Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Benci Bapak

7 Maret 2023   20:34 Diperbarui: 7 Maret 2023   20:43 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Koleksi Megawati Sorek  

Segera aku berlari dan melihat pemandangan yang berantakkan. Mak yang tersandar di dinding rumah. Pria berjambang itu mencengkeram rahang muka Mak, di sekitar samping bibir Mak terlihat merah kebiruan, lebam. Lagi! Pasti Bapak mengamuk!

"Mana! Aku lapar!" pekik Bapak. Melepaskan tangannya dari rahang Mak, dengan cepat membuat bekas di kedua pipi Mak. Mak berteriak karena kesakitan atas tamparan telapak tangan besar . Aku mendekati mereka dengan menghambur berlari.

"Pak, jangan pukuli, Mak terus, Pak." Aku memohon memeluk kakinya. Bapak bereaksi dengan cepat mengoyang kakinya serta menendang dadaku sampai tubuhku yang ceking terpental. Aku kesakitan dan menangis. Dadaku yang hanya tipis terasa perih.

Mak yang melihat hal itu terlihat sangat marah serta maju mendekati Bapak dan berusaha memukuli dada Bapak sekuat tenaganya. Tapi Bapak bergeming, senyum seringainya terbit.

Mak mundur beberapa langkah, berjalan ke sisi kirinya mengambil pisau dapur yang terlihat olehnya di atas wadah bawang. Bersiap menyerang ke arah Bapak. Bapak dengan sigap menangkap tangan Mak yang memegang pisau. Terjadi perebutan senjata tajam, aku memandangi dengan gugup. Aku sangat ketakutan, tubuhku bergetar serta berkeringat dingin.

Jeritan Mak terdengar ketika pisau itu menancap di perutnya. Bapak terdiam terkesima dengan tangannya yang masih memegang hulu pisau yang mulai berlumuran darah.

"Mak!" Teriakkanku menggema.

Kakiku yang lemas, mencoba bangkit dan berlari keluar meminta bantuan. Bapak terduduk lunglai. Semua warga heboh, suasana magrib yang seharusnya dihayati untuk mengadu pada Tuhan, gempar dengan kejadian tragis.

Mak tak sempat dilarikan ke rumah sakit, karena pisau tersebut tepat menusuk organ vitalnya. Bajuku berubah memerah di bagian depan, karena pelukkanku pada jasad Mak. Beberapa orang polisi telah membawa Bapak yang tangannya diborgol. Garis kuning telah di pasang di dapur rumah. Aku hanya diam, tubuhku seperti patung. Para tetangga  dan kerabat pun sibuk mengurus hal lainnya. Seingatku aku di bawa ke rumah pak RT dan malam itu aku tak bisa tidur. Mata dan pikiranku hanya bersinergi memperlihatkan adengan peristiwa yang baru kualami.

Setelah sebulan kejadian tersebut dengan segala kesaksian dan bukti, Bapak akhirnya dikenai hukuman berpuluh-puluh tahun. Akunya yang tak memiliki keluarga akhirnya di antar ke panti asuhan. Penduduk desa tak ada yang suka padaku, hanya anak seorang pembunuh. Desa itu aku tinggalkan dengan  menyisakan kejadian pahit, yang membuatku sosok yang benci dengan seorang Bapak. Bapak telah membuat pergi Makku, wanita yang amat kucintai dan hanya beliau yang tulus mengasihiku.

Kehidupan di panti asuhan tak membuatku bertahan lama. Aku lari, menjadi anak jalanan, ke sana kemari ditempa kerasnya kehidupan. Hal-hal yang menyedihkan banyak kualami. Hingga berakhir seperti ini, sebenarnya aku lelah menjalani kehidupan  yang betah dengan kesendirian. Menjalankan bisnis gelap, menghasilkan uang dengan bermain dengan bahaya. Melanggar hukum serta siap sewaktu-waktu jika tertangkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun