Saat sudah dekat, dengan cepat tangannya meraih tangan Sofi dengan kasar.
   "Ini kelakuanmu, berpelukan, heh? Dasar jalang!"
    Sofi terperanjat memandangi wajah Brian dengan sedikit mulut terbuka. Brian terlihat marah, mengengam pergelangan tangan Sofi. Mungkin sangat erat, terlihat dari wajah Sofi yang meringis.
Aku memilih berbalik, kembali menuju tempat kerja. Memberikan mereka kesempatan untuk berbicara menyelesaikan masalahnya.
Dari kejauhan, melihat mereka bertengkar. Kerjaku tidak fokus, beberapa kali aku menjatuhkan benda di tangan. Entah apa yang mereka bicarakan. Brian bahkan menampar pipi Sofi. Aku yang melihat hal itu menjadi panas. Menahan diri untuk tidak ikut campur. Tapi perlakuan Brian sudah keterlaluan, mendorong Sofi hingga terjatuh. Aku berdiri dengan membawa kunci Inggris mendekati mereka.
    "Bisa nggak jangan kasar sama perempuan!" ucapku sambil membantu Sofi berdiri. Sofi siaga dengan mengambil kunci Inggris di tanganku, mungkin dia merasa gelagat yang tak baik. Benda itu di letakkannya tak jauh darinya.
    "Apa, lu? Bukan urusan, lu!" tantangnya dengan mata elangnya menatapku tajam.
    "Kalian ngaku sahabat, lu kira gue nggak tau, lu cinta, 'kan, sama Sofi, heh! Pakai ngaku sahabatan atau kakak adek!" sambungnya lagi.
     Skak mat, kalimat itu membuatku mati kutu. Malu campur marah, aku merasa ditelanjangi.
      Sekilas kulihat ekpresi Sofi yang menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Matanya seakan penuh tanya. Terlanjur, harus kuakui.
     "Ya, aku mencintai Sofi lebih dari pada aku mencintai diriku, jadi jangan sakiti dia!" teriakku sambil mendekati Brian. Mata kami saling bersetatap dengan jarak yang hanya beberapa senti.