Aku secepatnya pergi ke kamar untuk membangunkan Jody dan Adnan, belum sampai kamar akhirnya aku merasakan apa yang dirasakan Kiara. Bukan lautnya saja sekarang yang tidak tenang, tapi kapal juga bergerak kesana kemari. Dan akhirnya aku tau bahwa ada gempa di sekitar sini.Â
Sirine bahaya berbunyi di dalam kapal, crew kapal segera mempersiapkan sekoci dan pelampung untuk jaga-jaga sedangkan nahkoda sedang sibuk untuk membawa kapal ke tempat lebih aman, aku sendiri memutuskan untuk tetap membangunkan temanku selagi masih ada waktu
 " Jod, Nan bangun woi"
 " Ah apa sih" balas Adnan
 " Lah ini kenapa kok gerak gerak kek gini" kaget Jody
 " Udah ayo cepetan ikut aku"
  Di tengah kami berlari Jody bertanya dimana Kiara, ah iya aku lupa sama Kiara
 " Kalian duluan aja, aku bakal cari Kiara"
Aku berlari secepat mungkin ke arah terakhir aku dan Kiara bertemu. Sampai disana aku kaget, posisi Kiara tidak berubah sedari tadi. Ia tetap saja berdiri dan memandang langit malam
  " Ki ayo kita pergi"
  " Pergi kemana? Ga ada tempat buat kita berlindung, alam udah marah sekarang, ga ada yang bisa kita lakuin"
  " Masih banyak hal yang bisa kita lakuin, masih banyak yang pengen aku lakuin sama kamu Ki"
   " Maksud kamu?"
   " Aku sayang sama kamu Ki"
Kiara hanya diam saja mendengar itu, karena aku nilai sudah semakin berbahaya, aku berinisiatif menarik tangan Kiara dan mengajaknya pergi. Kami berlari secepat mungkin menuju ke tempat aman yang diarahkan oleh nahkoda kapal. Sesampai di lorong kapal, air sudah masuk dan sudah setinggi dada kami. Mau tidak mau kami harus berenang
  " Ayo Ki kita bisa"
Semangatku pada Kiara sambil aku tetap memegang erat tangannya. Air sudah semakin tinggi dan kami masih terjebak di dalamnya. Aku yakin kami bisa melalui ini, yang perlu kami lakukan hanya harus membuka pintu di ujung lorong untuk selanjutnya naik ke tempat aman. Masih terlihat senyumnya Kiara di dalam air itu olehku.Â
Tak sedikit pun ekspresi takut dari dirinya. Kami sampai ke pintu tapi alangkah terkejutnya kami karena pintu tersebut macet, dengan sekuat tenaga aku mencoba mendobrak pintu tersebut menggunakan kakiku. Tapi sekeras yang aku bisa tetap saja pintu tersebut tidak mau membuka. Tak lama terdengar suara retakan kayu, aku cukup takut mendengarnya tapi Kiara masih tetap saja menyemangati ku dengan senyumnya, aku pun kembali semangat.Â
Setelah itu apa yang aku takutkan terjadi, kayu kayu yang melapisi kapal sudah terlempar kemana-mana. Dan salah satunya menghantam kepala Kiara yang sontak membuatnya kesakitan di dalam air.  Darah segar mengalir dari belakang kepalanya, aku cukup prihatin melihatnya, aku berkata  kepadanya agar tetap kuat, ini tak akan lama.Â
Sambil memegangi kepalanya Kiara tetap berenang walaupun darah masih terus mengalir, setelah perjuangan yang panjang kami berhasil ke tempat aman, aku sangat bahagia kala itu, Kiara pun sama tersenyum dengan wajah bahagia nan pucat, tak lama setelah itu Kiara pingsan