MEMAHAMI SANG WAKTU
(Demi Masa, sungguh manusia dalam kerugian...)
Getir piano usang kembali aku mainkan
Perdengarkan nadanya setelah lama aku tinggalkan
Tetapi serasa tiada nada dapat kupersembahkan,
Bukan karena telingaku tuli, Tetapi karena memang usang aku singkirkan
Aku tinggalkan kembali di gudang kisah piano usang
ku sudari semua  salahku karena sekedar mempertontankan sekali
Aku tiada pantas meniupkan hawa panasku kisah  5 tahun lalu
Benar adanya dalam pusaran roda memahami sang waktu
Senyum abadi memaknai mata,
Selembar nasi putih masukkan mulut
Segelas air putih menawar sisa mataku
Memandang dengan jelaga warna menepis anggapan
Di bawah pohon rindang aku pilih untuk memaknainya
Bukan aku ingin menghakimi piano usangku
Sekedar bersandar dalam sejuknya angin sepoi
Menahan bahuku mengecil lemah tertambat batangnya
Terdiam di sini meringkuk bingung
Memegangi kepala tidaklah elok
Beralaskan tikar  rumput pilihan terbaik
Segelas air putih membebaskanku dari tawanan
Semut kecil biarlah menertawaiku dengan lepas
Mereka tidak dendam padaku, sekedar mengingatkan
Mereka pernah berkata, kenapa dulu kau matikan temanku?
Sedangkan kami hanya meminta jalan lewat
Hanya 1 centimeter, tidak lebih lebar
Benar adanya dalam pusaran roda memahami sang waktu
Aku lihat dari tepi jalan, roda memang berputar
Satu, dua, tiga dan seterusnya beradu menantang
Suara kebisingan aku tepis menundukkan daun telinga
Berharap di bawah pohon ini aku tak mendengar
Dan hakikatnya ini adalah bagianku
Tanggal 30 April 2022 aku sepakat,
Kado terindah dari sangwaktu
Sang waktu menepati janji untuk datang
Datang suatu ketika nanti dulu dan berkata
Benar adanya dalam pusaran roda memahami sang waktu
Yaaa, aku telah mendapatkan bagianku
Tendangan pasir lompatan roda jalanan
Begitupula hempasan angin menampar wajahku
Dengan senyum aku jawab, tertawaku terlalu keras?
Sehingga hai kau angin terganggu tidurmu
Maafkan aku, aku pantas menerimanya
Menjelang magrib aku melangkah pulang
Dengan kepalan kuat, ku kecup senja ini
Tikar pandan kembali aku bawa pulang,
Satu tujuanku setia seorang menemani sendiri
Tiba-tiba kilatan kembang api gemericik di atas kamar
Aku tutup pintu rapat-rapat dan berkata mubadzir
Tapi, tak sampai di sini, suara ledakan mercon booommm
Sama, aku luruskan kaki membuat duduk menepis sudut
Jantung berdetak serasa berkata redam
Benar adanya dalam pusaran roda memahami sang waktu
Barangkali yang terbaik adalah pejamkan mata, seperti pernah  dengar
Dengan memejamkan mata  akan dapat melihat yang tidak terlihat
Adanya ke depan lembaran kemerahan tertulis lebih banyak tinta putih
Gema takbir aku lafaskan dengan terbata-bata...
Semoga besuk  masih melihat fajar setelah malam berlalu
Dan di fajar berikutnya  dapat berbagi matahari pagi
Aamiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H