Makan siang kali itu terasa hambar. Bahkan si kecil arum yang menggelendot manja dikakiku tak mampu membuat wajahku kembali bersemangat (kang yayat malah berfikir apa aku sakit, kok mendadak bermuka pias dan tak bersemangat). Sepanjang makan mataku sibuk mencoba mencari jawaban dari gerak-gerik permata. Mencoba menagih penjelasan melalui sorot mataku yang bengong dan penuh tanda tanya. Permata yang lagi-lagi hanya bisa diam dan mengalihkan pandangannya.
Beres makan, kembali diajak ngobrol sebentar (yang terpaksa aku ladeni karena tidak enak kepada kang yayat dan teh lilis yang baik hati), aku pamit pulang. Otak ini bak dilanda badai, centang prenang oleh segala macam rasa, alasan dan kemungkinan.
“kang, punten saya gak bisa lama.. ada beberapa urusan sedikit” Suaraku terdengar kaku.
“cepet pisan a? Ya udah lain kali a main lagi kesini yah..” Kang yayat bergegas berdiri, memanggil teh lilis yang ada dibelakang. “teteh.. a tian mau pulang dulu” yang disusul oleh langkah tergopoh-gopoh teh lilis bersama si kecil arum.
“aa mau pulang? Yaaaaaah kan belum maen sama arum...” mata hitam bening si kecil arum mengerjap-erjap mencoba membujukku. Sayangnya bujukan itu sedang tak mempan bagiku.
“aa ada kerjaan dulu sayang.. tar esok lusa aa dateng lagi yah..kita maen tar sama-sama..ajak teh permata juga” aku melirik permata yang berdiri di belakang kang yayat. Mencoba kembali membujuk dia untuk memberikan isyarat penjelasan akan kabar pernikahan.
“asiiiik, janji yah”
“iya janji...” timpalku yang semakin lesu karena permata kembali tertunduk tak mau menjawab sinyalku.
Dan akupun pulang dengan perasaan galau tak terhingga. Hari yang kupikir akan begitu menyenangkan mendadak menjadi begitu. Ternyata angin bisa cepat sekali berbalik arah....
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Kuraih communicatorku yang ada di meja sisi tempat tidur. Menekan beberapa tombol dan mendengarkan nada sambungnya.