Mohon tunggu...
Fadli Muhamad
Fadli Muhamad Mohon Tunggu... Pustakawan - Writer

Love reading, love writing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lilin Terakhir

30 November 2023   08:27 Diperbarui: 30 November 2023   09:05 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah Andre menyelesaikan kalimatnya, terjadi keheningan yang cukup panjang. Sesuai dengan apa yang biasa kami lakukan, saat dalam melakukan kegiatan seperti ini, kami harus diam membisu sesaat sebelum tengah malam. Setidaknya sampai lonceng jam yang menandakan waktu tengah malam berhenti berdentang.

Ini adalah hal biasa yang kami lakukan saat tengah malam. Saat semuanya tertidur lelap, kami bangkit dari ranjang kami dan duduk melingkar di aula yang berada di lantai dua panti asuhan ini. Namun tidak hanya di ruang aula saja, terkadang kami melakukannya di depan pintu masuk, di dapur, atau bahkan di lorong ruangan kamar kami. Namun saat ini kami melakukannya di aula yang berada di lantai dua, karena Andre merasa bahwa di sini adalah tempat yang memiliki aura yang berbeda dari ruangan-ruangan yang ada di panti asuhan ini. Entahlah, aku tidak terlalu paham apa maksudnya itu.

Mengenai teman-temanku, kami berjumlah lima orang, termasuk aku. Dan dari semua anak yang berada di rumah ini, merekalah yang paling mudah untuk diingat dan paling berbeda dari yang lainnya. Ada Frans, dengan ciri khas rambutnya yang ikal dan berkulit paling gelap di antara kami. Dia juga orang yang sangat ingin tahu akan segala hal. Kemudian Gilbert, dia cukup mudah dikenali, karena memiliki kacamata yang sangat tebal juga alis mata yang sangat lebat. Dia dan Frans termasuk orang yang cukup lama berada di rumah ini. Bahkan jauh sebelum aku tiba di sini.

Selain itu ada Luca, yang paling jahil di antara semuanya. Tapi walaupun demikian, bisa kukatakan jika dialah yang memiliki wajah paling lucu di antara kami semua. Dengan rambut keritingnya yang agak gondrong serta pipinya yang hampir seperti bakpao membuatnya terlihat begitu lucu. Apalagi saat dia tersenyum dan menampilkan dua gigi serinya yang ompong. Terkadang hanya dengan melihatnya tersenyum begitu bisa membuat kami tertawa.

Yang terakhir, ada Andre. Dia yang paling tua di antara kami juga yang paling baru yang datang ke panti asuhan ini. Andre terlihat tidak jauh berbeda dengan anak-anak seusianya, hanya saja ia terlihat lebih jangkung dan kurus. Dan yang paling membuatku terkesima adalah, dia pandai bercerita tentang hal yang berbau horor dan menyeramkan. Dan apa yang sedang kami lakukan saat ini, juga adalah karenanya. Atau mungkin tidak sepenuhnya begitu, karena kamilah yang memaksa Andre untuk bercerita, karena dia begitu pandai akan hal itu. Entah dari mana dia bisa memikirkan semua cerita-cerita seram seperti itu. Aku jadi berpikir apakah semua cerita-cerita itu benar dan nyata, atau bahkan dia memang merasakan sendiri pengalaman-pengalaman itu. Entahlah, yang pasti, apa yang diceritakannya terasa nyata dan membuat kami penasaran.

Secara mengejutkan bunyi lonceng jam berdentang menggema ke seluruh penjuru rumah ini. Itu menandakan bahwa ini sudah tengah malam, dan kami masih harus diam membisu sampai dentangan terakhir dari lonceng itu berhenti berbunyi. Kami masih duduk melingkari sebuah lilin yang sudah terbakar seperempatnya dan saling menatap satu sama lain. Dengan selimut berwarna putih yang membentang di atas kepala kami yang menutupi seluruh badan kami, juga lilin dengan warna jingga yang mencolok dengan gradasi berwarna biru yang berpendar, membuat pemandangan dan suasana di sini begitu menegangkan. Bahkan sesekali aku dikagetkan dengan bayangan yang bergoyang dari balik punggung Andre karena pantulan dari lilin di depan kami.

"Hei, jangan bilang kau masih takut dengan bayangan-bayangan itu?" bisik Luca yang sepertinya mengetahui apa yang sedang kupikirkan.

"Kita tidak diperbolehkan bicara sampai bunyi lonceng terakhir berhenti berdentang, tahu!" jawabku juga dengan berbisik.

Namun detik berikutnya, aku benar-benar dikagetkan dengan ekspresi wajah Andre yang sangat serius sambil merapatkan telunjuk kanannya ke bibirnya. Seakan dia memberitahu kami untuk tetap diam. Namun ekspresi wajahnya seakan sedang marah dan takut disaat bersamaan. Dan itu terlihat semakin menakutkan dengan pantulan cahaya redup dari lilin yang menyinari sebagian wajahnya. Sambil bola matanya berputar ke semua penjuru, dia masih terus menempelkan telunjuknya ke bibirnya.

Dentangan terakhir sudah berhenti namun Andre masih menampilkan ekspresi seram yang sama. Wajahnya kini mulai berubah menjadi semakin serius. Tubuhnya yang kurus semakin dirapatkannya ke arah lilin, sontak kami juga melakukan hal yang sama. Bola matanya yang berwarna coklat bersinar karena pantulan cahaya redup dari lilin, dan menyapu ke semua penjuru. Bahkan kami pun tak luput dari tatapan bola matanya yang super menyeramkan itu.

Andre menghela napas sangat dalam dan memejamkan matanya yang super menyeramkan itu. Kemudian dengan masih memejamkan matanya dia bersuara dengan suara yang sangat lirih, "apakah kalian tahu tentang Boogeyman?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun