Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rumah sebagai Bagian dari Sistem Pendidikan, Bagaimana Seharusnya Pemerintah Bersikap?

30 Juni 2021   12:38 Diperbarui: 30 Juni 2021   13:09 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.parenting.firstcry.com

Rumah adalah sebuah bangunan yang berfungsi sebagai fondasi dasar pendidikan. Peran rumah dalam ranah pendidikan sangat jarang menjadi kajian dalam hal pembuatan kebijakan. Padahal, jika kita mengkaji secara mendalam, rumah adalah sebuah institusi terbesar pendidikan yang seharusnya menjadi titik awal transfer ilmu.

Apa yang seharusnya pemerintah lakukan agar sistem pendidikan bisa berubah dan pola transfer ilmu semakin baik?

1. Jadikan rumah sebagai bagian institusi pendidikan

 Konsep pendidikan yang menjadikan bangunan sebagai 'syarat' tempat transfer ilmu sangatlah tidak tepat. Proses transfer ilmu harus dimulai dari rumah. Sebagai fondasi awal, rumah memiliki peran penting untuk menyediakan sebuah kurikulum dibawah pengawasan orangtua. 

Kurikulum pendidikan berbasis keluarga memiliki banyak manfaat. Pertama, ayah dan ibu terlibat aktif dalam hal mendidik anak sejak anak dalam kandungan. Ini sangat relevan jika melihat sisi perkembangan otak yang sudah dimulai sejak dalam kandungan. Ahli neurologi bahkan berpendapat proses transfer ilmu sudah harus dimulai sejak janin memasuki fase trisemester kedua (usia janin 4+ bulan).

Pemahaman pendidikan berbasis keluarga harus menjadi konsep berpikir utama bagi orangtua. Kekuatan pendidikan rumah jauh lebih berperan bagi anak. Trilyunan sel baru terbentuk dalam otak anak difase 1-3 tahun, dan rumah harusnya bisa menjadi media transfer ilmu dengan konsep mendidik dari tangan orangtua.

2. Rubah Sistem Kerja Pegawai Negara

Jika fungsi rumah bisa diubah menjadi institusi pendidikan, maka pola kerja pemerintahan harus dirubah. Orangtua adalah guru terbaik anak yang harus menginvestasikan waktu terbaik di dalam rumah. Saya sangat yakin jika jam kerja orangtua dirubah maka ini akan berefek sangat baik untuk pendidikan anak.

Kita misalkan saja jika jam kerja orangtua dimulai dari jam 10 pagi dan berakhir jam 4 sore. Artinya, dalam sehari jam aktif cukup 6 jam saja. Namun, sebagai gantinya, orangtua wajib menemani anak di rumah waktu pagi sekitar 2 jam dan menyediakan waktu bermain bersama anak di sore hari juga 2 jam. 

Sistem gaji/upah juga harus dirubah total, jika orangtua tidak menghabiskan waktu minimal 4 jam bersama anak setiap hari maka gaji harus dipotong 40% dan orangtua yang aktif mendidik anak akan diberikan insentif berupa tambahan gaji dengan jumlah tertentu. Tentunya, sistem ini akan berkerja dengan baik jika terintegrasi dalam sebuah kurikulum dengan sistem pendidikan berbasis keluarga.

Apa manfaat yang didapat dengan sistem seperti ini?

Saat sistem kerja dibenah dengan menjadikan keluarga sebagai bagian dari sistem maka dengan sendirinya banyak hal yang akan berubah. Orangtua akan bekerja dengan tujuan terarah untuk mendidik anak. Jam kerja yang hanya 6 jam akan memberikan sistem kerja berfokus pada kualitas, bukan kuantitas. 

Saat orangtua mampu menyelesaikan tugas pokok mendidik anak di waktu pagi maka saat tiba di kantor/tempat kerja fokus pada pekerjaan akan terjaga. Secara otomatis kualitas kerja akan semakin membaik dan menghasilkan target kerja yang terarah. Sistem kerja yang mengacu kepada kualitas akan lebih berdampak bagi tempat kerja ketimbang fokus pada kuantitas.

3. Profesi Guru Harus Terfokus pada Keluarga

Sistem pendidikan saat ini menjadikan guru terfokus pada luar rumah, akhirnya fondasi rumah tidak terjaga. Program profesi guru dibawah fakultas keguruan seharusnya menjadikan keluarga sebagai bagian dari rangka kurikulum. Calon mahasiswa keguruan harus dididik dan dipersiapkan menjadi guru bukan hanya bagi oranglain tapi juga untuk diri mereka sendiri.

Betapa banyak guru yang mampu mengajar diluar rumah tapi abai terhadap pendidikan anaknya sendiri. Hal ini disebabkan kebijakan pendidikan yang gagal menjadikan rumah sebagai fondasi utama. Kurikulum keluarga harus menjadi prioritas utama fakultas keguruan. Calon guru wajib memiliki kemampuan mendesain pendidikan prasekolah dari dalam rumah.

Profesi guru harus menghadirkan calon guru terbaik yang bukan hanya mampu mendidik diluar rumah, tapi mengutamakan proses transfer ilmu dari dalam rumah. Oleh karena itu, calon guru harus diwajibkan untuk mengunjungi keluarga sebagai bagian dari field observation. Dengan hadirnya calon guru kedalam keluarga mereka akan mampu memahami kompleksitas permasalahan di dalam rumah dan mampu menghadirkan pola transfer ilmu yang sesuai. 

Program praktek mengajar bagi calon guru PAUD jangan hanya terfokus pada kewajiban mengajar tapi juga mengintegrasikan field observation ke rumah-rumah untuk mempelajari permasalahan keluarga yang nantinya menjadi sebuah kajian untuk menyiapkan kurikulum yang terfokus pada keluarga.

4. Modifikasi sistem PAUD 

Sistem pendidikan anak usia dini harus dibenah dengan melibatkan keluarga. Fungsi PAUD saat ini selain menjadi tempat bermain juga menjadi pusat penitipan anak. Jika pola pendidikan PAUD bisa dirombak maka banyak manfaat yang bisa diperoleh. Kita bayangkan begini, orangtua yang mendaftarkan anak ke PAUD harus 70% terlibat dalam pendidikan.

sistem 70/30 menitikberatkan pendidikan 70% kepada orangtua dan 30% kepada guru. Sebelum berangkat kerja orangtua wajib bermain/beraktifitas bersama anak dengan sistem kurikulum yang didesain bersama guru di sekolah. Apa tujuannya? kurikulum yang dibuat berdasarkan kebutuhan anak, misalnya jenis permainan, pola permainan, aktifitas dan target dibangun dengan merujuk pada kesepakatan orangtua dan diarahkan oleh guru.

Tahap selanjutnya, PAUD berfungsi sebagai tempat dimana orangtua diwajibkan hadir membersamai anak. Orangtua diharuskan hadir selama 2 jam untuk beraktifitas bersama anak dengan desain aktifitas yang sudah disepakati antara sekolah dan orangtua. Sistem seperti ini akan merubah fungsi PAUD menjadi lebih luas dalam konsep pendidikan yang terintegrasi. Jika perlu ganti istilah PAUD menjadi PBK (pendidikan berbasis keluarga).

Peran rumah harus dipandang penting, bukan hanya sebagai tempat tinggal namun institusi pendidikan. Peran orangtua juga harus dirubah, bukan hanya membesarkan anak tapi juga mendidik anak. Konsep berpikir seperti ini harus dibangun agar rumah menjadi center of education. Bayangkan kuliatas pendidikan jika kita mampu menjadikan rumah sebagai tempat paling utama terjadinya proses transfer ilmu. 

5. Pemerintah daerah wajib mengalokasikan dana khusus untuk keluarga

Untuk menerapkan pendidikan berbasis keluarga, peran pemerintah sangat diperlukan. Pemerintah daerah harus diberikan otonomi khusus untuk menyisihkan anggaran pendapatan daerah untuk keluarga. Sistem dan jumlah dana yang dialokasikan harus berdasarkan jumlah anak dalam setiap keluarga dan menyesuaikan gaji kepala keluarga.

Sebagai ilustrasi, keluarga yang memiliki anak lebih dari 3 akan diberikan tambahan uang 1 juta perbulan dengan target dan tujuan yang sudah didesain dengan terstruktur melibatkan kepala keluarga dan sekolah partner. Jadi, uang ini tidak akan disalahgunaka untuk membeli sesuatu yang bersifat personal, namun wajib mengikuti kurikulum yang sudah disepakati dari awal. Ringkasnya, uang yang dianggarkan harus dan wajib disingkronisasikan dengan jenis kegiatan di sekolah atau bisa berbentuk kegiatan outdoor  yang mengharuskan orangtua mengawal anak untuk mengunjungi tempat-tempat tertentu.

Dengan sistem seperti ini, orangtua tidak perlu lagi menyisihkan uang dari hasil kerja untuk pendidikan. Pemerintah daerahlah yang harus mencari uang untuk membantu orangtua. Bagi orangtua yang penghasilannya terbatas, mereka akan sangat merasa terbantu dan beban hidup akan berkurang. Disinilah sistem pendidikan bisa dibangun dengan adil terfokus pada output yang melibatkan orangtua langsung sebagai agent of change.

6. Memberikan Reward bagi keluarga teladan

Nah, yang paling terakhir atau paling penting adalah peran pemerintah untuk memberikan apresiasi nyata bagi keluarga yang mampu menghasilkan anak-anak terbaik dari rumah. Reward bisa diberikan dalam bentuk kemudahan akses atau poin yang bisa ditukarkan untuk keperluan tertentu.

Anggap saja bayangan seperti ini, setiap keluarga memiliki satu kartu yang terhubung dengan sistem pemerintahan. Dalam kartu ini tersimpan database keluarga dan sekaligus bisa berfungsi seuumur hidup untuk pendidikan anak. Misalnya, setiap anak yang sudah lahir akan tercatat dalam sistem secara otomatis saat orangtua membuat akte kelahiran.

Dengan sistem pendidikan berbasis keluarga, orangtua memiliki peran mendidik anak dari umur 1-7 tahun dengan subsidi dana dari pemerintah daerah disesuaikan dengan jumlah anak sebagaimana yang saya jelaskan diatas. Dalam rentan waktu 1 sampai 7 tahun rekam jejak orangtua dalam mendidik anak dicatat dalam kartu ini. Misalnya, setiap 3 bulan sekali sekolah PAUD yang menjadi partner keluarga akan memberikan laporan perkembangan anak dengan sistem penilaian dari dua sisi, perkembangan anak dan keaktifan orangtua dalam membersamai anak. 

Dari penilaian ini nantinya orangtua yang aktif mendidik anak bersama sekolah akan mendapatkan tambahan poin tertentu yang bisa ditukarkan untuk memotong biaya pembuatan SIM (surat ijin mengemudi), Biaya kesehatan, atau bisa ditukar untuk membeli kebutuhan pokok. Intinya, semakin aktif orangtua mendidik anak mereka akan memiliki poin semakin banyak yang bisa dipakai untuk mempermudah akses dalam hal pelayanan dan kebutuhan hidup.

Alternatif lainnya, orangtua yang lebih aktif terlibat mendidik anak akan diberikan insentif berupa paket bantuan kebutuhan pokok setiap bulannya yang bisa diakses melalui kartu tersebut. Sistem seperti ini akan memacu orangtua untuk fokus pada mendidik dan secara otomatis membantu orang-orang yang membutuhkan dengan pola yang lebih mendidik ketimbang pemberian sembako acapkali kurang mendidik.

Dari sisi lain pemerintah daerah akan memiliki tanggung jawab menyediakan anggaran khusus yang diperuntukkan untuk membangun pendidikan dari dalam rumah. Hal ini bisa membantu pemerintah daerah untuk lebih cerdas mengelola aset daerah dan membangun kerjasama untuk menguatkan perekonomian daerah dengan baik. 

Fungsi keluarga harus dititikberatkan pada proses transfer ilmu sehingga rumah menjadi fondasi paling utama sebelum institusi pendidikan lainnya. Sudut pandang pendidikan harus dirubah dan peran orangtua sebagai pencari nafkah juga harus ditambah menjadi pendidik. Kita berharap kedepan banyak profesor dan pakar yang lahir dari pendidikan berbasis keluarga. Kecerdasan intelektual tidak akan berarti jika tidak dibarengi dengan kecerdasan emosional. Rumah sebagai sebuah tempat yang menghadirkan kenyamanan harus mampu membangun kecerdasan emosional dari tangan orangtua yang aktif terlibat mendidik anak. Sekian!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun