Mohon tunggu...
Lyfe

Bedah Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel "Pudarnya Pesona Cleopatra"

24 Februari 2018   10:46 Diperbarui: 24 Februari 2018   11:00 3097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pudarnya Pesona Cleopatra hadir sebagai novel mini dari penulis legendaris Ayat Ayat Cinta yaitu Habiburrahman El Shirazy. Buku ini mengangkat dua cerita dengan tema yang sama seperti kisah cinta dan pengabdian terhadap orang tua berjudul Pudarnya Pesona Cleopatra dan Setetes Embun Cinta Niyala. Di dalam buku 110 halaman ini, penulis sering kali menyiratkan temanya tentang bagaimana sang tokoh mengalami pergulatan batin tentang caranya menunjukkan bakti terhadap orang tua melalui sebuah kisah cinta yang rumit bersama pasangannya. Hal ini bisa dibuktikan melalui kutipan di halaman pertama buku ini  :

"Beliau memaksaku untuk menikah dengan gadis itu. Gadis yang sama sekali tak kukenal. Sedihnya, aku tiada berdaya sama sekali untuk melawannya. Aku tak punya kekuatan apa-apa untuk memberontaknya. Sebab setelah ayah tiada, bagiku ibu adalah segalanya."

Dari kutipan di atas bisa disimpulkan bahwa sang tokoh mengalami pergulatan batin ketika dipaksa ibunya untuk menikah dengan gadis yang tidak ia kenali sebelumnya. Dia yang awalnya tidak ingin menerimanya akhirnya pasrah hanya karena ingin mematuhi perintah dan memenuhi keinginan ibunya, karena baginya ibunya adalah segalanya. Sedangkan di cerita kedua dapat dilihat dari kutipan surat yang dikirim oleh ayah dari sang tokoh :

"...Beberapa hari yang lalu beliau datang menemui ayah dan melamarmu untuk diminta menjadi isteri anak bungsunya, Roger...Berhadapan dengan Haji Cosmas ayah tiada berdaya apa-apa kecuali mengangguk iya. Sebab terlalu banyak ayah berhutang budi padanya."(hal. 52)

"Bisakah ia menolak isi surat itu? Mampukah ia melihat ayahnya hidup tanpa kemerdekaan?...Tidak! Tidak mungkin aku mau berlaku durhaka!" (hal. 54)

Dua kutipan di atas juga membuktikan kisah yang sama antara dua cerita dalam buku ini. Mereka sama-sama tidak ingin menjalani kisah cinta dengan orang pilihan orang tua masing-masing, namun mereka dihadapkan dengan sebutan "durhaka".

Alur di kedua cerita dalam buku ini sama-sama termasuk alur maju, karena penulis menguraikan kejadian dan konflik dalam kisah ini secara kronologis berdasarkan urutan waktu. Hanya saja terdapat kilas balik di cerita kedua dalam penggalan surat Ayah kepada Niyala. Hal ini bisa dibuktikan melalui penggalan-penggalan berikut ini:

"Di hari-hari menjelang akad nikah...."( hal. 4)

"Hari pernikahan itu datang..."(hal. 4)

"Tepat dua bulan setelah..."(hal. 5)

"Memasuki bulan keempat..."(hal. 6)

Tokoh merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam sebuah cerita. Dalam cerita Pudarnya Pesona Cleopatra,  tokoh Aku menjadi pemeran utama yang memiliki pergulatan batin sangat hebat. Ia harus mematuhi keinginan ibunya yang menjodohkannya sejak dalam kandungan dengan gadis dari sahabat karib ibunya yang tidak ia kenali sebagai bentuk pengabdian seorang anak yang ingin terjauh dari kata durhaka. Sedangkan di sisi lain, tokoh Aku yang dikenal sebagai dosen muda, memiliki kriteria tersendiri untuk calon istrinya nanti yaitu gadis mesir dengan kecantikan luar biasa yang ia dambakan sejak lama. Hal itu membuat ia hidup dalam keresahan selama berumah tangga dan merasa muak hidup bersama isterinya seirig berjalannya waktu. Berikut beberapa bukti penggalan:

"Tapi seleraku lain. Entah mengapa. Apakah mungkin karena aku telah begitu hanyut dengan citra gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra yang tinggi semampai?" (hal. 3)

"Di hari-hari menjelang akad nikah, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku pada calon isteriku, tetapi usahaku selalu saja sia-sia."(hal. 4)

"Setelah Raihana tinggal di tempat ibunya, aku merasa sedikit lega. Aku tidak lagi bertemu setiap saat dengan orang yang ketika melihat dia aku merasa tidak nyaman."(hal. 25)

Di akhir cerita, tokoh Aku mengalami perubahan mengenai cara pandangnya terhadap isterinya yang sering dibandingkan dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra akibat beberapa kisah serupa yang disampaikan oleh beberapa tokoh lainnya. Hal ini bisa dibuktikan melalu penggalan di halaman 39.

"Mendengar cerita Pak Qalyubi saya terisak-isak. Perjalanan hidup Pak Qalyubi menyadarkan diriku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang di mata. Sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan padanya menyelinap dalam hati. Dia isteri yang sangat salehah. ... Tiba-tiba aku merasa ingin pulang. Ingin berjumpa Raihana."

Sedangkan sang isteri Raihana, sosok wanita salehah berjilbab yang lembut, pintar, hafidz quran dengan wajah cantik baby face yang katanya sangat cocok berpasangan dengan tokoh Aku nyatanya tetap saja tidak berhasil meluluhkan hati sang tokoh Aku yang masih berada di dalam mimpi bersama gadis Mesir titisan Cleopatra.

""Mbak Raihana itu orangnya baik kok, Kak. Dia ramah, halus budi, sarjana pendidikan, penyabar, berjilbab dan hafal Alquran lagi. Pokoknya cocok deh buat Kakak," komentar adikku, si Aida tentang calon isteriku."(hal. 2)

"Saat khitbah sekilas kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia memang baby face dan lumayan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuimpikan tak kutemukan sama sekali." (hal. 3)

Namun, dengan segala kesusahan tokoh Aku menerima Raihana dalam hidupnya, Raihana tetap bersikap lemah lembut, sabar, dan tetap menunjukkan baktinya sebagai isteri. Ia sangat mencintai tokoh Aku dalam kisah ini. Ia akan memperjuangkan segalanya agar sang tokoh Aku mau menerimanya sebagai isterinya. Seperti penggalan di halaman 9 dan 10 berikut ini:

"Dan dengan mata berkaca-kaca Raihana diam, menunduk, tak lama kemudian ia menangis terisak-isak sambil memeluk kedua kakiku. "Kalau Mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai isteri kenapa Mas ucapkan akad nikah itu? Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang tidak berkenan kenapa Mas tidak bilang dan menegurnya. Kenapa Mas diam saja? Aku harus bersikap bagaimana untuk membahagiakan Mas? Aku sangat mencintaimu Mas. Aku siap mengorbankan nyawa untuk kebahagiaan Mas.""

"Mas mandi pakai air hangat saja ya. Aku sedang menggodog air. Lima menit lagi mendidih."

"Mas aku buatkan wedang jahe panas. Biar segar."

Di akhir cerita, Raihana meninggal karena terpeleset di kamar mandi saat sedang mengandung.

"Isterimu, Raihana Isterimu dan Anakmu yang dikandungnya... Dia telah tiada." (hal. 44)

Di sisi lain ada tokoh Ibu yang notabene sebagai orang yang memaksa tokoh Aku untuk menikah dengan Raihana, anak dari sahabat karibnya. Tokoh Ibu di kisah ini digambarkan sebagai orang yang berusaha semampunya untuk memenuhi janji, sayang terhadap anaknya.

"Kami pernah berjanji, jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu Anakku, ibu mohon keikhlasanmu. Jangan kau kecewakan harapan ibumu yang telah hadir jauh sebelum kau lahir!"

"Dan percayalah pada ibu, Anakku. Ibu selalu memilihkan yang terbaik untukmu."

Lewat beberapa penggalan dialog sang ibu dengan tokoh Aku yang berada di halaman pertama novel ini cukup menggambarkan bagaimana seorang Ibu bersifat keras dengan keinginannya menjodohkan anaknya dengan Raihana. Meskipun begitu, tokoh ibu tetap memperhatikan berbagai faktor untuk menjadikan Raihana sebagai isteri tokoh Aku.

Ada satu orang lagi yang berpengaruh dalam perubahan cara pandang tokoh Aku tentang gadis Mesir dan Raihana isterinya, ia adalah Pak Qalyubi. Dosen bahasa Arab dari Medan yang menyelesaikan S1-nya di Mesir. Orang yang memiliki penyesalan besar dalam hidupnya karena awalnya ia memiliki cara pandang yang sama dengan tokoh Aku, yaitu sama-sama mengagumi gadis Mesir yang katanya kecantikannya sangat luar biasa. Namun, pada akhirnya Pak Qalyubi memmbuka cara pandang tokoh Aku tentang semua itu. Pak Qalyubi sangat dewasa dalam menyikapi keadaan, belajar dari kesalahan masa lalunya yang menikah dengan gadis Mesir. Selain itu, ia juga menjadi orang yang memotivasi tokoh Aku dalam menyadari betapa beruntungnya ia mendapatkan isteri seorang Raihana. Berikut beberapa contoh penggalan yang menunjukkan sifat dari sang tokoh:

"Seandainya aku tidak menikah dengan gadis Mesir itu, tentu batinku tidak akan merana seperti sekarang."(hal. 30)

"Kini saya merasa menjadi lelaki paling malang di dunia. ... Saya sangat menyesal, saya telah memilih jalan yang salah. Saya menyesal telah menomorsatukan kecantikan. Isteri yang cantik tapi perangai buruk adalah siksaan paling menyakitkan bagi seorang suami. Dan itulah yang aku alami. Kau beruntung sekali tidak menikah dengan orang Mesir yang menurutmu cantik-cantik itu, yang jika ada delapan gadis Mesir maka yang cantik  enam belas karena bayangannya ikut cantik."(hal. 38-39)

Beberapa tokoh lain juga dihadirkan dalam novel ini sebagai pelengkap cerita seperti Aida (adik dari tokoh Aku), Ibu Raihana, Pak Hardi dan Pak Susilo (rekan sesama dosen tokoh Aku di kampus), dan beberapa tokoh lainnya.

Sedangkan di cerita kedua ada beberapa tokoh yang menjadi nafas dalam penghidupan kisah perjodohan berjudul Setetes Embun Cinta Niyala. Pemeran utama yang telah disebut  dalam judul cerita adalah seorang wanita yang merantau ke Jakarta sepeninggal ibunya dan tinggal bersama Umi, teman ibunya sewaktu madrasah. Niyala merupakan mahasiswi kedokteran yang sebentar lagi akan diwisuda. Ia tidak lagi memiliki harapan untuk hidup bahagia setelah menerima surat dari ayahnya. Sama seperti kisah Pudarnya Pesona Cleopatra, sang tokoh utama memiliki pergulatan batin antara memilih menolak perjodohan atau hidup tersiksa dengan menerima perjodohan yang mengatasnamakan bakti kepada orang tua. Hal ini dapat dibuktikan melalui penggalan berikut ini:

"Ia memejamkan mata. Sakit. Seperti ada belati menghunjam ke dalam ulu hatinya. Perih. ... Ia merasa menjadi perempuan paling menderita di dunia. Bisakah ia menolak isi surat itu? Mampukah ia melihat ayahnya hidup tanpa kemerdekaan?" (hal. 54)

Sedangkan tokoh Ayah yang disuguhkan Kang Abik dalam karyanya ini memiliki sifat yang baik dan penyayang terutama kepada anaknya, Niyala. Namun di sisi lain, Ayah Niyala bernama Pak Rusli ini terpaksa untuk menikahkan Niyala dengan Roger demi melunasi hutangnya terhadap Pak Haji Cosmas, ayah Roger. Seperti penggalan berikut ini:

"Ketika Pak Cosmas melamar dirimu pada ayah, beliau bilang, jika nanti kau benar-benar jadi isteri Roger, anak bungsunya, maka seluruh hutang itu dianggap lunas. Bahkan ayah dijanjikan akan dihajikan tahun depan bersama beliau. Anakku, perkataan Pak Cosmas itu adalah gerbang kemerdekaan bagi ayah."

Namun pada akhirnya, Pak Rusli akan luluh dan ikhlas menerima penolakan Niyala terhadap perjodohan itu ketika Niyala mengaku akan menikah dengan Faiq, kakak angkatnya.

"Pak Rusli mengangguk pasrah. Perasaan bahagia dan sedih bercampur baur dalam hatinya. Bahagia karena puterinya sebentar lagi akan menjadi dokter dan akan memiliki seorang suami yang baik dan berpendidikan tinggi. Sedih jika mengingat hutangnya delapan puluh juta pada Pak Cosmas dan ia akan bilang apa pada Pak Cosmas."(hal. 93)

Lain dengan Ayah, terdapat tokoh Umi dimana beliau adalah orang yang merawat Niyala semenjak ibunya meninggal. Beliau adalah sosok yang bijaksana, penyayang, lembut, dan perhatian. Umi selalu menganggap Niyala seperti puteri sendiri, karena mereka sudah memiliki ikatan dan kedekatan yang sangat baik. Sifat-sifat Umi di atas bisa dibuktikan melalui penggalan-penggalan berikut ini:

"Ada apa Anakku? Kenapa kau menangis? Umi lihat sudah empat hari ini kau tampak sedih dan memendam masalah. Ada yang bisa Umi bantu, Anakku?"(hal. 60)

"Umi sungguh bijaksana. Anakku Niyala kau sudah dengar sendiri apa yang dikatakan Umi..."(hal. 87)

"... Umi sangat mempercayaimu. Apakah masih kurang bijaksana Umi mengasuhmu Anakku? Sekarang coba katakanlah pada Umi siapakah lelaku yang kau cintai sejak SMP sampai saat ini itu? Siapa dia Anakku?"

Lewat penggalan dialog di atas, bisa disimpulkan tokoh Umi sangat perhatian dan menyayangi Niyala dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan kepada Niya dengan memanggilnya Anakku, bisa dipastikan Umi sangat menyayangi dan menganggapnya sebagai anak kandungnya sendiri.

Faiq sang penyelamat hidup Niyala adalah seorang mahasiswa lulusan Al-Azhar yang tinggal di Mesir. Seorang pemuda yang shalih, tampan, pintar, santun, bijaksana, dan sangat menyayangi Umi serta Niyala. Faiq juga memiliki jiwa puitis dalam ucapannya.

""Duhai, siapakah gerangan pangeran yang akan menikmati kesejukan cahayamu. Siapakah dia yang akan berbahagia mendapatkan kesucian jiwaragamu. Duhai alangkah bahagianya dia!" Sambung Faiq dengan senyum mengembang."(hal. 72)

"Malam itu Umi dan Niyala menerima oleh-oleh cukup banyak dari Faiq. Ada tas tangan yang bagus yang sempat ia beli di Paris. Leontin kristal dari Italy. Jilbab Turki. Cincin cantik. Sandal kulit warna putih gading yang modis. Dan kebaya khas Malaysia. Selain itu Faiq membelikan sebuah gaun pengantin khas Turki yang sangat indah untuk Niyala."(hal. 74)

Dari dua penggalan tersebut, bisa dilihat betapa perhatian dan sayangnya Faiq terhadap Umi dan Niyala. Ia membelikan banyak sekali oleh-oleh untuk mereka berdua. Juga bagaimana indahnnya kata-kata Faiq ketika bercanda dengan memuji adik angkatnya itu, Niyala. Di samping itu, sifat bijaksana dan dewasa Faiq dapat dilihat di halaman 84

"Okey kalau begitu nanti kakak akan atur bahasanya dan lain sebagainya dengan sebaik-baiknya. Sekarang tersenyumlah jangan sedih begitu."

"Alhamdulillah Umi, kami sudah membuat rencana yang matang sekali."(hal. 94)

"Faiq memberikan mahar sebuah mushaf cantik yang ia beli di Cairo, uang tunai senilai 85 juta rupiah dan hafalan surat Ar Rahman."

Dapat diketahui bahwa Faiq sangatlah dewasa dalam menyikapi keadaan, bagaimana cara ia membuat Niyala tenang dan mengambil keputusan yang begitu besar yaitu menikah. Ia juga memberikan mahar uang tunai senilai 85 juta rupiah yang artinya nilai uang itu bisa menebus hutang ayah Niyala kepada Pak Haji Cosmas tanpa harus memaksa Niyala menikah dengan Roger yang berengsek dan tidak bisa menghargai perempuan itu.

Selain tokoh-tokoh di atas masih ada beberapa tokoh yang ikut serta melengkapi jalan cerita Setetes Embun Cinta Niyala yaitu Mas Herman (kakak ipar Niyala yang bijaksana) dan juga Roger (anak bungsu Pak Haji Cosmas).

Latar tempat yang dipakai dalam kisah Pudarnya Pesona Cleopatra kebanyakan memakai latar rumah kontrakan tokoh Aku dan juga di kampus tempat tokoh Aku menjadi dosen.

"Tepat dua bulan setelah pernikahan, kubawa Raihana ke rumah kontrakan di pinggir kota Malang."(hal. 26)

"Sampai ahkirnya suatu hari di kampus ada berita yang cukup mengagetkan sesama dosen."(hal. 26)

Berbeda dengan kisah Setetes Embun Cinta Niyala, tempat yang digunakan kebanyakan memakai latar kamar dan rumah Umi.

"Sejak kedatangan surat itu. Ia jarang keluar kamar."(hal. 59)

"Di ruang makan tampak lima orang duduk mengitari meja yang bundar."(hal. 86)

Sedangkan latar waktu memakai campuran. Ada pagi, siang, dan malam.

"Dan malam itu."(hal. 86)

"Ketika aku makan siang bersama..."(hal. 26)

"Sinar mentari dhuha tak sehangat biasanya..."(hal. 64)

Pudarnya Pesona Cleopatra mengambil sudut pandang orang pertama serbatahu, hal ini bisa dibuktikan dengan bagaimana penulis menuliskan tokoh Aku sebagai pemeran utama dan mengetahui segala perasaan dan jalan cerita tokoh lain. Sedangkan di dalam kisah Setetes Embun Cinta Niyalamemakai sudut pandang orang ketiga serba tahu karena penulis membiarkan tokoh utama disebut dengan menggunakan nama Niyala dan sangat mengetahui apa yang dirasakan oleh tokoh lainnya.

Di dalam cerita pertama, tokoh Aku digambarkan sebagai sosok yang pintar dan memiliki angan-angan memperistri gadis Mesir. Sedangkan pada cerita kedua, Niyala digambarkan menikah dengan Faiq yang notabene adalah pemuda alim dan pintar lulusan Al-Azhar Mesir. Dari penjelasan ini bisa disimpulkan bahwa tokoh yang ditulis memiliki banyak kesamaan dengan penulis yaitu Habiburrahman El Shirazy. Kang Abik adalah lulusan Al-Azhar dan sudah lama tinggal di Mesir. Di cerita Pudarnya Pesona Cleopatra, Kang Abik banyak menggunakan penjelasan tempat Solo dan Jawa Tengah. Hal ini memiliki kesamaan dengan sang penulis yang memang memiliki kampung halaman di Jawa Tengah.

"Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mangkuyudan Solo dulu," (hal. 1)

Penulis yang pernah menjadi pemimpin FLP Mesir tahun 2001-2002 ini juga sering menggunakan bahasa dan budaya jawa dalam penyampaian kepribadian serta adat beberapa tokoh.

"Pepatah Jawa kuno bilang, Wiwiting tresno jalaran soko kulino!"(hal. 6)

"Cinta yang salah kedaden... Embuh!" (hal. 6)

"Tapi ia adalah perempuan Jawa sejati yang selalu berusaha menahan segala badai dengan kesabaran. Perempuan Jawa yang selalu mengalah dengan keadaan. Yang selalu menomorsatukan suami dan menomorduakan dirinya sendiri." (hal. 9)

Dari kutipan di atas, Kang Abik menggambarkan Raihana sebagai sosok perempuan yang lekat dengan sifat jawanya yaitu sabar, setia, dan mengabdi pada suami.

Profil Penulis

Habiburrahman El Shirazy lahir di Semarang, pada hari Kamis Pon, 30 September 1976. Ia mengawali pendidikan formalnya di SD Sembungharjo IV dan lulus Madrasah Diniyah Al Huda, Bengetayu Wetan, Semarang. Lalu, melanjutkan di MTs Futuhiyyah I Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak. Pada tahun 1992 ia merantau ke kota budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah. Setelah itu baru melanjutkan kuliahnya di Fak. Ushuluddin Universitas Al Azhar Cairo.

Nama Kang Abik mulai melambung ketika karya novelnya yang berjudul "Ayat-ayat Cinta" tampil di layar kaca. Sejak itulah banyak karya-karyanya yang juga difilmkan dan diminati oleh khalayak ramai. Karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca. Diantara karya-karyanya yang telah beredar dipasaran adalah Ayat-Ayat Cinta (telah dibuat versi filmnya, 2004), Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Desember, 2007) dan Dalam Mihrab Cinta (2007).

Penulis yang pernah didaulat untuk memimpin FLP Mesir ini, saat ini tercatat sebagai PSDM FLP pusat. Kini sehari-harinya, Kang Abik mendedikasikan dirinya di dunia pendidikan, sastra, dan tulis menulis. Ia tercatat sebagai salah seorang dosen pada Ma'had Bahasa Arab dan Studi Islam Abu Bakar Ash Shiddiq, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Roni Wijaya.2008.Biografi Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik).

diambil dari http://bio.or.id/biografi-habiburrahman-el-shirazy/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun