“Mas Ran tentu mengenal Andrea Hirata,” ujar si mahasiswa. Kulihat kamu mengangguk. “Apakah buku Mas Ran sekarang ini setipe dengan tetralogi Andrea? Maksudnya, Mas Ran menggabungkan antara pengalaman pribadi dan fiksi? Sebab, Andrea sendiri pernah bilang, katanya karya dia itu tujuh puluh persennya adalah pengalaman pribadi.”
“Dari mana Adik tau ada pengalaman pribadi saya di buku itu?”
“Ehm… anu… dari nama. Nama Mas Ran sama dengan salah satu tokoh di sana,” si penanya nampak gugup. Bagiku, pertanyaannya terlalu prematur.
“Beda, kok, Dik. Nama saya Randu dan Ran yang di buku bernama Grandi Navi Veloci. Ran di buku adalah peranakan hispanik, sedangkan saya Indonesia asli, nggak pake campuran.”
Beberapa pengunjung tertawa. Lebih tepatnya, menahan tawa.
“Mungkin si adek ini sebenernya pengen nanya; Randu Asmorojati itu gay atau bukan?!” seru seseorang di barisan belakang.
Meledaklah tawa yang sebelumnya sempat tertahan, termasuk aku. Tapi, kamu hanya tersenyum sambil memindai seluruh ruangan. Aku tahu kamu tak akan marah. Kamu sudah mengantisipasi pertanyaan mahapenting itu jauh sebelum hari ini.
“Dik Sutomo, lihat ibu hamil yang duduk di sana, yang pakai topi baseball warna putih?” tanyamu setelah tawa pengunjung mereda. Sontak saja hampir semua yang hadir melihat ke arahku. Kebetulan posisi dudukku memang terlihat dari banyak sudut. “Coba Mbak Nawang, buka dulu topinya,” pintamu.
Sialan!
Aku membuka topiku dan membiarkan wajah bulatku terekspos lebih jelas. Lalu, aku mendengar seseorang berkata, “Itu Nawang Wulan yang travel blogger, kan?”
Oh, baiklah. Ada satu orang yang mengenaliku. Selanjutnya apa?