Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meranti dan Kenari

2 Mei 2023   14:51 Diperbarui: 2 Mei 2023   15:13 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Burung apa itu?" tanyaku pada pohon kenari yang sama-sama terheran menyaksikan burung itu terbang. Sepertinya ini pertama kali kami melihat burung itu.

"Burung garuda mungkin..." jawab pohon kenari setengah berbisik. Suaranya tenggelam oleh deruan burung raksasa itu. Burung itu terbang begitu cepat. Meninggalkan rasa takjub dan aneh yang bergelayut dalam asa kami. Pandang kami masih terpaku, hingga burung itu berubah menjadi titik dan menghilang.

"Aku rasa, sebentar lagi kita akan kiamat!" seloroh pohon kenari kemudian. Suaranya pelan.

"Ah... kamu ada-ada saja!" aku terkikik mendengarnya.

"Kata ibu, dunia akan kiamat kalau mulai banyak mahluk-mahluk asing yang tiba-tiba muncul," jelas pohon kenari. Suaranya terdengar serius tak seperti biasanya.

"Tidak mungkin lah ada kiamat. Lihat saja gunung Balayang! Dia masih gagah berdiri mengawasi kita," elakku sambil menunjuk ke arah gunung balayang di kejauhan. Pohon kenari tak bereaksi. Dia terdiam penuh kecemasan.

******

Beberapa minggu yang lalu, kami berdua dikejutkan oleh kedatangan segerombolan bekantan. Mereka berlarian dari satu ranting ke ranting berikutnya. Tak lama mereka berhenti tepat di sebuah batang pohon tengkawang, tak jauh dari kami. Lalu mereka berteriak. Lengkingannya memekakan telinga. Memenuhi sudut-sudut hutan yang pekat tertutup kabut.

"Gawaaat... ini sungguh mengerikan!" seekor bekantan betina berteriak ribut, sambil sesekali dia terisak. Tangan kanannya mendekap anaknya dengan erat, sementara tangan kirinya kuat mencengkram ranting pohon tengkawang. Beberapa bekantan betina lainnya mencoba menenangkan. 

Tak jauh dari mereka, bekantan jantan nampak berjaga mengelilingi anggota kelompoknya. Ada sekitar 20 bekantan yang hari itu kami lihat. Sepertinya mereka tengah mengalami masa-masa sulit. Entahlah, aku sendiri tak berani bertanya ada apa gerangan dengan mereka. Pohon kenari yang berdiri tepat di depanku, menatapku penuh tanya. Aku mengedikan bahu tanda tak tahu. Lalu kami berdua kembali terdiam, mencoba mencuri dengar pembicaraan para bekantan itu.

"Kamu tadi lihat kan, bagaimana tetua mati?" tanya seekor bekantan jantan kepada salah satu temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun