Mohon tunggu...
Umar Fondoli
Umar Fondoli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jika kebisuan tidak sanggup memberikan jawaban, menulis adalah cara mudah untuk meringankan beban hidup.

Kalau susah diomongin, ditulis aja......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Genggaman Rencana

11 Maret 2011   02:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:53 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tiba-tiba Malik berkata-kata setengah berteriak dan aku tidak paham apa maksudnya. Sejenak aku lihat dia berjongkok dan menangis sesenggukan, diikuti raungan dan lolongan suara binatang buas yang mengelilinginya. Merinding bulu kudukku mendengarnya.

Kemudian dia meneruskan kata-katanya seperti orang gila,”Ada pepatah mengatakan, semua itu diawali dari sebuah mimpi. Jika mimpi itu hanya sekedar mimpi dan tidak pernah dikejar untuk dibeli, pasti yang namanya mimpi akan hilang sendiri.

Apa yang harus aku lakukan, memendam dendam dan sakit. Apa salah jika seseorang mencintai orang lain, mengasihi orang lain hanya untuk kebahagiaan dan kesenangannya sendiri yang melebihi cinta dan kasih sayangnya kepada suaminya ? Lalu apa artinya ikatan perkawinan yang mengatur tata krama dan etika untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia dunia dan akherat, jika dalam prosesnya tidak ada rasa bahagia itu ?

Aku jadi mengerti sekarang, sebenarnya dia sudah mengetahui perilaku istrinya. Tapi kenapa dia hanya diam seperti tidak mempunyai daya untuk menghentikan atau meninggalkan saja istrinya. Ah…rasa cinta itu memang gila. Aku sendiri sulit menjawabnya.Karena aku sadar sesadar-sadarnya, bahwa cinta itu soal rasa.

Aku terus memperhatikan dari kejauhan perilaku Malik yang seperti penyair yang sedang mengalami gundah gulana. Lama sekali aku perhatikan, dan tiba-tiba dia mengacungkan tangannya ke atas. Seketika itu pula, semua hewan buas berdiri dan seperti sudah tahu apa yang harus dilakukan. Semua hewan bertebaran mencari kayu, sayuran dan buah-buahan. Pikulan Malik yang kosong sekarang sudah penuh dengan buah dan sayuran, sementara potongan-potongan kayu sudah siap di punggung semua hewan yang berbaris rapi siap mengikuti langkah Malik untuk pulang.

Aku mengikuti langkah rombongan itu berjalan agak jauh di belakang mereka. Aku benar-benar takjub melihat keajaiban Tuhan yang demikian langka di jaman modern seperti ini. Ternyata karomah Tuhan yang diberikan kepada hambaNya tidak lekang oleh waktu dan jaman.

Dan tiba-tiba kejadian yang mengerikan terlihat oleh Malik dan rombongan buas yang mengikutinya dari belakang, ketika berada di mulut hutan. Terlihat dengan jelas, kobaran api melahap rumah Malik. Pikulan yang penuh dengan buah dan sayuran, dilemparkan begitu saja oleh Malik. Semua binatang buas yang mengikutinya, semburat berhamburan lari masuk ke dalam hutan. Malik lari sekuat tenaga menuju rumah mungil yang terlalap jago merah. Aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan, sambil berlari-kecil untuk mengikutinya dari belakang.
Kerumunan orang-orang yang berada di halaman rumah, aku lihat hanya diam menyaksikan kobaran api yang semakin membesar. “Istriku, mana istriku….apa yang terjadi,” teriak Malik mencari jawaban kepada kerumunan orang-orang.
Salah seorang diantara kerumunan itu menjelaskan kepada Malik, kalau mereka hanya mendengar suara ledakan dari rumah Malik. “Mungkin gas elpiji yang meledak. Warga yang berlarian ke sini tidak bisa berbuat apa-apa, karena kran air tidak berfungsi. Mau ambil air dari sumur juga tidak ada kerekannya,” jelas Pak RT kepada Malik yang terlihat sangat bingung dan sedih.

Dia berkali-kali menanyakan dimana istrinya. Dan orang-orang hanya bisa menggelengkan kepala. Lalu dia jatuh terduduk lemas di tanah sambil berteriak memanggil-manggil istrinya.
Aku dekati Malik dan mencoba untuk membuat dirinya tenang. Rumah mungil yang dilahap api itu, tiba-tiba roboh. Air mata Malik bercucuran deras dan dari mulutnya terus berkomat-kamit menyebut asma Allah. Dan kebesaran Allah pula, sesaat kemudian hujan turun sehingga api segera padam dengan sendirinya.
Dari puing-puing sisa kebakaran, ditemukan dua mayat yang sudah gosong sedang berpelukan di kamar tidur Malik.

Orang-orang saling berbisik dengan bergunjing membicarakan peristiwa itu. Malik hanya bisa diam membisu, terlihat malu dan bisa aku rasakan bahwa dia mengalami depresi yang sangat berat.

“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar,” aku mencoba menenangkan Malik dengan mengutip ayat Qur’an surat Al Baqarah 155.

Malik terdiam memandangiku, lalu dia berkata,”Saat cinta berpaling, saat rumah tangga berubah menjadi prahara, saat ujian besar yang datang dariNya mengguncang lahir dan bathin, saat kebencian, kesedihan dan kesepian ditanggungnya sendiri, kemanakah seseorang mencari kekuatan agar hatinya tetap terus bertasbih selain kepadaNya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun