Orang muda sering di identik dengan sebutan sebagai generasi penerus bangsa, calon pemimpin masa depan, dan agen of change serta agen of control (agen perubahan dan agen kontrol sosial). Sebutan orang muda sebagai generasi penerus bangsa ini bukan hal baru melainkan kalimat ini selalu didengungkan oleh setiap kalangan dalam momentum apapun yang berkaitan dengan orang muda.
Kendati disematkan sebagai generasi penerus bangsa, hampir sebagian besar orang muda belum menyadari pentingnya peran mereka dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus mereka pikul kedepannya. Sikap apatis, acuh tak acuh dan masa bodoh mewarnai kehidupan orang muda. Mereka beranggapan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah ada aktor lain yang bertanggungjawab untuk mengurusnya.
Sikap apatis yang ditunjukan orang muda inilah mengakibatkan terjadinya krisis moral dan krisis tanggangjawab dari orang muda sebagai anak-anak bangsa. Keterlibatan dan daya kritis orang muda telah tergerus dan termakan oleh arus perkembangan jaman. Orang muda selalu mempertontonkan mental instan, hedonis, dan pola hidup glamour.
Nilai moral, etika, dan berkepribadian kebudayaan seperti konsep Tri Sakti Bung Karno serasa hilang dalam diri kepribadian orang muda. Sepertinya orang muda telah kehilangan jati diri mereka. Tidak ada lagi ruang-ruang dialogis untuk membangun narasi-narasi positif bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Ruang itu telah kosong dan diganti dengan gidget, tik tok, dan internetan yang tidak memberikan efek positif bagi peradaban orang muda kedepannya.
Seharusnya orang muda memanfaatkan era society 5.0 untuk menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial lewat berbagai inovasi yang dapat memperkaya pengetahuan bukan malah sebaliknya. Orang muda harus lebih kreatif memanfaatkan teknologi yang demikian canggih untuk hal-hal yang lebih produktif karena di era sekarang teknologi merupakan bagian dari manusia itu sendiri.
Justru malah sebaliknya, orang muda terseret arus kemajuan teknologi yang berimplikasi buruk bagi kehidupan mereka. Bukan mereka yang mengendalikan teknologi tapi teknologi yang mengendalikan kehidupan orang muda sehingga rasa ketergantungan orang muda pada teknologi sangat tinggi.
Di lembaga pendidikan seperti, sekolah-sekolah dan kampus-kampus, pelajar dan mahasiswa selalu menerapkan pola copy paste apabila bapak ibu guru dan dosen memberikan tugas kepada mereka. Kampus yang semestinya ruang pertarungan ide dan pertukaran akal sehat telah bertransformasi dan berubah wajah. Â
Jarang sekali kita temukan mahasiswa idealis yang memiliki pola pikir maju dan cita-cita yang tinggi. Kebanyakan mahasiswa atau pelajar bersekolah atau kulia hanya memenuhi kriteria secara akademik yakni mendapatkan ijasah. Tak heran kalau pengamat politik Roky Gerung mengatakan "Ijasah itu pertanda orang pernah sekolah bukan pertanda bahwa orang pernah berpikir".
Mahasiswa adalah kaum intelektual seharusnya menjadi pembeda di antara orang muda lainnya. Mereka harus mempertanggungjawabkan seluruh ilmu pengetahuan mereka di tengah masyarakat sesuai tridharma perguruan tinggi yakni pengabdian masyarakat. Jangan sampai usai mendapat gelar secara akademik dan kembali di tengah masyarakat mereka tak mampu berbuat sesuatu untuk kebaikan hidup bersama.
Mahasiswa harus membangun kembali sebuah kesadaran kolektif bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa yang memiliki tanggunjawab besar bagi kemajuan negara. Mahasiswa harus mengisi setiap ruang kampus dengan berbagai macam diskursus dan menciptakan dialektika di kehidupan kampus. Kenyataannya ruang itu serasa kosong tanpa berpenghuni.
Membangun sebuah kultur baru di tengah orang muda telah kehilangan identintas diri memang terkesan gampang-gampang susah. Memotret dari sejarah perjalanan bangsa ini mulai dari fase pra kemerdekaan hingga puncaknya di tahun 1998, di mana pada fase tersebut orang muda telah menunjukan identitas diri sebagai pejuang sejati.
Mereka tampil apa adanya sesuai karakteristik orang muda yang progresif dan revolusioner. Kita menginginkan masa-masa itu terulang kembali. Masa di mana ruang kampus dan lingkungan masyarakat sering terjadi pertarungan ide dan gagasan yang lahir dalam diri orang muda. Apalagi saat ini kompleksitas persoalan negara ini yang tak kunjung usai.
Karena itu, kiprah orang muda perlu dikedepankan. Dalam diri mereka perlu di bangun satu semangat patriotisme dan nasionalisme. Atas kesadaran itu, jiwa raga mereka di dedikasi untuk negara demi kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tanpa ada semangat itu, orang muda akan merasa terkucilkan di atas negeri mereka sendiri.
Pertanyaan mendasarnya, bagaimana caranya agar orang muda tidak merasa terkucil di atas negeri mereka sendiri?
1. Bangun rasa percaya diri dalam diri orang muda.
Menurut Louster (1992) kepercayaan diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis dan bertanggungjawab. Dari defenisi ini, ada dua realitas yang menurut penulis orang muda telah kehilangan kepercayaan diri, yang pertama tentang kemampuan diri dan kedua, rasa optimis.
Dua realitas tersebut selalu menjadi bumerang bagi orang muda untuk bangkit. Karena keterbatasan referensi (ilmu pengetahuan) yang menjadi fondasi dasar bagi mereka untuk tampil, akibatnya orang muda menjadi pesimis. Maka dari itu, orang muda harus terus mengasah kemampuan agar mereka lebih optimis untuk tampil.
2. Transformasi pendidikan
Kurikulum merdeka sangat diharapkan mampu menjawab persoalan di lembaga pendidikan. Merosot nilai moral dan etika peserta didik termasuk pendidik menjadi tantangan baru bagi lembaga pendidik. Lietrasi dan numerasi yang diterapkan dalam kurikulum merdeka mampu meningkatkan kanzana pengetahuan peserta didik.
Di kurikulum merdeka selalu dikedepankan pula soal pengembangan soft skill dan karekater. Minimalnya pendidik (guru) menyadari keterampilan bawaan peserta didik yang mesti dikembangkan sejak dini sehingga suatu saat keterampilan bawaannya itu menjadi aset berharga bagi peserta didik.
3. Beri ruang bagi orang muda untuk berekspresi
Membiasakan hal yang tidak biasa akan menjadi terbiasa dan sebaliknya pun membiasakan hal yang biasa akan menjadi tidak terbiasa. Maksud dari ungkapan ini adalah segala sesuatu dari segi apapun, kalau kita membiasakan diri untuk tidak melakukannya maka itu menjadi terbiasa sehingga bilamana diberi kepercayaan untuk melakukan kita menjadi terbiasa untuk tidak melakukan.
Dalam konteks ini, orang muda harus diberi ruang di publik untuk mengekspresi diri terhadap seluruh potensi diri demi membangun kepercayaan diri mereka. Ekspresi diri itu boleh berupa bentuk, baik itu menjadi ketua panitia, pengurus organisasi kemasyarakatan, ataupun menjadi moderator dalam sebuah seminar.
Kalau itu sering dilakukan dengan melibatkan peran serta orang muda, tidak menutupkan kemungkinan hal yang tidak biasa menjadi terbiasa. Keaktifan orang muda di ruang publik dapat menghidupkan kembali ruang-ruang kosong yang sebelumnya hilang.
Tiga poin ini paling tidak mewakili kegundahan kita akibat krisis multidimensi yang dialami orang muda, termasuk dari sudut pandang politik. Rendahnya minat orang muda dalam urusan politik berbanding lurus dengan jumlah mereka yang di parlemen.
Dari hasil survey yang dilakukan lembaga Centre For Strategic and Intenational Studies (CSIS) yang dikutip dari kumparan com merilis pada September 2022 lalu, hanya 1,1 responden yang tergabung dan tertarik menjadi anggota partai. Survey tersebut dilakukan terhadap 1. 200 orang yang tersebar di 34 Provinsi.
Peneliti CSIS Aria Fernandes juga menyebutkan kesempatan politisi muda di bawah 40 tahun untuk terpilih di Pemilu boleh terbilang kecil. Sejak Pemilu 2004 sampai Pemilu 2019 yang berusia  di bawah 40 tahun di angka 15,1 persen dari total anggota DPR RI.
Kita memginginkan agar orang muda harus berani tampil dalam setiap diskursus politik. Orang muda tidak boleh alergi dalam setiap kesempatan berbicara tentang politik. Oleh karenanya ruang publik harus di isi narasi-narasi politik yang membangun dari orang muda. Meskipun berdasarkan hasil survey CSIS keterpilihan orang muda di DPR masih sangat rendah.
PEMILU AJANG PERTARUNGAN NARASI
Sesuai tahapannya, Pemilu akan di gelar pada hari Rabu 14 Februari 2024. Saat ini seluruh proses dan tahapan Pemilu sedang berjalan walaupun di Pemilu kali ini dilakukan secara serentak.
Dalam setiap kontestasi Pemilu, kita selalu diperhadapkan dengan dua realitas, menang dan kalah. Namun sebelum sampai di sana, ada tahapan yang mesti dilalui yakni masa kampanye. Di masa inilah boleh kita sebut sebagai pertarungan narasi untuk merebut hati konstituen.
Pertarungan narasi di masa kampanye ini masyarakat tidak sekedar di suguhkan soal rekam jejak dan track record sang calon. Pertarungan narasi di maksud, masyarakat juga disuguhkan terkait visi misi dan program sang calon, apa yang akan diperbuatnya kelak jikalau terpilih menjadi pemimpin atau wakil rakyat.
Di sinilah ruang itu perlu di isi oleh orang muda yang memiliki watak progresif dan revolusioner. Mereka menjadi pembanding, manakala dalam pertarungan narasi tersebut tidak berimbang. Sehingga narasi orang muda tentang politik dan calon pemimpin dan wakil rakyat yang hendak di pilih menjadi faktor penentu bagi masyarakat untuk menentukan hak politiknya di bilik suara.
Orang muda harus menjadi garda terdepan dalam pertarungan narasi karena merekalah pewaris tunggal republik ini. Manakala negeri ini di kuasi oleh para bandit-bandit, maka bangsa ini akan selalu terkukung dalam kemiskinan dan kemelaratan.
Sembari menoleh kembali catatan sejarah, bagaimana presiden pertama Indonesia Bung Karno menempatkan orang muda pada barisan terdepan dalam membangun bangsa. Hal ini termanifestasi dalam ungkapannya yang berbunyi "Berikan aku 1000 orang tua maka akan kucabut gunung semeru bersama akarnya dan berikan aku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia",.
Ungkapan Bung Karno ini ingin meyakinkan orang muda bahwa maju mundurnya republik ini ada di tangan orang muda. Dalam konteks pemilu, masyarakat sangat menantikan narasi politik orang muda di panggung politik Pemilu 2024. Tampilnya orang muda dalam pertarungan narasi turut memberikan kontribusi menyelamatkan bangsa ini dari tangan jahil yang berusaha menguasinya.
Narasi politik orang muda  di Pemilu 2024 sangat menentukan nasib dan masa depan negeri ini. Dengan demikian semua mata dan telinga masyarakat ingin sekali mendengar narasi-narasi dari orang muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H