Mohon tunggu...
maulanaarfidata
maulanaarfidata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta

Tempat menulis artikel dan/atau jurnal

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perjanjian Bernama dalam Hukum Perdata Indonesia: Hak, Kewajiban, dan Akibat Hukum Pelanggarannya

8 Desember 2024   14:11 Diperbarui: 8 Desember 2024   14:35 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama anggota kelompok: Maulana Arfidata Reyhan, Suluganwata Sihombing, Savero Julian Hafidl, Vannez Cong

Daftar isi: A. Pendahuluan; 1. Latar belakang; 2. Rumusan masalah; 3. Tujuan penulisan. B. Pembahasan; 1. Pengertian, Dasar Hukum, dan Unsur Perjanjian Bernama; 2. Hak, Kewajiban, dan Akibat Hukum Pelanggaran Perjanjian Bernama: C. Penutup; D. Daftar pustaka

Kata Kunci: Perjanjian Bernama, KUHPerdata, Wanprestasi, Hak dan Kewajiban, Akibat Hukum.

A. Pendahuluan

1. Latar belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat sebagai subjek hukum, yang paling sering dilakukan oleh orang maupun badan hukum adalah melakukan suatu perjanjian dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup atau keuntungan. Terlebih lagi dalam buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka (open system), artinya bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun, menurut syarat-syarat tertentu baik berbentuk lisan maupun tertulis.

Hukum perdata di Indonesia, yang sebagian besar merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), mengatur berbagai bentuk perjanjian antara individu atau badan hukum. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat dengan persetujuan yang sah memiliki kekuatan mengikat layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, yang dikenal dengan asas pacta sunt servanda. Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata, disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian/persetujuan dan Undang-Undang. Buku III KUH Perdata menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contractsvrijheid). Agar perjanjian dianggap sah menurut hukum, syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, yaitu adanya kesepakatan antara kedua pihak, kemampuan para pihak untuk melakukan tindakan hukum, objek yang jelas, serta tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum atau moral. Semua elemen ini wajib dipenuhi agar perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum.

Salah satu jenis perjanjian yang diatur dengan jelas dalam KUHPer adalah perjanjian bernama (nominaat overeenkomst), yaitu perjanjian yang secara eksplisit sudah ditetapkan aturan-aturannya dalam undang-undang. Pengaturan mengenai perjanjian bernama diatur dalam Buku III KUHPer Bab V sampai dengan Bab XVIII. Contoh perjanjian bernama yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari meliputi jual beli, sewa menyewa, dan pinjam meminjam. Menurut Pasal 1457 KUHPer, perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang mana pihak penjual berjanji menyerahkan suatu barang dan pembeli berjanji untuk membayar harga yang telah disepakati.

Perjanjian bernama memiliki peran penting dalam memfasilitasi kegiatan ekonomi dan sosial, karena ia memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat. Dengan adanya ketentuan hukum yang jelas, para pihak dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka serta akibat hukum jika terjadi pelanggaran perjanjian. Seperti yang disebutkan oleh Yahya Harahap, perjanjian bernama memiliki kekuatan mengikat yang sama dengan perjanjian lainnya, namun memiliki keunggulan berupa panduan normatif yang jelas dari undang-undang.

Di sisi lain, meskipun sudah diatur secara tegas, masih banyak terjadi sengketa yang melibatkan perjanjian bernama, baik karena kesalahan dalam pelaksanaan maupun pemahaman yang kurang terhadap isi perjanjian. Oleh karena itu, penting untuk memahami secara mendalam unsur-unsur, hak dan kewajiban, serta akibat hukum dari perjanjian bernama dalam konteks hukum Indonesia.

Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas pada artikel ini yakni:

1. Bagaimana pengertian, dasar hukum, dan unsur-unsur perjanjian bernama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)?

2. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bernama, serta apa akibat hukum jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian tersebut?

Tujuan Penulisan

Menguraikan pengertian, dasar hukum, dan unsur-unsur perjanjian bernama sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Menjelaskan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bernama serta menganalisis akibat hukum yang timbul jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian tersebut.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian, Dasar Hukum, dan Unsur Perjanjian Bernama

Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata, disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian/persetujuan dan Undang-Undang. Buku III KUH Perdata menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contractsvrijheid). Agar perjanjian dianggap sah menurut hukum, syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, yaitu adanya kesepakatan antara kedua pihak, kemampuan para pihak untuk melakukan tindakan hukum, objek yang jelas, serta tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum atau moral. Semua elemen ini wajib dipenuhi agar perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum.

Salah satu jenis perjanjian yang diatur dengan jelas dalam KUHPer adalah perjanjian bernama (nominaat overeenkomst), yaitu perjanjian yang secara eksplisit sudah ditetapkan aturan-aturannya dalam undang-undang. Perjanjian bernama (nominaat overeenkomst) adalah perjanjian yang secara khusus diatur dalam undang-undang. Dalam konteks hukum perdata Indonesia, perjanjian bernama diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang mengatur berbagai jenis perjanjian seperti:

a. Jual beli

b. Sewa menyewa

c. Pinjam meminjam

d. Tukar menukar

e. Persekutuan perdata

f. Hibah

g. Penitipan barang

h. Pinjam pakai

i. Pemberian kuasa

j. Penanggungan utang

Perjanjian-perjanjian tersebut memiliki pengaturan yang lebih rinci karena relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. Dasar-dasar hukum dari berbagai perjanjian tersebut telah diatur dalam KUHPer, di antaranya:

1. Perjanjian Jual Beli (Pasal 1457--1540 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1457 KUHPerdata yang berbunyi: "Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan."

2. Perjanjian Sewa Menyewa (Pasal 1548--1600 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1548 KUHPerdata yang berbunyi: "Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang lain itu."

3. Perjanjian Pinjam Meminjam (Pasal 1754--1769 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi: "Pinjam meminjam adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang-barang tersebut akan mengembalikan barang-barang sejenis kepada pihak yang meminjamkan dalam jumlah dan keadaan yang sama."

4. Perjanjian Tukar Menukar (Pasal 1541--1547 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1541 KUHPerdata yang berbunyi: "Tukar menukar adalah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling menyerahkan suatu barang sebagai ganti barang lainnya."

5. Perjanjian Persekutuan Perdata (Pasal 1618--1652 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1618 KUHPerdata yang berbunyi: "Persekutuan adalah suatu persetujuan, dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan, dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya."

6. Perjanjian Hibah disebutkan dalam Pasal 1666 (Pasal 1666--1693 KUHPerdata) KUHPerdata yang berbunyi: "Hibah adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu barang untuk keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu."

7. Perjanjian Penitipan Barang/Depo (Pasal 1694--1739 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1694 KUHPerdata yang berbunyi: "Penitipan barang terjadi apabila seorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya."

8. Perjanjian Pinjam Pakai/Commodatum (Pasal 1740--1753 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1740 KUHPerdata yang berbunyi: "Pinjam pakai adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai oleh pihak yang lain dengan cuma-cuma, dengan syarat bahwa barang itu akan dikembalikan setelah dipakai."

9. Perjanjian Pemberian Kuasa/Lastgeving (Pasal 1792--1819 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1792 KUHPerdata yang berbunyi: "Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan."

10. Perjanjian Penanggungan Utang/Borgtocht (Pasal 1820--1850 KUHPerdata) disebutkan dalam Pasal 1820 KUHPerdata yang berbunyi: "Penanggungan adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang pihak ketiga, demi kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya."

Keseluruhan perjanjian tersebut harus mengikuti dengan unsur-unsur sahnya perjanjian sebagaimana dalam Pasal 1320 KUHPer yang menyatakan bahwa syarat sah perjanjian di antaranya:

a. kesepakatan antara para pihak

Para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat mengenai isi perjanjian tanpa adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan.

b. kecakapan hukum

Para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus memiliki kecakapan hukum untuk melakukan tindakan hukum, artinya mereka harus berusia dewasa dan tidak berada di bawah pengampuan.

c. objek yang diperjanjikan

Objek perjanjian harus jelas, dapat ditentukan, dan tidak bertentangan dengan hukum atau moral.

d. sebab yang halal

Tujuan perjanjian harus sah secara hukum, artinya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, kesusilaan, atau ketertiban umum

Selain itu, perjanjian bernama juga tunduk pada ketentuan spesifik yang mengatur masing-masing jenis perjanjian. Setiap jenis perjanjian ini memiliki ketentuan tersendiri terkait hak dan kewajiban para pihak serta akibat hukum jika terjadi wanprestasi.

B. Hak, Kewajiban, dan Akibat Hukum Pelanggaran Perjanjian Bernama

Setiap perjanjian bernama, seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lainnya, melibatkan hak dan kewajiban yang diatur secara spesifik dalam KUHPerdata. Hak dan kewajiban para pihak bergantung pada jenis perjanjian yang disepakati, namun prinsip umum tetap sama, yaitu memberikan keseimbangan antara hak pihak yang satu dan kewajiban pihak lainnya. Contoh di antaranya:

Jual Beli: Dalam perjanjian jual beli (Pasal 1457 KUHPerdata), penjual berkewajiban menyerahkan barang sesuai dengan kesepakatan, sementara pembeli memiliki hak untuk menerima barang tersebut dan berkewajiban membayar harga yang telah ditetapkan. Penjual juga memiliki hak untuk menerima pembayaran, dan pembeli berhak atas barang yang dibeli.

Sewa Menyewa: Pada perjanjian sewa menyewa (Pasal 1548 KUHPerdata), pemilik barang berkewajiban memberikan kenikmatan atas barang yang disewa kepada penyewa selama jangka waktu yang disepakati, sedangkan penyewa berkewajiban membayar harga sewa sesuai perjanjian. Pemilik berhak menerima pembayaran sewa, dan penyewa berhak menggunakan barang selama masa sewa.

Pinjam Meminjam: Dalam perjanjian pinjam meminjam (Pasal 1754 KUHPerdata), pemberi pinjaman berkewajiban menyerahkan barang untuk digunakan oleh peminjam, sementara peminjam berkewajiban mengembalikan barang sejenis dalam jumlah yang sama. Peminjam memiliki hak untuk menggunakan barang tersebut selama masa pinjaman dan lain-lain.

Setiap perjanjian bernama mencakup hak dan kewajiban khusus yang tergantung pada sifat dan tujuan perjanjian. Sebagai prinsip umum, perjanjian ini mengatur bahwa kedua belah pihak memiliki kewajiban untuk memenuhi kesepakatan yang telah dibuat. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diatur dalam perjanjian, maka pihak tersebut dapat dianggap melakukan pelanggaran atau wanprestasi (cidera janji). Pelanggaran perjanjian ini memiliki beberapa akibat hukum, yang juga diatur dalam KUHPerdata. Ada empat bentuk wanprestasi yang dapat terjadi:

Tidak memenuhi prestasi sama sekali: Misalnya, dalam perjanjian jual beli, penjual tidak menyerahkan barang atau pembeli tidak membayar harga.

Memenuhi prestasi tetapi terlambat: Seperti keterlambatan pembayaran atau keterlambatan penyerahan barang.

Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan: Misalnya, barang yang diserahkan berbeda dari yang disepakati.

Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan: Misalnya, dalam perjanjian sewa menyewa, penyewa menggunakan barang sewa dengan cara yang tidak diizinkan.

Akibat hukum dari wanprestasi dalam perjanjian bernama meliputi:

Ganti rugi

Pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi dari pihak yang melanggar perjanjian. Ganti rugi ini meliputi kerugian yang nyata maupun keuntungan yang hilang (Pasal 1246 KUHPerdata).

Pembatalan perjanjian

Pihak yang tidak bersalah dapat meminta pembatalan perjanjian jika wanprestasi sangat serius, sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata.

Pemenuhan perjanjian secara paksa

Pihak yang dirugikan dapat meminta pihak yang melanggar untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan.

Risiko hukum lain

Jika perjanjian melibatkan pihak ketiga atau berdampak pada hak orang lain, maka akibat hukum wanprestasi bisa lebih luas, termasuk tuntutan hukum dan penyitaan aset pihak yang melanggar.

Akibat hukum dari wanprestasi dimaksudkan untuk memulihkan hak pihak yang dirugikan dan memberikan kepastian hukum atas perjanjian yang telah disepakati.

C. PENUTUP

Kesimpulan

  Perjanjian bernama dalam KUHPerdata memberikan kerangka hukum yang jelas mengenai hak dan kewajiban para pihak yang terlibat. Setiap jenis perjanjian, seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lainnya, diatur secara rinci dalam pasal-pasal yang memberikan pedoman tentang bagaimana perjanjian tersebut harus dijalankan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Pelanggaran terhadap perjanjian atau wanprestasi, baik itu tidak memenuhi prestasi sama sekali, terlambat memenuhi prestasi, atau memenuhi prestasi dengan cara yang tidak sesuai, akan menimbulkan akibat hukum. Pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut ganti rugi, meminta pembatalan perjanjian, atau memaksa pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian. Dengan adanya ketentuan ini, perjanjian bernama memberikan perlindungan hukum bagi para pihak serta memastikan keadilan dalam pelaksanaan kewajiban yang telah disepakati. Secara keseluruhan, pemahaman terhadap hak, kewajiban, serta akibat hukum dari pelanggaran perjanjian bernama sangat penting bagi setiap individu atau badan hukum yang terlibat dalam berbagai jenis perjanjian untuk menjaga keseimbangan hak-hak dan kepentingan masing-masing pihak sesuai hukum yang berlaku.

 

Saran

  Untuk meminimalkan risiko pelanggaran perjanjian dan konflik, disarankan agar setiap pihak yang terlibat dalam perjanjian bernama memiliki pemahaman yang mendalam mengenai ketentuan hukum yang berlaku dalam KUHPerdata. Memahami hak dan kewajiban secara menyeluruh akan membantu dalam menjalankan perjanjian sesuai kesepakatan dan mengurangi kemungkinan terjadinya wanprestasi. Selanjutnya, penting untuk menyusun perjanjian dalam bentuk tertulis yang jelas dan terperinci, mencakup hak, kewajiban, serta konsekuensi hukum jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Pembuatan perjanjian secara tertulis akan menyediakan bukti yang sah dan mengurangi kemungkinan terjadinya perselisihan. Selain itu, berkonsultasi dengan ahli hukum sebelum menandatangani perjanjian akan memastikan bahwa perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan melindungi kepentingan semua pihak. Terakhir, disarankan agar para pihak melaksanakan kewajibannya dengan konsisten dan tepat waktu untuk menjaga hubungan baik dan mencegah sengketa. Jika perselisihan terjadi, upaya penyelesaian secara damai melalui negosiasi atau mediasi lebih disarankan sebelum menempuh jalur hukum. Pendekatan ini dapat menghemat waktu dan biaya serta membantu menjaga hubungan baik antara pihak-pihak yang terlibat.

Daftar pustaka:

Abdullah, M. Z. (2018). Kajian Yuridis Terhadap Syarat Sah Dan Unsur-Unsur Dalam Suatu Perjanjian. Lex Specialist, (11), 20-25.

DPP FERARI. (2020, February 17). Pahami Bentuk-Bentuk Wanprestasi atau Ingkar Janji. Dppferari.org. https://www.dppferari.org/pahami-bentuk-bentuk-wanprestasi-atau-ingkar-janji/

Harahap, Y. (1991). Hukum Perjanjian Berdasarkan KUHPerdata. Jakarta: Pustaka Harapan.

Langi, M. (2016). Akibat Hukum Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli. Lex Privatum, 4(3).

Miru, A., & Pati, S. (2020). Hukum Perjanjian: penjelasan makna pasal-pasal perjanjian bernama dalam KUH Perdata (BW). Sinar Grafika.

Mondoringin, J. F. (2023). Tinjauan Hukum Tentang Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli Dalam Perjanjian Jual Beli Menurut KUH-Perdata. Lex Privatum, 12(3).

Pohan, M. N., & Hidayani, S. (2020). Aspek Hukum Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jurnal Perspektif Hukum, 1(1), 45-58.

Rifandy, M. A., & Angelia, N. M. (2024). Perjanjian Pinjam Meminjam Berdasarkan Pasal 1754 KUHperdata. ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora, 2(3), 248-255.

Subekti, R. (1987). Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun