Sedangkan negara Vatikan beserta aspek-aspek kenegaraannya, pihak ketiga seperti event organizer dan para sponsor/donator merupakan external stakeholders. Proses komunikasi kunjungan Bapa Paus serta tujuannya digulirkan mulai dari pucuk pimpinan hingga ke masyarakat akar rumput demikian pula dari ketua panitia mengalir kepada seluruh panitia serta pihak-pihak yang terlibat sehingga terdapat pemahaman yang sama.
Mekanisme pesan yang disampaikan kepada para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ini dilakukan dengan berbagai cara dengan melihat sasaran dan obyektifnya. Model komunikasi Linear (diperkenalkan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver), berawal dari panitia pengarah yaitu Uskup Ignatius Suharyo sebagai sumber kepada ketua panitia pelaksana, kemudian dari Ketua diteruskan kepada para koordinator bidang lalu kepada jajaran di bawah koordinasinya.Â
Dikatakan linear karena kebijakan dan aturannya sudah tersusun dengan jelas di tingkat pimpinan berkoordinasi dengan Pejabat Pemerintah terkait untuk disosialisasikan dan ditindaklanjuti.Â
Media yang digunakan dapat berupa daring, luring atau pedoman tertulis. Hal ini dilaksanakan secara berkesinambungan selama masa persiapan 3 bulan melalui berbagai media komunikasi serta pertemuan berkala.Â
Noise (gangguan) dapat terjadi sekiranya ada koordinator yang tidak hadir dalam briefing, solusinya dalam rapat selalu ada perwakilan lebih dari 1 orang. Pada penyelenggaraan Misa Agung, kepesertaan dibagi secara proporsional untuk setiap paroki dan organisasi-organisasi dalam Gereja, jumlah keseluruhan disesuaikan dengan kapasitas GBK dan Gelora Madya.Â
Masing-masing paroki mengatur tersendiri mekanisme pemilihan peserta yang hadir sedemikian rupa agar dapat mewakili umat di wilayahnya. Kepada para peserta diberikan tiket dalam bentuk gelang dengan barcode yang berlaku per orang dan tidak dapat dialihkan atau digantikan dengan orang lain.Â
Dalam gelang sudah tercantum pintu masuk, area tempat duduk, nomor kursinya. Tak ada biaya untuk memperoleh tiket tersebut dan semua dikordinasi melalui paroki serta organisasi yang ditunjuk.Â
Alur komunikasi juga dilakukan pula secara Interaksional (Wilbur Schramm) yang merupakan komunikasi dua arah secara timbal balik. Kedua pihak baik sumber atau penerima memiliki peran yang setara, dalam praktik misalnya diskusi atau pembicaraan tentang konsep acara antara Ketua Panitia dengan Person in Charge dari Kedutaan Vatikan.
Model berikutnya adalah transactional (diperkenalkan oleh Barnlund), suatu komunikasi yang berproses secara kooperatif: pengirim dan penerima sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi.