Membangun sebuah kultur baru di tengah orang muda telah kehilangan identintas diri memang terkesan gampang-gampang susah. Memotret dari sejarah perjalanan bangsa ini mulai dari fase pra kemerdekaan hingga puncaknya di tahun 1998, di mana pada fase tersebut orang muda telah menunjukan identitas diri sebagai pejuang sejati.
Mereka tampil apa adanya sesuai karakteristik orang muda yang progresif dan revolusioner. Kita menginginkan masa-masa itu terulang kembali. Masa di mana ruang kampus dan lingkungan masyarakat sering terjadi pertarungan ide dan gagasan yang lahir dalam diri orang muda. Apalagi saat ini kompleksitas persoalan negara ini yang tak kunjung usai.
Karena itu, kiprah orang muda perlu dikedepankan. Dalam diri mereka perlu di bangun satu semangat patriotisme dan nasionalisme. Atas kesadaran itu, jiwa raga mereka di dedikasi untuk negara demi kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tanpa ada semangat itu, orang muda akan merasa terkucilkan di atas negeri mereka sendiri.
Pertanyaan mendasarnya, bagaimana caranya agar orang muda tidak merasa terkucil di atas negeri mereka sendiri?
1. Bangun rasa percaya diri dalam diri orang muda.
Menurut Louster (1992) kepercayaan diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis dan bertanggungjawab. Dari defenisi ini, ada dua realitas yang menurut penulis orang muda telah kehilangan kepercayaan diri, yang pertama tentang kemampuan diri dan kedua, rasa optimis.
Dua realitas tersebut selalu menjadi bumerang bagi orang muda untuk bangkit. Karena keterbatasan referensi (ilmu pengetahuan) yang menjadi fondasi dasar bagi mereka untuk tampil, akibatnya orang muda menjadi pesimis. Maka dari itu, orang muda harus terus mengasah kemampuan agar mereka lebih optimis untuk tampil.
2. Transformasi pendidikan
Kurikulum merdeka sangat diharapkan mampu menjawab persoalan di lembaga pendidikan. Merosot nilai moral dan etika peserta didik termasuk pendidik menjadi tantangan baru bagi lembaga pendidik. Lietrasi dan numerasi yang diterapkan dalam kurikulum merdeka mampu meningkatkan kanzana pengetahuan peserta didik.
Di kurikulum merdeka selalu dikedepankan pula soal pengembangan soft skill dan karekater. Minimalnya pendidik (guru) menyadari keterampilan bawaan peserta didik yang mesti dikembangkan sejak dini sehingga suatu saat keterampilan bawaannya itu menjadi aset berharga bagi peserta didik.
3. Beri ruang bagi orang muda untuk berekspresi