Alangkah baiknya jika emosi itu disalurkan menjadi energy positif untuk melecut bangsa Indonesia bekerja keras agar menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.
Peran Pemerintah
Minimnya prestasi Indonesia di bidang olahraga memang tidak bisa dilepaskan dari minimnya perhatian pemerintah terhadap olahraga itu sendiri. Pemerintah, dalam hal ini kementerian olahraga, baru terlihat sibuk menangani olahraga bila ada event-event tertentu, terutama dalam bidang olahraga yang tergolong seksi.
Pemerintah tidak benar-benar membuat cetak biru tentang pembinaan olahraga di seluruh lapisan masyarakat. Bahkan motto mens sana in corpore sano sudah banyak yang tidak tahu.
Kalau ada klaim bahwa atlit kita masih bisa berprestasi di tingkat dunia -- seperti dalam bulutangkis dan angkat berat -- itu merupakan upaya dari perorangan atau kelompok-kelompok /klub / corporate yang memberikan perhatian kepada pembinaan. Bukan pemerintah!
Bagaimana pemerintah bisa mengklaim bahwa prestasi yang ditorehkan artis itu karena peran pemerintah dalam menetapkan dasar-dasar pembinaan olahraga di Indonesia, kalau olahraga itu hanya berpusat di suatu tempat. Misalnya angkat berat / angkat besi hanya di Lampung, lalu bulutangkis terkonsentrasi di beberapa klub saja, klub sepakbola professional cuma ada 1 klub di satu provinsi!
Kalau memang pemerintah serius, olahraga itu harus digalakkan mulai dari kampung-kampung. Ada sarana dan prasana olahraga kampung-kampung, buat kompetisi berjenjang untuk semua jenis olahraga, juga di sekolah-sekolah.
Sekarang ini jangankan kompetisi, untuk berolahraga saja anak-anak sekolah atau di kampung-kampung, kota-kota tidak bisa. Tidak ada sarana dan prasana olahraga di kampung-kampung, kota-kota besar atau sekolah-sekolah. Kalau pun ada yang berolahraga anak-anak sekolah hanya digiring oleh gurunya menuju ke sebuah lapangan yang jauh dari sekolahnya, lalu dibiarkan beraktivitas di lapangan. Tidak ada pelajaran olahraga yang baik, terutama untuk tujuan prestasi.
Di kampung-kampung atau di kota-kota besar, anak-anak tidak bisa lagi berolahraga dengan leluasa. Sarana-sarana olahraga sudah habis digusur untuk dibuat ruko atau permukiman. Pemerintah pusat maupun daerah lebih mengutamakan mendapat penghasilan dari pajak ketimbang menyehatkan warganya. Akibatnya anak-anak yang sedang tumbuh berkembang menyalurkan energinya ke hal-hal negatif. Merokok, bermain gadget, tawuran menjadi hal yang paling gampang ditemui.
Ketika kampanye pemilihan presiden dulu, Joko Widodo, kini Presiden, menyampaikan program utamanya untuk memperbaiki ahlak dan perilaku bangsa, terutama anak-anak muda, melalui revolusi mental! Janji itu kini tak kedengaran lagi, karena presiden sibuk kerja, kerja dan kerja. Pembangunan infrastruktur menjadi prioritas pemerintah, dan anak-anak yang menjadi harapan bangsa di masa depan, dibiarkan tumbuh apa adanya.
Kemunduran!