Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

KKN Bermula Luka dan Cinta Menyapa

1 Juni 2024   10:25 Diperbarui: 1 Juni 2024   10:39 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah KKN berakhir Raja membawa aku untuk diperkenalkan kepada kedua orang tuanya. Namun rupanya mereka yang status sosial tinggi,  tidak menyukaiku. Aku dipandang sebelah mata.

"Raja kamu itu anak sulung Papa Mama. Pewaris perusahaan. Masa mau nikah sama gadis macam ini? Mama sudah jodohkan kamu dengan anak rekan bisnis Papamu. Sudah kamu jangan membantah." ucap mamanya Raja tanpa memedulikan perasaanku  yang pastinya terluka.

"Rani maafkan Mamaku, dia ga maksud ...."

"Rani, sebaiknya kamu pulang." Mamahnya Raja mengusirku.
Tanpa menunggu diusir untuk kedua kalinya. Aku segera beranjak pergi.

"Rani tunggu. Aku antar"
Perjalanan kami lalui dengan saling diam. Air mataku terus menetes tak mau berhenti. Rasanya hatiku sakit sekali mendapatkan penolakan ini. Kami harus berpisah saat hatiku menaruh harapan begitu besar.

"Raja, berhenti di sini. Aku bisa pulang sendiri." Sampai pangkalan angkot menuju rumahku, aku minta turun. Tanpa membantah, Raja menghentikan motornya.

"Rani maafkan aku. aku akan memberikan pengertian pada orang tuaku. Aku akan perjuangan cinta kita. Percayalah padaku Rani. Aku mencintaimu." Aku mengangguk berharap apa yang dijanjikan Raja adalah nyata.
Di dalam angkot, air mata ini terus menetes. Ucapan mamanya Raja terus terngiang.  Tiba di rumah. Aku langsung masuk kamar, tak perduli dengan wajah keheranan ayah dan ibuku.

Satu bulan, dua bulan tidak ada kabar sedikit pun dari Raja. Harapku yang tinggi semakin pupus. Hingga satu hari datang sebuah undangan pernikahan dan tertera sebuah nama yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.  

"Menikah Raja Aditiya dan Puspita Dewi." kubaca surat itu dengan hati remuk redam.

"Raja ...."  Aku teriakan namanya berharap sesak di dada ini berkurang.
Aku menangis histeris menerima kenyataan dia meninggalkanku, mengingkari janji untuk memperjuangkan. Aku bak wanita bodoh yang terbang tinggi dengan janji palsu dan dihempas begitu keras. Sakit.
Hari-hari aku lalui tanpa gairah. Dunia rasanya hampa dan gelap. Kuliahku berantakan, berbulan-bulan mengurung diri di rumah dan terpaksa aku mengambil cuti kuliah.  Ayah ibu melihatku prihatin.
Satu tahun berlalu aku mulai bangkit. Kembali melanjutkan hidup, melanjutkan kuliah dan lulus. Atas pilihan orang tua akhirnya aku menikah dengan seorang pemuda yang baik dan kami dikaruniai tiga anak, namun sayang usia suamiku tidaklah lama.
***


"Bunda ..., berisik banget sih itu handphone! Angkatan Bun. Siapa tahu itu telepon penting." Lamunanku buyar mendengar teguran Gadis,  putri bungsuku. Rupanya gawaiku terus berbunyi dan aku abaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun