"Astagfirullah. Kalian buka handphone  Bunda?" Mataku mendelik. Aku elus dada karena shok.
"Cie muka Bunda Merah ...."
Ketiga anakku terkikik. Dasar anak jaman sekarang, ibu sendiri malah digodain.
Di antara rasa kesal dan jengah, ada rasa hangat menyelinap, dan hatiku kembali  berbunga, rasanya waktu kembali ke masa muda.
Satu minggu berlalu kami dikagetkan dengan kiriman satu unit motor metic keluaran terbaru, dengan taksiran harga di atas dua puluh juta.
"Maaf ini Bu surat tanda terimanya," Seorang kurir dari deler motor  menyodorkan kertas tanda terima.
"Maaf, Mas. Tapi ini motornya dari siapa ya?"
"Atas nama Ibu Maharani betul?"
"Iya betul itu nama saya, tapi saya ga pernah pesan atau beli, Mas."
"Oh Maaf Bu. Kami hanya menjalankan tugas. Permisi." pamit para  petugas deler.
Dalam kondisi masih bingung, sebuah mobil putih berhenti tidak jauh dari halaman rumah kami. Seorang pria keluar dan spontan perhatianku dan anak-anak tertuju padanya.
Seketika mataku bertumbuk pada wajah yang tak asing. Waktu serasa berhenti berputar, begitu pun dengan jantungku. Sorot matanya yang tajam bagai elang. Â Wajahnya yang masih rupawan dan terkesan begitu dewasa dengan usia yang sangat matang. Desiran rasa yang pernah hilang kini kembali datang.
"Raja Aditiya" bisikku.
"Aku menemukan kamu Maharani. Semudah aku mendapatkan nomormu, semudah itu aku menemukan alamatmu. Oiya kamu suka motornya?"