Sampai nada dering berhenti,  telepon ku pun tak diangkat. Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran Mas Adli, kesalahan dan dosa apa yang kuperbuat sampai dia tak mau lagi membalas pesan dan mengangkat teleponku.Â
Tanpa terasa air mataku bercucuran. Aku begitu nelangsa dan sudah berharap lebih kepadanya, Â ternyata aku diacuhkan begitu saja tanpa kata, tanpa suara, yang kutahu sampai saat ini aku belum memahami sikapnya yang tak memberi alasan apapun kenapa dia menjadi seperti ini.Â
####
"Punten, Assalamualaikum" kudengar ada yang mengetuk pintu depan.Â
"Waalaikumussalam,"jawabku sambil membuka pintu. Kulihat ada seseorang yang tidak kukenal sambil membawa tumpukan kertas berwarna gading, terlihat seperti kertas undangan.Â
"Apa betul ini rumahnya Ibu Andin? "tanya orang itu, Â hampir mengagetkanku.Â
"Oh iya, betul. Ada apa ya?"aku balik bertanya
"Ini ada undangan, Bu. " sambil menyodorkan  satu lembar.Â
"Oh iya, makasih, Mas. "
"Sama-sama, Bu. Â Saya permisi. Assalamualaikum." pamitnya. Aku segera menutup pintu dan penasaran dengan undangan itu.Â
Mataku melotot, Â hampir tak percaya dengan apa yang kulihat. Sekali lagi aku baca isi undangan itu dan hasilnya masih tetap sama. Nama yang tertulis di dalam undangan pernikahan itu adalah ADLI dan DINDA.Â