“Kamu gila, ya, Rhein?!” cecar Nina tadi malam. Dan, aku tidak berpeluh karena cecarannya. Itu aneh kan, Gie?! “Kamu sadar nggak, sih, kamu ngapain sama Ran? Kamu sadar nggak, sih, kamu masih punya Gie? Kamu sadar nggak, sih, Ran itu siapa?” Sungguh, kupikir Nina cocok menjadi seorang polisi yang menginterogasi seorang penjahat, alih-alih menjadi resepsionis di kantorku.
“Nin, kamu sadar nggak, kamu lagi ada di mana?” tanyaku.
“Eh? Maksudnya?”
“Jawab aja,” sahutku.
“Di apartemen kamu.”
“Oke, sekarang kamu liat Nugie nggak, di sini?”
“Enggak.”
“Kapan kamu terakhir kali nelpon atau kirim mesej ke Nugie?”
“Empat bulan lalu,” Nina melirih. Kepalanya tertunduk, tak lagi berani menatapku.
“Padahal kamu adiknya, Nin. Kamu keluarganya. Kamu orang selain aku yang harusnya juga tau keberadaan Nugie. Dan, kenyataannya apa?”
“Tapi, Rhein…”