Pagi ini aku sedang meninabobokan  Jundi, bayiku yang baru berusia satu tahun. Karna dari subuh sudah bangun, maka pagi hari harus bobo lagi agar aku bisa beraktivitas urus rumah.Â
"Mbak, Bunda lagi nyuci piring tuuuh...! Adikku Laras menghampiriku di kamar dan melapor tanpa diminta.Â
"Ga apa biarin aja, yang penting Bunda senang'" responku tanpa mengalihkan pandangan dari si bayi lucu ku ini.Â
"Iya sih Mbak, tapi kan Mbak tahu sendiri, tuh Bunda nyuci ga pake sabun, piring masih amis, gelas jadi ikutan amis karna air cucian bercampur sama minyak dan amis lainnya ." Lagi Sekar menggerutu.
"Yaaa.... tinggal kamu cuci ulang  lagi, tapi tanpa sepengetahuan Bunda yaaa...! Sudah sana lanjut kerjaan. Mbak segera nyusul.' kuselimuti dengan baik putraku, agar nyaman dan terlelap. Segera ku susul Sekar ke dapur.
Bunda yang usianya sudah senja, kami hindarkan dari banyak pekerjaan rumah, selain karna usianya , beliau cepat lelah jika banyak bergerak, tak lagi cekatan, aku pikir sudah saatnya bunda bersantai menikmati hari tua.
Ku sapu ruangan, ku beresi semua sudut rumah. Berlanjut ku buat sarapan dan teh manis hangat untuk seluruh keluarga. Sementara Sekar mengambil tumpukan baju kotor dan menyalakan mesin cuci.Â
"Bunda ayok minum teh hangat dan sarapan dulu, dari tadi cuci piring, masih pagi nanti dingin!" Ku tuntun bunda dari dapur, kuajak duduk lesehan diruang makan. Kami biasa sarapan pagi bersama dan tanpa kursi.
Ku temani bunda sarapan bersama para cucunya yang hendak berangkat sekolah. Adam putra sulungnya Sekar, dan Hawa putriku.
Sementara Sekar mencuci ulang gelas dan piring yang dicuci bunda. Maaf kan kami bunda, jika harus mengulang kerjaan mu. Di usianya yang senja, Bunda kurang mampu membedakan bersih dan kotor, sering iya mencuci piring hanya menggunakan air yang ditampung di mangkuk, bunda pikir itu air sabun.Â
Kuali dan penggorengan bekas goreng ikan, bunda satukan dengan gelas, dalam satu cucian. Sehingga aroma amis berbaur ke semua perkakas.Â
Namun kami biarkan, karna jika ditegur akan timbul salah faham.
"Mbak Hanum lihat berkas penting aku yang di simpan di meja semalam ? Aku simpan di meja biar ga susah cari lagi," Sekar bertanya dengan panik dan agak teriak, membuat kegaduhan pagi ini.Â
"Mbak ga lihat, coba kamu cari lagi yang benar.'
" Cari apa Sekar?" Bunda mendekat.Â
"Bunda. Sekar cari berkas laporan. Map biru yang Sekar simpan di meja, jawab Sekar.
"Mana Bunda tahu, Bunda ga ambil, nuduh orang tua sembarangan!" kata bunda dengan emosi.
Astagfirullah...! Bunda siapa yang nuduh Bunda? Â Sekar ga nuduh!"
"Itu tadi nuduh Bunda ambil berkas kamu. Ga sopan, ngelunjak kamu Sekar!" Bunda tambah emisi.
Astagfirullah....! Bunda, jangan bikin anak berdosa pagi-pagi deh Bunda. Sekar tadi cuma jawab pertanyaan Bunda, bukan nuduh.. astagfirullah..."Â Sekar mulai emosi dan mengurut dadanya.Â
"Sudah. Kamu cari ke kamar saja!" ucap ku menengahi.Â
"Maaf bunda kami salah, sudah... sudah..! Sekar dan Ranum minta maaf sama Bunda."Â Ku cium tangan bunda agar emosinya mereda.Â
Setelah berkas ditemukan, Sekar segera berangkat ke sekolah bersama anak-anak.
Selesai semua urusan rumah, aku kembali ke kamar,  berkutat dengan aktivitas menulis ku. Tiba-tiba...
"Iyaaaa.... Semua ga suka sama Bunda, capek urusin Bunda.., Â semua ninggalin Bunda... ! Huhuhu...!"
 Terikan dan tangisan bunda terdengar dari ruang tengah. Membuatku cemas dan curiga pasti salah paham lagi. Â
Segera ku hampiri bunda.Â
Astagfirullah...! Bunda, siapa yang ninggalin Bunda ?
"Ini Bunda ditinggal sendiri, Â semua sudah capek sama Bunda, mau buang Bunda kan ??"
 Inalillahi .... Astagfirullah...!"  Tak urung aku ga habis pikir dan beristighfar.
Bunda, rumah sepi, karna Sekar pergi mengajar dan Ranum lagi di kamar..., bukan ninggalin Bunda." Jelasku dengan lembut, berharap bunda akan faham.
Bunda diam namun tetap dengan air matanya.
Hemmmh...! Aku menghembuskan nafas berat di dada.Â
" Bunda pasti capek, bunda istirahat ya, ga usah mikir macem-macem. Ranum di sini sama Bunda. Udah, bunda bobo ya...! Ku bujuk bunda untuk istirahat dan tidur agar lebih tenang.Â
***
Diusia bunda yang semakin senja, emosinya tak lagi stabil, mudah tersinggung dan sangat sensitif. Tak bisa mendengar hal yang sensitif, akan langsung  salah faham.
Dulu jika saat muda, Bunda masih bisa marah, kini akan sering ngambek meski tanpa alasan. Lisannya tak lagi cerewet memarahi anaknya namun rewel seperti anak kecil.Â
Ah kami anak-anak bunda harus banyak belajar. Belajar bersabar, belajar memahami psikologi orang tua yang memasuki gejala pikun.
Saat aku ikut suami di luar kota, bunda pernah menelfon, dari Vidio call rupanya bunda ada di rumah mas Ihsan Kakak ketiga, yang ada di kota. Sementara rumah Bunda ada di kabupaten.
"Bunda sama siap ke rumah Mas ?" Karna kupikir pasti diantar Sekar. Aku bertanya tanpa curiga.
"Diantar Ajeng sepupumu"Â
Deg! Astagfirullah .
Dengan cepat hatiku seketika cemas dan berfirasat. Â Segera melakukan panggilan telfon dengan Sekar.
Sekar di mana Bunda? Tanyaku tanpa basa basi. Â Rupanya Sekar sedang di kamar bersama anak dan suaminya yang baru pulang kerja.Â
"Ada di kamar mbak, kenapa ?"
Di kamar bagaimana? Kamu sudah berapa jam biarin bunda sendiri ?Â
"Belum satu jam Mbak."
Bunda ke rumah Mas Ihsan kamu ga tahu ? Untung ada Mbak Ajeng antar. Kalo ga, Bunda bisa hilang Sekar!" Sewotku pada Sekar karna telah lalai.Â
Astagfirullah Mbak serius ? Sekar ga tahu Mbak... Astagfirullah...! Tadi Bunda di kamar.
Ku pastikan Sekar sangat kaget dan cemas. Karna kami tidak menyangka bunda bisa pergi tanpa siapapun tahu.Â
sejak hari itu aku pulang kampung dan berniat menemani Bunda bersama Sekar. Aku faham mungkin Sekar juga kewalahan sendirian. Dan Bunda pergi sendirian tidak boleh terulang kembali, karna iya sudah tak faham jalan.
[Mas kapan nengok Bunda ?] Ku kirim pesan lewat aplikasi hijau kepada Kakak tertua.Â
Ting!
[ Iya Minggu Mas datang ya salam buat Bunda] balas mas Gagah.
[Alhamdulillah oke mas]Â
Ku akhiri berbalas pesan dengan kakak ku.
Brug!Â
Prank!
Astagfirullah apalagi ini ?
Bundaaaa....!
BersambungÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI