Berangkat dari kejadian di atas, Pemilu semestinya wadah untuk melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang jujur dan adil bukan malah sebaliknya.Â
Oleh karena itu pemilu harus betul-betul kredibel dan untuk mewujudkan itu dibutuhkan sosok calon pemimpin dan wakil rakyat yang negarawan, yang tidak mengedepankan cara-cara kotor untuk mendapatkan kekuasaan.
Patut diakui, dalam setiap kontestasi Pemilu dan Pilkada hampir semua pihak melakukan berbagai cara, sekalipun cara-cara kotor untuk menang.Â
Maka dari itu, butuh keberanian penyelenggara, terlebih khusus Bawaslu untuk melakukan pencegahan dan penindakan agar cara-cara kotor di atas tidak terjadi. Dengan demikian, kemurnian suara rakyat tetap terjaga dengan baik.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof. Teguh Prasetyo pernah mengingatkan kepada seluruh jajaran penyelenggara Pemilu agar tidak main-main dalam menjaga kemurnian suara rakyat.Â
Peringatan Prof. Teguh Prasetyo pada akhirnya memunculkan berbagai spekulasi di ruang publik. Tentu ini hal yang wajar dalam berdemokrasi agar ruang publik selalu di isi dengan perdebatan-perdebatan.
Namun, peringatan Prof Prasetyo perlu disikapi oleh penyelenggara Pemilu kalau mereka sama-sama menginginkan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dari waktu ke waktu semakin berkualitas. Nah, dasarnya adalah dengan menjaga kemurnian suara rakyat.
Menjaga kemurnian suara rakyat bukan saja pada saat pencoblosan di bilik suara atau saat penghitungan ataupun pada saat rekapitulasi surat suara yang ditutup dengan penetapan Caleg dan Capres yang terpilih sebagai pemenang dalam Pemilu.Â
Menjaga kemurnian suara rakyat harus dimulai dari pemutakhiran data pemilih yang di lakukan oleh Pantarlih dengan melakukan Coklit (pencocokan dan penelitian). Dan Coklit itu dilakukan dari rumah ke rumah agar mendapat data pemilih yang akurat.
Akurasi Data Pemilih
Kompleksitas persoalan data pemilih dari Pemilu ke Pemilu menjadi perdebatan tersendiri di ruang publik.Â