Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Benci Bapak

7 Maret 2023   20:34 Diperbarui: 7 Maret 2023   20:43 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Koleksi Megawati Sorek  

"Belum pulang nyetrika di rumah Buk Asih, Pak," jawabku sambil berlalu menuju kamar.

"Heh, sini! Ni anak, mau dihajar!" bentakkan Bapak membuatku berjalan balik mendekati Bapak. Mata Bapak yang merah menatap lekat pada wajahku. Aku sudah mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu tangan bapak akan menampar pipiku. Seperti yang sering Ia lakukan. Bapak yang pengangguran, setiap hari kerjanya pergi ke tempat sabung ayam dan selalu pulang dengan kondisi mabuk. Sebenarnya hal itu terjadi setelah Bapak terkena PHK ia berubah menjadi uring-uringan serta labil.

Makku harus rela menjadi tulang punggung dan menjadi sasaran amukkan Bapak yang terkadang tak terkendali. Hampir setiap hari, aku dipertontonkan dengan pertengkaran adu mulut orang tua. terkadang jeritan Mak yang habis babak belur dipukuli oleh Bapak. Aku yang masih kecil tak mampu menolong. Aku hanya memeluk Mak yang menangis menahan sakit pada fisik dan hatinya

"Bilang Mamakmu sana! Belikan nasi bungkus kalau pulang, cepat!" Bapak menarik rambut bagian depanku. Mukaku  meringgis kesakitan, andai waktu itu aku sudah bisa melawan rasanya ingin aku balas menghajarnya, memukulnya. Aku begitu benci, karena Bapak selalu saja menyakiti.

"I-y-ya, Pak. Mamat pakai baju dulu baru ke tempat Buk Asih," Dengan ketakutan aku menjawab dan berusaha melepaskan genggaman tangan Bapak dengan mundur beberapa langkah.

"Cepat! Lauk rendang!" teriak Bapak melepaskan tangannya.

Bergegas aku memasuki kamar dan memakai baju kaos putih dan celana pendek lalu ke rumah Bu Asih. Letaknya hanya berkisar enam rumah dari rumah kontrakkan kami.

            "Mak, Bapak pulang, mabuk lagi! Pulang dari sini, belikan nasi bungkus lauk rendang katanya, Mak," seruku mendekati Mak yang duduk bersila didepan tv dengan tangannya yang sibuk dengan kain. Mak hanya diam memperlihatkan wajah datar dengan aduanku. Entah apa yang Mak pikir dan rasakan. Aku bisa menebak, pasti Mak ketika itu tertekan.

            Aku masih ingat waktu itu,wajah makku yang lelah, Ia harus pontang-panting untuk memenuhi kebutuhan hidup. Raganya letih di barengi juga dengan hatinya yang mati.

Tanganku digandeng Mak, menuju rumah. Mak tak banyak berbicara. Matanya sayu menatap luru ke depan. Cuma setahuku Mak tak singgah untuk membeli pesanan Bapak.

Sesampai di rumah, terlihat Bapak yang mendengkur dengan kepalanya berada di atas meja makan. Aku menutup jendela kamar dan berkeliling rumah menghidupkan lampu karena hari semakin gelap akan memasuki malam. Aku terkejut mendengar suara keras, seperti suara benturan dari arah dapur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun