Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Masih Belum Yakin Pilih yang Mana?

8 Februari 2024   19:01 Diperbarui: 9 Februari 2024   12:12 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Christina bersama PMI di Malaysia. Sumber: Thomas

Beberapa catatan penulis dari debat tersebut dan kaitannya dengan apa yang secara nyata telah dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan dan komunitas di akar rumput, kiranya dapat memberi masukan bahwa soal kesejahteraan dan keadilan bukan hanya tanggungjawab Pemimpin Negara dan Pemerintah. Demikian pula dengan janji dan narasi, akan menjadi angin lalu jika tidak rasional dan membumi.

Kesejahteraan

Debat diawali dengan strategi yang disampaikan oleh Capres nomor urut 2 berfokus pada Transformasi Bangsa yaitu meningkatkan kemakmuran dan kualitas hidup bangsa Indonesia. Taktiknya dengan memberi makanan bergizi untuk seluruh anak selama masa sekolah dini hingga dewasa.

"Diharapkan ini akan mengatasi kematian ibu waktu lahir, menekan stunting, kemiskinan ekstrim, menyerap hasil panen petani nelayan, meningkatkan ekonomi min 1 -- 2 %," ungkap Prabowo Subianto.

Inisiatif-inisiatif ini sejalan dengan aksi nyata yang telah banyak dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan baik sosial maupun berbasis keagamaan. KAJ telah memiliki Lembaga Daya Dharma (LDD) yang berusia 50 tahun, bertujuan membantu dan mendukung para buruh yang lemah, sesama yang berkebutuhan khusus dan mereka yang tersingkir.

"LDD adalah bagian dari kehadiran dan pelayanan KAJ, seluruh umat diundang untuk ikut bertanggungjawab atas keberlangsungan pelayanan ini," jelas Uskup Agung Ignatius Suharyo.

Dalam Pedoman Dasar Dewan Paroki (PDDP) Keuskupan Agung Jakarta Tahun 2014 disebutkan bahwa kesadaran diri KAJ sebagai warga Gereja Semesta yang hadir dalam dinamika bangsa Indonesia semakin mendorong untuk berkontribusi bagi kebaikan dan kesejahteraan bersama.

Romo A. Suyadi menginisiasi Program Celengan Anak, kegiatan berbagi dari anak untuk anak kolaborasi gereja dengan RW, Posyandu dan PKK. Sumber: BIA GK
Romo A. Suyadi menginisiasi Program Celengan Anak, kegiatan berbagi dari anak untuk anak kolaborasi gereja dengan RW, Posyandu dan PKK. Sumber: BIA GK

Prabowo menyebutkan pula rencana untuk membangun rumah sakit/puskesmas moderen di setiap kabupaten dan kota serta mengatasi kekurangan dokter. Caranya dengan menambah 300 fakultas kedokteran, mengirim 10 ribu anak-anak pintar ke luar negeri untuk belajar kedokteran, sains dan teknologi (di beberapa WAG menimbulkan ke-baperan karena yang studi ilmu sosial seperti kurang mendapat pehatian).

Menurut penulis membangun prasarana rumah sakit dan fakultas kedokteran adalah baik karena Indonesia masih kekurangan dokter dan tenaga medis. Inisiatif ini tidak cukup jika biaya kuliah mahasiswa kedokteran masih tinggi, sehingga mereka yang berkuliah di fakultas kedokteran umumnya mereka yang mampu membayar uang kuliah tinggi.

Perlu juga ditinjau betapa sulitnya lulusan kedokteran yang akan mengambil spesialis di negeri ini, bagaimana pula dengan dokter-dokter lulusan universitas dari luar negeri, apakah mereka dapat berpraktek di Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun