Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tantangan Membangun Kota Mandiri Berbasis Nilai Adat

15 Januari 2024   13:01 Diperbarui: 24 Januari 2024   16:00 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota mandiri dan nilai adat istiadat. (Freepik.com)

Lalu, bagaimana nilai adat bisa mengalir dan diteruskan ke anak cucu?

Dalam kultur masyarakat desa, nilai-nilai adat mudah saja diwarisi dari komunikasi yang terus terhubung dari satu tetangga ke tetangga lainnya.

Hal ini tentu sulit terjadi di kota mandiri. Selain karena faktor penghuni yang multikultur, penghambat utama adalah faktor pekerjaan yang mempersempit kemungkinan tatap muka. 

Makanya, kesenjangan sosial lebih mudah tercipta. Nilai-nilai adat tidak lagi menjadi pegangan untuk membangun kebersamaan antar tetangga. Jika semuanya tersedia, untuk apa harus merepotkan orang lain di sebelah? 

Integrasi Nilai Adat 

Mungkinkah nilai adat dipertimbangkan dalam pembangunan kota mandiri?

Di balik megahnya bangunan dan konsep kota mandiri, ada satu kekhawatiran akan lenyapnya nilai-nilai adat dalam diri penghuni. Jika itu terjadi, bukan mustahil 10 tahun ke depan nilai ramah tamah tidak lagi dipegang oleh generasi selanjutnya. 

Minimnya fasilitas di pedesaan mendorong kaum muda untuk mengganti haluan. Diprediksi kedepannya, arus urbanisasi semakin tajam dan sulit dibendung. 

Kehadiran kota mandiri bak pedang bermata dua. Di satu sisi membantu ketersediaan hunian yang layak, di sisi lain memperburuk kualitas manusia dalam konteks sosial masyarakat.

Kaum muda akan lebih banyak menetap di kota, sebaliknya generasi tua lebih memilih untuk menetap di di desa. 10-20 tahun ke depan, gap antar generasi akan diikuti dengan meleburnya nilai adat istiadat.

Kota dan desa bakal menjadi tolak ukur kesenangan untuk penghuninya. Secara materi, kota memungkinkan orang untuk menimbun uang sebanyak mungkin dan menghabiskannya dalam waktu sekejap.

Desa hanya dipandang sebagai tempat healing yang boleh jadi tidak memberi bekas kenangan akan masa kecil. Konsep kota mandiri akan lebih baik dengan mengintegrasikan nilai-nilai adat di dalamnya.

Misalnya, konsep bangunan yang tidak membuat sekat dan ruang hijau terbuka untuk keluarga agar lebih banyak menghabiskan waktu bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun