Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Ksatria

27 November 2023   11:23 Diperbarui: 27 November 2023   12:04 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

            Hampir sepuluh purnama, Kademangan Kulon dan Kademangan Wetan harus terpisah dengan paksa. Padahal, selama bertahun-tahun kedua wilayah ini bersatu di bawah kekuasaan Demang Wiratmaja yang adil bijaksana. Wilayah Kademangan Kulon dan Kademangan Wetan terletak di lembah yang tak jauh dari Gunung Sanghyang Sunda. Takdir Tuhan menciptakan wilayah Kademangan Kulon berada tepat di kaki gunung, dengan tanah yang subur dan gembur. Udara lereng yang sejuk, menambah makmurnya wilayah Kademangan Kulon. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di wilayah Kademangan Wetan. Letak wilayah Kademangan Wetan, berada di lembah tandus yang cukup jauh dari lereng Gunung Sanghyang Sunda. Antara kedua wilayah dipisahkan oleh hutan yang dinamakan hutan Sanghyang Jati. Hutan itu membebat sebuah bukit kecil yang menjadi pemisah antara lembah batu di Kademangan Wetan dan lereng gunung di Kademangan Kulon.

            Selain kondisi wilayah, masyarakat yang tinggal di kedua wilayah itu juga sangat berbeda. Warga Kademangan kulon hidup lebih sejahtera dibanding dengan warga di Kademangan Wetan. Tandusnya alam yang menghiasi Kademangan Wetan, menciptakan karakter warganya yang keras dan pemberani. Berbeda dengan karakter orang yang tinggal di wilayah Kademangan Kulon yang lebih santai dan kerap berleha-leha. Namun begitu, selama Demang Wiratmaja memerintah, masyarakatnya di kedua wilayah ini hidup guyub dan bertenggang rasa.

            Hingga kemudian, keonaran mulai kerap terjadi di wilayah Kademangan Wetan. Setiap harinya, ada saja kabar buruk yang tersiar dari warga. Bermula dari ternak warga yang dicuri. Lalu lumbung padi yang dibobol. Hingga suatu hari ditemukan seorang petani yang tewas di atas pematang sawah. Menurut warga, petani itu tewas terbunuh setelah sebelumnya ia mempertahankan sekarung padi yang baru saja di panen.

            Tak hanya berhenti di situ, kegaduhan lainnya mulai muncul satu persatu. Di beberapa kampung mulai sering terlibat tawuran. Rasa waswas yang berlebih, memantik curiga yang tak beralasan. Di tambah munculnya orang-orang yang memperkeruh keadaan. Bagai mengail di air keruh, para provokator itu kerap terbahak setiap kali ada yang bertikai. Kejadian itu terus berunut dan semakin meresahkan warga.

            "Sebaiknya Ki Demang harus segera mengirimkan pasukan keamanan ke Kademangan Wetan..." suara Ki Ronggoseni terdengar berat, memenuhi ruangan pendapa. Usul Ki Ronggoseni disambut baik oleh beberapa pejabat Kademangan yang hadir di pendapa saat itu.

            "Dan segera tangkap otak yang membuat keonaran selama ini!" salah satu pejabat Kademangan berseru dengan lantang.

            Di atas singgasana, Demang Wiratmaja duduk termenung. Ia tak menyangka, di bawah kepemimpinannya, Kademangan Kulon dan Kademangan Wetan harus diwarnai dengan kegaduhan.

**

            Ki Midang, selaku pupuhu padepokan Barata Wani, tersenyum lebar. Sesekali cangklong yang digenggamnya, ia sesap penuh nikmat. Tak lama, nampak asap kelabu mengepul berhamburan, berjejalan memenuhi dinding joglo yang berdiri megah di tengah padepokan. Lelaki tua itu duduk bersilangkan kaki di sebuah bangku kayu berukir. Mukanya berhiaskan kumis tebal kelimis. Sorot matanya menyala tajam, dengan ekspresi tengik dan arogan.

            "Aku dengar, pasukan si Wiratmaja akan dikirim kemari?" tanya Ki Midang memecah sunyi. Ada tiga murid kepercayaannya yang kala itu bersama dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun