"Ssst... kamu dengar Rambe? Tak jauh dari sini, aku mendengar rintihan..."
      Sekonyong-konyong Sulis berseru. Namun kali ini, suaranya tercekat. Ia membekap mulutnya sambil melirik ke arah Rambe. Sontak ia mematung, dengan daun telinga yang berdiri tegak. Sekuat tenaga Sulis berusaha memicingkan dengar. Senyap. Jalan yang membentang dari ujung gapura menuju pendapa Kademangan Kulon, nampak gersang tak berpenghuni. Tak ada siapa-siapa, selain semilir angin yang menari, menyisakan suara ramai di dedaunan. Selebihnya, Sulis hanya mendengar suara degup jantungnya yang hiruk pikuk.
      Melihat Sulis yang nampak cemas, Rambe semakin waspada. Kedua kakinya yang telanjang, spontan memasang kuda-kuda. Sementara tangannya, sigap mencengkram bilah tombak yang tersampir di belakang punggung.
      "Ssshhhhhh..."
      Sayup-sayup kembali terdengar rintihan dari arah yang tak begitu jauh dari tempat mereka berdiri. Kali ini Rambe pun mendengar.
      "Kamu dengar kan?" tanya Sulis.
      Rambe mengangguk. Tanpa suara, ia berjalan ke arah semak yang tak jauh dari sisi gapura sebelah kanan. Â
      "Sssshhhhhh..."
      Suara rintihan itu semakin jelas terdengar. Sesaat, Rambe menghentikan langkahnya. Pandangnya beredar, menjelajah belukar kering yang ada di hadapannya.
      "Siapa itu?" tanya Rambe berteriak. Sepi. Tak terdengar lagi suara. Namun tak lama...
      "Arrrgghhh...!"