangan. Mencoba agar tidak terprovokasi dengan kata-kata pedas Brian.
      "Ini kisah percintaan gue, terserah gue. Mau gue apain si Sofinya!" bentaknya dengan matanya melotot.
     "Kalau kau berani ingin membuat Sofi menderita. Langkahi dulu mayatku," ucapku mulai naik darah.
      Bugh!
      Tinjuku berhasil mendarat di perutnya, membuat mundur beberapa langkah. Bersiap, Brian balas ingin memberi pukulan pada wajahku, dengan cepat menghindari. Sofi menjerit dan berusaha melerai kami. Beberapa pandangan orang yang berlalu lalang pun melihat. Mereka memilih apatis. Perkelahian ini tetap akan aku lakukan, emosi hatiku meledak mendengar dia akan menyakiti Sofi. Brian tak pantas untuk dicintai.
     Tubuh Brian yang lebih besar dariku, membuat kewalahan. Beberapa kali pukulan dan tendangannya membuatku terjengkang. Akhirnya dia berhasil menimpa, duduk di atas perutku serta mencekik leher. Sofi berusaha mengagalkan aksinya. Tapi dia terpental karena di dorong oleh Brian. Aku terengah-engah, tangan ini berusaha menggapai kunci Inggris yang tergeletak. Berhasil, dengan cepat memukulkan kunci Inggris ke pelipisnya. Ia limbung ke sisi kanan. Aku bangkit dengan cepat, dahinya yang berdarah di pegang dengan tangannya. Sejurus Ia melihat jarinya yang berwarna merah. Tangannya merogoh saku dan mengeluarkan pisau lipat. Netranya tajam memandangiku dengan kilatan kebencian. Lelaki itu bersiap menubrukku ingin menusuk. Mengetahui pergerakannya, secepat kilat sebisaku lagi mengelak. Tak kehabisan akal Ia menyambar tubuh Sofi serta meletakkan belati itu ke leher Sofi. Wajah wanita yang kucintai itu pucat, matanya memutar melirik ke belati.
     Aku terperanjat, apa-apaan maksud Brian.
    "Berlutut, jika tak ingin pisau ini melukai lehernya!" titahnya padaku.
     Aku melakukan intruksinya, melepas kunci Inggris ke tanah, sembari bersimpuh. Brian tertawa puas. Bahkan tubuhnya sampai terguncang. Hatiku menahan amarah, hanya diam, menatap kepada Sofi yang ketakutan. Ada yang sakit di hati ini ketika tak berdaya menghadapi situasi.
    "Kita lihat, sampai di mana cinta lu. Mendekatlah! cium kakiku." Kalimat Brian tersebut membuat darah berdesir dan terbakar. Dasar gila! Brian sakit!Â