Mohon tunggu...
Muhammad Dahlan
Muhammad Dahlan Mohon Tunggu... Petani -

I am just another guy with an average story

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tontu

21 Juni 2017   21:54 Diperbarui: 22 Juni 2017   09:23 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badrun tertegun mendengar penjelasan Haris. Raut wajahnya yang semula datar, nyaris tanpa ekspresi sejak dia mempersilahkan Haris untuk bercerita, kini meredup disergap rona murung. Tanpa diduga Badrun beranjak berdiri dan meraih tas selempangnya yang tadi dia geletakkan di atas tembok pagar. Dia ingin segera pergi. "Aku harus pulang sekarang. Itu, istri dan anakmu sudah selesai berenang," ujarnya sambil menunjuk ke arah istri dan anak Haris yang mulai meninggalkan bibir pantai.

"Bertahanlah dulu sebentar. Mereka harus berbilas dengan air besih di tempat pemandian umum terlebih dulu," Haris menangkap pergelangan tangan Badrun guna menahan kepergian kawan hilangnya itu. "Di mana kau tinggal?"

"Di satu dataran tinggi yang tanahnya subur untuk bercocok tanam tidak jauh dari sini,"

"Apa nama kampungnya?"

"Tidak bisa kusebutkan namanya, Ris"

"Kapan kau akan pulang kampung untuk menjenguk dan bersimpuh memohon ampunan dari kedua orangtuamu? Mereka berdua semakin renta digerus usia dan terlebih oleh pikiran lantaran kehilangan anak tunggalnya berbilang belasan tahun lamanya sudah. Saban lebaran ibumu bertanya tentang keberadaanmu kepada setiap perantau yang pulang berlebaran di kampung." Suara Haris yang pada awalnya meninggi berujung semakin pelan dan lemah, seperti menahan isak tangis.

Demikian pula Badrun, ada bulir air yang merembes dan nyaris jatuh dari tepi kedua bola matanya yang buru-buru dia seka dengan jari-jari tangannya mendengar ucapan Haris. "Izinkan aku pergi, Ris. Sebentar lagi anak dan istrimu keluar dari bilik kamar mandi. Berjanjilah untuk tidak memberitahu mereka tentang siapa aku," pohon Badrun.

"Baiklah. Aku akan merahasiakan pertemuan kita ini, tetapi kau harus menukarnya dengan memberikan nomor teleponmu," tawar Haris dengan jari-jari tangan kirinya yang tetap menggenggam pergelangan tangan Badrun.

"Tetapi kau tidak boleh memberikan nomorku kepada siapapun juga?"

"Baik."

"Bisa aku mempercayai janjimu sebagaimana teguhnya orang saleh dalam menjaga rahasia dan sumpah? Sebagaimana yang aku tahu engkau anak yang baik dan taat beribadah semenjak dari bangku madrasah dulu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun