Upaya itu memang tidak mudah. Karena berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, event "Sail" di Indonesia, mulai dari Bunaken (2015), Sail Banda (2010), Sail Wakatobi-Belitong (2011), Sail Morotai (2012), Sail Komodo (2013) Sail Raja Ampat (2014) Sail Tomini  (2015), Sail Selat Karimata (2016) dan Sail Sabang (2017), hasilnya tidak signifikan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mencanegara (wisman) ke Indonesia, utamanya ke tempat-tempat event "Sail" itu diadakan. Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut sangat besar, tidak sebanding dengan hasilnya.
Target yang ingin dicapai melalui Sail Moyo Tambora 2018 untuk mengembalikan pariwisata NTB juga terlalu ambisius. Data kepariwisataan menunjukkan, mayoritas wisatawan asing yang datang ke NTB adalah ke Pulau Lombok, karena Lombok memang memiliki destinasi yang diinginkan wisatawan dan didukung infrastruktur yang baik.
Namun gempa yang menggoyang Lombok pada 29 Juli 2018 nyaris meluluhlantakan pulau tersebut, termasuk pariwisatanya. Gempa di Lombok jelas menimbulkan trauma bagi wisman, apalagi bila mengingat proses evakuasi wisman di Gili Trawangan pasca gempa yang terkesan pemerintah kurang siap menangani turis asing keadaan darurat seperti itu.
Perlu waktu untuk mengembalikan pariwisata Lombok sebagai tulang punggung pariwisata di NTB, karena proses rehabilitasi rumah-rumah penduduk saja di Lombok masih berjalan, dan tidak selesai dalam waktu sebulan atau dua bulan ke depan. Belum lagi memulihkan kondisi psikologis masyarakat yang tertimpa musibah akibat gempa.
Jadi kalau hanya Sail Moyo Tambora 2018 saja diadakan untuk mengembalikan pariwisata NTB, hampir mustahil tercapai.
Kemungkinan lain dari sikap dingin Menpar Arief Yahya ketika menghadapi Peter F Gontha adalah, bisa jadi, Menpar menganggap Peter F Gontha yang bertugas di Eropa dan pernah bermukin di Eropa, terlalu tahu banyak tentang Eropa, karakter wisatawan Eropa dan branding pariwisata Indonesia di Eropa.
Peter F Gontha, meski pun datang untuk membawa gagasan-gagasan untuk meningkatkan dunia kepariwisataan Indonesia, dianggap menjadi "duri" dalam program-program kementerian pariwisata yang selama ini sudah demikian hebat berakrobat dengan anggaran yang sangat besar.
Yang terakhir, bisa jadi Menpar sedang menghadapi tekanan yang demikian hebat dari Presiden Jokowi, karena kegagalan Kemenpar untuk memenuhi target kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.
Tahun 2018 pemerintah menargetkan 17 juta Wisman ke Indonesia. Namun  bencana gempa yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan dampak terhadap target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia.
Menurut Menteri Arief Yahya, penurunan angka turis sudah sekitar 100.000 orang jika dihitung sejak 29 Juli 2018.
"Kemungkinan mengganggu, kalau kita hitung waktu tanggal 29 (Juli), yang kejadian pertama itu sekitar 100.000 orang berkurangnya. Kalau dulu yang Bali 1 juta orang waktu Gunung Agung," kata Arief di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Selasa (7/8/2018).