Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ambiguitas Asesmen dalam Kurikulum Merdeka, Siapkah Guru Menyesuaikan Penilaian?

29 Oktober 2024   20:38 Diperbarui: 3 November 2024   10:01 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siswa antusias belajar. | Sumber: freepik.com

Pada kurikulum KTSP, aspek penilaian ada pada standar kompetensi. Guru lebih terarah untuk menentukan apakah seorang murid telah memahami sebuah materi atau belum dengan memastikan kompetensi dasar tercapai. 

Transisi pada Kurikulum Merdeka telah merubah persepsi guru tentang penilaian. Guru tidak lagi melihat perkembangan siswa pada angka, namun ditentukan oleh prinsip pembelajaran dengan memperhatikan tingkat pencapaian peserta didik. 

Prinsip Pembelajaran Kurikulum Merdeka|https://kurikulum.kemdikbud.go.id
Prinsip Pembelajaran Kurikulum Merdeka|https://kurikulum.kemdikbud.go.id

Uniknya lagi, Kurikulum Merdeka berpatokan pada kesiapan pendidik merancang pembelajaran yang menyenangkan. Tentu saja makna 'menyenangkan' belum tentu mudah dipahami oleh semua guru. 

Standar penilaian yang terlalu rancu menyebabkan tolak ukur pencapaian pembelajaran melebar. Artinya, guru bisa saja sepihak mengklaim jika sudah berhasil membuat siswa senang belajar, sementara output dari proses pembelajaran belum tentu baik. 

Kurikulum Merdeka terkesan membebaskan guru untuk merekayasa proses pembelajaran. Alur pembelajaran dibuat fleksibel mengikuti tahap perkembangan peserta didik. 

Sekilas, proses pembelajaran memang mengasikkan. Pertanyaannya, sejauh mana guru paham tentang perkembangan peserta didik jika mereka tidak memahami teori psikologi atau pedagogi?

Yang terjadi di sekolah tidak sebagaimana yang digambarkan kurikulum. Guru meraba-raba dan menerka tentang arah perkembangan peserta didik. Sebagian ada yang bingung tipe materi apa yang cocok untuk siswa dengan pemahaman rendah.

Contoh lainnya, Kurikulum Merdeka meminta guru mendorong peserta didik untuk melakukanrefleksi untuk memahami kekuatan diri dan area yang perludikembangkan.

Bukankah tugas ini terlalu berat untuk dilakukan oleh guru?

Dengan pemahaman yang belum merata, setiap guru tidak tertutup kemungkinan mengaplikasikan metode pembelajaran berbeda. Terlebih dengan prinsip belajar Kurikulum Merdeka yang menurut saya pribadi terlalu ambigu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun